Raja Antonio dengan kuda putih nya tampak gagah berdiri paling depan dari barisan prajurit. Dihadapan nya berdiri Raja dari kerajaan Api. Raja Jiwan. Mereka terlibat selisih berkepanjangan, memperebutkan wilayah. Raja Antonio bersikeras jika wilayah bagian barat adalah miliknya, sedangkan Raja Jiwan memiliki bukti jika wilayah barat termasuk wilayah kerajaan api. Peperangan berlangsung selama bertahun-tahun, mereka diberi anugrah hidup kembali, namun setelah mati ke 99 kali, maka mereka tidak bisa ber-Renkarnasi. Raja Antonio turun dari kuda, menantang Raja Jiwan untuk satu lawan satu. Mereka saling berhadapan. Pedang Raja Antonio telah siap untuk menebas, memotong, bahkan menyanyat. Pedang itu dilapisi es. Sedangkan Raja Jiwan, hanya menggunakan teknik, bermodalkan kekuatan dan kepercayaan, sihir api miliknya. Raja Antonio menyeringai, begitu keji. Pedang itu menggayun ke udara, menyabet bahu Raja Jiwan. Darah merembes keluar dari sana. Raja Jiwan mundur beberapa langkah, mendesis sadar jika lawannya sangat licik. Dalam satu gerakan yang telak. Raja Antonio memenggal kepala Raja Jiwan, hingga menggelinding di tanah yang basah. Kemenangan di raih oleh Kerajaan Es. Raja Jiwan tidak bisa hidup kembali, gugur dalam medan perang dan itu merupakan kematian ke 100 yang dia peroleh. Sesuai janji wilayah barat jatuh ke tangan Raja Antonio. Rombongan pihak kerajaan es kembali ke Istana, membawa kemenangan. Sedangkan, pihak kerajaan appi kembali membawa duka. Permaisuri Erna, selaku isteri utama dari Raja Jiwan tidak menerima kematian suaminya, mendapatkan serangan jantung. Raja Jiwan dan Permaisuri Erna meninggalkan seorang bayi berumur 3 bulan. Jane Salendra, diasingkan oleh adik-adik raja yang serakah atas tahta. Bayi itu menangis diantara rumput-rumput liar yang tumbuh tinggi. Seorang pria menemukan Jane, tanda pada dahi menunjukkan bahwa bayi ini adalah keturunan murni kerajaan api. Seseorang itu membawa bayi Jane dari hutan, merawatnya.
***
10 tahun berlalu.
Jane Salendra tumbuh menjadi gadis jelita, cantik, serta anggun, tidak memiliki banyak teman, karena kekuatan api yang dia miliki membuat semua orang ketakutan. Jane, selalu seorang diri berteman dengan para hewan. Jane, diberi anugrah dapat berinteraksi dengan hewan. Pagi ini, Jane duduk ditepian danau memainkan air, seekor ikan datang mendekat.
"Jane." Gadis itu tertawa merasa sangat gembira, temannya datang. Jane, mengambil ikan itu kedalam pangkuan, mengajaknya berbincang. "Ikan, apakah kau bahagia berteman dengan Jane. Padahal kan Jane adalah monster api yang sangat menakutkan."
"Jangan berkata seperti itu, Jane. Kau adalah puteri yang sempurna. Kelak, kau akan menemukan jati dirimu." Jane, melepaskan ikan itu kembali ke danau. Bangkit dari sana, berbalik.
"Jane, sedang apa kau disana? sebentar lagi senja. Sebaiknya kita bergegas pulang." Seseorang mengajak Jane untuk kembali ke rumah. Jane kecil menurut.
***
Sementara di Kerajaan Es.
Pangeran Saka sedang bergulat, berlatih ketangkasan bersama sang Jendral. Tombak itu berulang kali mengenai bahu Jendral, namun benak si pangeran tidak pernah merasa puas.
"Ayo.. lawan aku jendral." Saka terus melancarkan aksinya bertubi-tubi, sang Jendral terus menghindar. Bukan dia tidak mampu, hanya merasa segan melawan putera mahkota. Pangeran Saka, putera tunggal Raja Antonio dan Ratu Ramelda. Jendral mengangkat kedua tangan nya ke udara, merasa sangat lelah, dan menyerah. Pangeran Saka membuang tombak dengan kesal, mendesis. "Ternyata kau masih saja lemah. Sudah aku katakan, lawan aku Jendral."
