Reynard menghembuskan asap rokok dari mulutnya, sesekali melihat jam rolex yang melingkar di tangannya. Menghabiskan 3 batang rokok sudah biasa, sama halnya dengan Harvey, Nathan dan Ze.
Sedangkan Jayden dan Marvin sedang bermain mobile legend, mereka hanya menghabiskan 1 batang rokok saja. Katanya gamau cepet mati, masih sayang nyawa.
Mempunyai kebiasaan merokok, tidak membuat bibirnya menjadi hitam. Bibir mereka tetap merah menggoda yang mampu membuat kaum hawa tergoda.
"Untung kita bolos, males banget gue ikut pelajarannya si bambang" ujar Harvey sambil mematikan rokoknya.
"Sama anjir, masa nilai gue segitu-gitu doang. Pelit bgt" tambah Ze.
" Lonya bego" ucap Nathan yang masih fokus pada layar ponselnya
"AHAHAHHAHA" tawa mereka pecah mendengar perkataan Nathan. Bahkan Reynard juga ikut tertawa, sedikit. Sudah dipastikan kalau ada yang melihat Reynard tertawa, terutama para gadis. Bisa dipastikan pingsan ditempat.
"Buset si Nathan sekalinya ngomong pedes banget " kata Jayden. Perutnya sakit karena terlalu lama ketawa.
"Mampus lo Ze, ngakak banget sumpah" Harvey yang paling bahagia diantara mereka, sampe guling guling gajelas di lantai.
"Makanya tu otak diisi, jangan ngomel ngomel gak jelas mulu" ucap Marvin sambil terkekeh.
"Tega banget kamu Nath" kata Ze sambil memukul manja tangan Nathan.
Nathan pun langsung menghempaskan tangan Ze "najis."
'temen laknat emang lo pada' umpat Ze dalam hati.
Reynard mendapat pesan masuk, ia mengeraskan rahangnya. Jayden menyadari perubahan raut sahabatnya itu.
"Kenapa Rey? muka lo asem bgt" Tanya Jayden.
"malem sabtu kumpul di area balapan. Si bangsat ngajak tanding" jawab Rey.
"Cih kemaren aja kalah, malah nantangin lagi" cibir Marvin.
"Tau tuh, gaada malunya banget" timpal Ze.
Reynard bangkit dari duduknya, mengacak rambutnya dan segera melangakah.
"Gue cabut"
○○○
"Okay childrens, its time for go home. Dont forget to do your assigment for next week, thank you" ucap bu Sarah.
"Okay miss"
"Huaaa akhirnya pulang juga, capek mau rebahan" kata Niella sambil merenggangkan tubuhnya.
"Huh sama, ayo deh keluar bareng. Supir gue udah nunggu didepan nih" timpal Ara.
"Ayo, aku juga mau nunggu bang Marvin" Aalisha memakai tas nya dan berjalan ke depan bersama Ara dan Niella.
"Enak ya di anter sama kak Marvin, Kok lo gak bilang sih kalo kak Marvin sepupu lo?" Tanya Ara.
"aku gak tau dia sekolah disini" jawab Aalisha.
"Aalisha kita duluan yaa, gue nebeng sama Ara soalnya" ucap Niella.
"okay, hati hati yaa" kata Aalisha sambil melambaikan tangannya.
Setelah Ara dan Niella pergi, Aalisha menunggu Marvin di lobby sendirian. Sekolah sudah mulai sepi, namun Marvin belum juga menampakan batang hidungnya. Gadis dengan rambut balayage itu memutuskan menelfon sepupunya itu.
"Halo shaa kenapa?"
"Abang dimana? Katanya mau anter aku"
"lah iya, sorry shaa abang ada remed dulu nih dadakan"
"Yahh yaudah deh, aku minta jemput pak Andi aja"
"Maaf ya sweety, besok kita jalan jalannya"
"Hmm okay"
"hati hati dijalan, telfon abang kalo ada apa apa"
Marvin memutuskan sambungannya. Aalisha langsung menelfon pada pak Andi agar menjemput dia di sekolah.
"pak, jemput Aalisha ya"
"Maaf non, bapak gak bisa jemput sekarang. Lagi antar nyonya ke rumah temannya"
"ohh oke pak"
Aalisha mendengus kesal, minta jemput daddy juga pasti gak bisa. Langit mulai mendung, pasti sebentar lagi hujan turun. Lagi lagi Aalisha mengumpat kesal. Benar saja, sudah mulai gerimis. Mau pulang naik transportasi umum, Aalisha gak berani.
"anginnya dingin banget."
