20 tahun berjalan dengan cepat.
Pangeran Saka tumbuh menjadi pemuda yang tampan, gagah, serta berwajah rupawan. Banyak dari kaum wanita yang tergila-gila padanya, akan tetapi banyak pula yang hanya menjadi pengagum rahasia, menyukai tanpa berterus terang. Perwatakan keras sang pangeran membuat semua orang ketakutan untuk mendekat, hingga umur menginjak kepala 2. Pangeran Saka masih seorang diri. Ratu Ramelda kerapkali mengingatkan puteranya untuk mencari pasangan, dasar Saka kepala batu, tidak pernah mendengar. Akhirnya itu hanya membuat Ratu Ramelda geram, dan memutuskan untuk tidak peduli dengan asmara puteranya. Saat ini, Pangeran Saka sedang membaca sebuah buku dengan kacamata bertengger di pangkal hidung. Kadar ketampanan nya semakin terpampang jelas. Saka membaca dengan cermat, membuka halaman demi halaman, ceritanya sangat membuat dirinya tertarik. Bagaimana mungkin kaum serigala jatuh cinta pada vampir, bukankah kedua kaum itu bermusuhan. Saka menggeleng, menutup buku. Jendral memasuki wisma pangeran. Saka memandang datar, bukankah keberadaan penjaga di depan sana bertugas memberi tahu kehadiran siapa saja? Dimana mereka? Jendral berdiri tegak dihadapan pangeran. Merasa diperhatikan secara detail, membuatnya sangat risih. Lantas menatap jendral dengan sebal.
"Apa?"
"Raja ingin anda menemuinya, pangeran."
Saka memutar bola mata teramat jengah, pertemuan terakhir antara dia dan ayahnya, terkait perjodohan. Apakah kali ini juga sama? Lelaki itu tidak merasa lelah. Saka mengangguk, lantas bangkit berjalan ke arah luar. Penjaga pintu menunduk hormat ketika Saka lewat, "Apa pekerjaan mu? Hingga kedatangan jendral tidak kau beritahukan padaku." Penjaga itu hanya tertunduk, tanpa berkata-kata. Saka mendesis, melanjutkan jalannya. Jendral menepuk bahu penjaga itu, kemudian tersenyum.
"Jangan di ambil hati perkataan pangeran, dia memang seperti itu, tapi jika sudah kenal dekat, pangeran sangat murah hati,...hahaha mungkin,"seru Jendral berkata. Penjaga itu mengangguk senyum. Jendral bergegas menyusul pangeran.
***
ISTANA UTAMA.
Kedatangan Pangeran diumumkan. Raja Antonio langsung memfokuskan pandangan ke arah pintu, perawakan pangeran sudah terlihat, di ikuti oleh Jendral di belakang nya. Pangeran Saka menghadap.
"Ada keperluan apa ayahanda memanggil ku berulang kali, apakah pembahasan nya masih sama? Tentang pasangan dan perjodohan,"ujar Pangeran. Raja Antonio memandang dengan datar, tidak ada raut senang di wajah nya.
Raja Antonio berkata,"Sampai kapan kau akan membujang, Saka. Kau harus segera memiliki isteri untuk melahirkan penerus kerajaan es. Bukankah Puteri Eneulis sangat cantik." Saka hanya menyunggingkan senyum tipis, ternyata memang benar, ayahnya hanya akan membicarakan terkait pasangan saja. Saka berbalik tanpa menjawab, merasa sangat tidak tertarik dengan Puteri Eneulis dari kerajaan angin. Cantik? memang. Tapi rasanya tidak sreuk saja.
Raja Antonio hanya menghela dengan panjang, puteranya sama sekali tidak berubah meski sudah beranjak dewasa.
***
Seperti Saka yang telah dewasa begitupun dengan Jane. Kini gadis cilik jelita itu sudah menjelma menjadi seorang wanita yang anggun, cantik, dan tangguh. Daniel, mendidik Jane dari kecil dengan keras. Saat ini, Jane sedang berlatih menggunakan teknik busur, menyalurkan kekuatan element api pada panah, kemudian membidik lingkaran merah yang berjarak sangat jauh darinya. Jane, memfokuskan diri menatap ke depan sana.
Daniel memperhatikan setiap gerak gerik dari Jane, perkembangan nya cukup pesat, dari tahun ke tahun semakin memiliki kemajuan. Jane memang seorang puteri sejati, murni keturunan api. Jane, melepaskan. Panah itu meluncur di udara, tidak lama tertancap tepat di lingkaran merah. Jane, bersorak. Berbalik menghadap Daniel, meski sudah sangat berumur wajah lelaki itu masih tetap sama awet muda.