"Pangeran, latihan sudah cukup. Keahlian mu tidak ada tandingan nya,"puji Jendral. Pangeran Saka membusungkan dada, berbalik hendak pergi namun salah satu dayang tanpa sengaja menyentuh kulit tangannya. Pangeran menjadi sangat marah, mendorong dayang itu hingga terjatuh. Dayang itu bersujud, di kaki pangeran.
"Kau kotor, beraninya menyentuh tanganku."
"Ampuni hamba pangeran, itu semua kesalahan yang tidak dilakukan secara sengaja. Maafkan diri hamba pangeran,"ucap dayang itu bersimpuh. Saka, menendang badan dayang hingga terjungkal ke belakang. "Menjijikan." Pangeran Saka pergi dari sana dengan tangan terkepal menahan amarah. Berhenti, kemudian berbalik. "Aku ingin dayang itu dihukum gantung." Semua orang terbelalak kaget mendengar perkataan pangeran Saka, termasuk Jendral.
"Pangeran."
"Itu perintah, Jendral. Lakukanlah, ayah tidak akan menentang keinginan ku." Pangeran Saka pergi dari sana dengan sebuah senyum lebar terbit di wajah nya.
Para Algojo menyeret dayang itu ke ruang penghakiman.
Raja Antonio mendapatkan kabar bahwa puteranya menghukum gantung dayang istana lagi, dengan alasan menyentuh tangannya. Raja Antonio, mengusap wajah dengan kasar, merasa sangat jengkel dengan kelakuan semena-mena puteranya.
"Panggil, Pangeran Saka. Agar menghadap padaku." Ajudan mengangguk, bergegas undur diri menemui sang putera mahkota. Ratu Ramelda meremas bahu suaminya, menenangkan. "Kau lihat, Saka seperti itu karena kau terlalu memanjakan dia." Ratu Ramelda tertunduk merasa sangat berdosa.
***
ISTANA BARAT.
Pangeran Saka sedang duduk didekat perapian, seraya memainkan sebuah ornamen. Ajudan membungkuk, memberi hormat. Saka melirik dengan ekor matanya.
"Ada apa?"seru Saka bertanya.
"Yang mulia ingin anda menemuinya di Istana utama." Saka langsung menatap tajam ajudan milik ayah nya, mengernyit, tidak biasanya ayah nya memanggil. Saka langsung bangkit, melempar asal ornamen yang sedang dimainkannya, mengibaskan jubah ke belakang, berjalan mendahului si ajudan.
***
ISTANA UTAMA.
Pengumuman kedatangan Pangeran Saka dikumandangkan. Raja Antonio menunggu dengan tidak sabar, dia akan menghukum puteranya karena sudah bertindak tanpa berpikir. Pangeran kecil itu menghadap.
"Ada apa, ayahanda memanggil ku kemari?"tanya Pangeran Saka terdengar ketus. Raja Antonio terganga, wajah puteranya begitu polos seakan tidak melakukan dosa apapun. Raja Antonio melambaikan tangan, menyuruh si pangeran kecil untuk duduk dipangkuan nya. Saka memandang dengan jengah, namun tetap duduk dipangkuan ayah nya.
"Saka, apa yang kau lakukan? Ini sudah ke 50 kalinya kau menghukum gantung dayang istana, hanya karena sebuah kesalahan kecil." Pangeran Saka memandang ayah nya dengan sorot mata yang tajam. "Kecil?"tanya Saka dalam hati. Pangeran turun dari pangkuan ayah nya, memandang kesal.
"Dia menyentuh tanganku dengan tangannya yang kotor. Dan aku sangat tidak menyukainya."
"Saka."
Raja Antonio merasa kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh puteranya. Apakah ini karma dimasa lalu?
"Apakah harus kau menghukumnya seberat itu? Dia punya keluarga yang menunggu nya pulang. Lain kali jangan bertindak gegabah. Atau kau ingin ayah bertindak kasar padamu." Raja Antonio mengancam. Pangeran Saka memutar bola mata jengah, tidak menggubris perkataan Raja. Berseloyor pergi meninggalkan istana utama. Raja Antonio mengusap dada dengan pelan, "Mengapa aku memiliki pangeran sekeji dirimu, Saka,"gumam Raja dalam hati.
***
Pangeran Saka merasa sangat kesal, membanting semua barang yang berada diatas meja, dan rak-rak kamar. Perkataan ayahnya tergiang-giang dalam pikiran, membuatnya semakin merasa marah. "Apa yang salah? Aku adalah Putera mahkota. Bebas melakukan apapun yang aku mau."