Aalisha mulai merasakan sesak di dadanya,
kenapa harus kambuh sih. Ia menggosok tangannya agar lebih hangat. Ia duduk dan memejamkan mata sebentar untuk mengontrol nafasnya.
"Ekhm"
Aalisha membuka matanya, lalumendongakkan kepalanya "Kak Rey" ucapnya lirih
"kenapa?" Tanya Reynard datar.
"Asma aku kambuh," jawab Aalisha "hmm bisa tolong ambilin inhaler di tas gak?" tunjuk Aalisha. Ia sudah tidak kuat, rasanya sangat sesak.
Reynard menghela nafas kemudian mencari inhaler di tas Aalisha. Ia memberi obat tersebut dan langsung diambil oleh Aalisha.
Aalisha memakai obat tersebut perlahan lahan. Saat sesak nafasnya sudah mendingan, ia menaruh inhalernya di tas kembali.
"makasih kak, maaf ngerepotin"
"Pulang sama siapa?" Tanya Reynard sambil menatap Aalisha. Tatapan mengintimidasi dan tajam. Aalisha merasa tak nyaman ditatap seperti itu.
"mau pesen ojol" jawab Aalisha asal.
"Bareng gue"
"Gak perlu" tolak Aalisha
"Gak ada penolakan" Rey melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil.
Aalisha terpaku ditempatnya, tak percaya ia akan pulang bareng sama Reynard. Hey! seorang Reynard Geovan yang terkenal dingin dan tak tersentuh itu mengantarnya pulang.
Tin tin
Aalisha tersadar dari lamunanya "Astaga, nyebelin banget sih" gumam Aalisha. Maserati Alfieri berhenti tepat didepannya. Satu kata, menakjubkan.
Aalisha masuk dan duduk disamping Reynard, tak lupa menutup pintu. Ia melirik Reynard. Hidung mancung, rahang yang tegas, iris mata berwarna hitam pekat, badan atletis dan kulit putih. Sungguh pahatan yang sempurna.
"Udah?" Tanya Rey datar.
"Eh" Aalisha yang salah tigkah langsung membuang muka dan lebih memilih melihat ke luar jendela.
"Pake" Reynard memberi hoodie hitamnya kepada Aalisha. Aalisha menerima dan memakainya dengan ragu ragu. Hoodie itu terlihat kebesaran ditubuh Aalisha, Reynard diam diam melirik Aalisha.
Cantik batin Reynard.
Reynard melihat Aalisha belum memakai seatbelt, ia memajukan dirinya, memasangkan seatbelt untuk Aalisha. Aalisha yang merasakan pergerakan disampingnya pun langsung menengok.
Tatapan mereka bertemu, Reynard mengunci mata indah milik gadis itu dan menatapnya intens. Bergerak sedikit saja, dipastikan wajah mereka akan bersentuhan.
"Kamu Ng-ngapain?" Tanya Aalisha gugup. Jantungnya berdegup kencang di dalam sana. Deket deket sama Rey ternyata gak baik buat kesehatan.
Reynard menarik seatbelt, setelah terpasang ia membenarkan posisinya dan mulai menjalankan mobil.
Aalisha sangat malu, pipi putih bersih itu memerah. Untung tidak terjadi apa apa. Gadis itu sudah memikirkan yang tidak tidak
Reynard melihat pipi Aalisha yang memerah, ia tersenyum tipis. Sangat tipis bahkan tidak terlihat.
Selama perjalanan, tidak ada yang membuka suara. Hanya musik yang mengisi kesunyian di dalam mobil.
"Rumah lo dmn?" Tanya Reynard, pandangannya fokus ke jalan.
"Perumahan Empire Estate, depan belok kanan"
Reynard mengikuti arahan Aalisha, mobil silver itu mulai memasuki salah satu perumahan elite di Jakarta.
"itu rumah aku" Aalisha menunjuk rumah dengan pagar tinggi berwarna hitam.
Setelah sampai, Aalisha segera membuka seatbelt. Hendak membuka pintu namun sebuah tangan menghentikannya. Reflek Aalisha duduk kembali dan menatap Reynard. Ia mengernyitkan dahinya.
"Cantik" kata Rey dengan husky voice-nya
Blush
Semburat merah kembali muncul di pipi Aalisha.
"Kak Reynard kenapa?" Tanya Aalisha polos.
Yang ditanya malah tertawa kecil, lalu melepaskan genggamannya. Seorang Reynard Geovan baru saja tertawa. ya walaupun kecil, tapi sangat menawan
"Gapapa, masuk sana" Rey mengacak rambut Aalisha gemas.
"O-okey, aku masuk dulu" Aalisha keluar dari mobil dan berdiri di depan gerbang sambil tersenyum tipis. Reynard melajukan mobilnya menuju rumah.