"Kau lihat, aku mampu menembus lingkaran merah itu, berarti kemampuan ku sudah diatas rata-rata,"seru Jane dengan bangga. Daniel hanya menampilkan senyum kemudian mengacak rambut anak angkatnya. Jane cemberut, rambut yang telah di tata nya dengan rapi kini berantakan.
"Jangan sombong. Di bandingkan dengan pendekar di luar sana, kau belum ada apa-apanya, Jane." Mendengar perkataan Daniel yang begitu menohok hati, Jane hanya bisa tersenyum dengan kecut. Padahal kan dia sudah sangat berusaha untuk menjadi yang terhebat. Daniel sadar akan perubahan mood anaknya yang berubah drastis akibat perkataan yang dilontarkan. Daniel mengajak anaknya untuk duduk, memberi sebuah buku. Jane menerima dengan bingung.
"Buku apa ini?"tanya Jane.
"Buku sihir, selain ketangkasan kau juga harus belajar sihir." Jane memandang buku yang sangat tebal, bergidik ngeri, matanya bisa bleh jika membaca buku setebal ini. "Kau serius?"cicit Jane bertanya.
Daniel menoleh, kemudian mengangguk. Jane hanya mendesah dengan berat.
"Ok. Akan aku pelajari. Ah.. Ya, Daniel. Jane mau pergi sebentar hanya ke hutan, tidak akan ke perbatasan ko." Daniel mengangguk, mempersilahkan. Jane semringah, tertawa renyah, berputar kemudian menghilang dari pandangan Daniel.
***
HUTAN EONAPIA.
Jane, seperti biasa singgah di hutan ini sekedar untuk menemui teman kecilnya, para hewan. Jane, memasuki rumah pohon, hewan-hewan berkumpul disana, menunggu kedatangan sang puteri. Jane, berjongkok.
"Apa kabar? Sudah 20 tahun kita tidak bertemu ternyata kalian tetap sama, tidak berubah." Jane, memangku kelinci, diusapnya dengan lembut, penuh kasih sayang. Kelinci itu meloncat, berlari menjauh. Jane berdiri, bergegas mengejar kelinci itu. Diluar sangat berbahaya. Kelinci itu melewati dinding pembatas, antara kerajaan api dan es. Jane terpaku dalam sesaat, merasa sangat ragu antara mengejar atau berbalik. Rasa penasaran akan pulau sembrang, membuat nya nekad. Jane terus berjalan melupakan larangan dari Daniel. Pertama, Jane memasukkan sebelah kakinya, tidak terjadi apapun. Merasa aman, Jane meloncat masuk ke dalam sana. Terperanjat, ternyata udara nya sangat dingin. Jane, menggigil. Ternyata memang benar, tempat ini sangat tidak cocok untuk tubuh nya. Jane memfokuskan diri, kekuatan api mengguar keluar. Dalam sekejap menjadi sangat hangat, akan tetapi keadaan sekitar nya mencair. Jane, mendadak sangat cemas. Bagaimana jika ada orang yang melihat? Tanpa berpikir panjang Jane langsung kembali ke wilayah kerajaan api, membiarkan tempat itu mencair.
Dari jauh Pangeran memandang dengan datar, apakah perempuan itu penyusup kerajaan musuh? Saka menjetikkan jari dalam sekejap wilayah perbatasan membeku kembali, tertutup oleh salju abadi. Saka, berjalan mendekat ke dinding itu, merabanya pelan. Perempuan cantik itu keluar dari balik dinding. Panggilan seseorang mengusiknya. Saka langsung berbalik, bergegas pergi tanpa sadar kalung miliknya terjatuh.
***
"Saka, apa yang kau lakukan di perbatasan? Jendral kerapkali menemukan dirimu disana,"nada tegas Raja Antonio terdengar. Pangeran Saka mendengus, memandang tajam pada Jendral.
"Aku tidak melakukan apapun, hanya sekedar mencari udara segar, dan kebetulan sampai disana,"elak Saka berkelit. Raja Antonio memicing, kedua matanya menyipit.
"Dimana kalung yang aku berikan padamu, Saka?"tanya Raja. Pangeran Saka memegang lehernya, sadar dia telah kehilangan kalung nya.
"Mungkin terjatuh, ayahanda bisa memesan kalung seperti itu pada pengrajin lagi,"kata Saka dengan enteng. Raja Antonio mendesah bukan tentang membeli, akan tetapi kalung itu merupakan jimat.