Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Break The Limit - Magic Explosion

🇮🇩sasakigrunge_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
15.1k
Views
Synopsis
Sepuluh ribu tahun berlalu, ledakan itu kembali terjadi. Pemicu terbangunnya kekuatan maha dahsyat yang diwakili 7 batu giok. Setiap giok mewakili elemen tertentu. Siapa yang mendapatkannya, kekuatan dan kekuasaan berada di tangannya. Mengambil langkah bijak selalu menjadi yang tersulit. Apa yang akan ia lakukan setelah semua benda itu berada di tangannya? Kekuatan? Kekuasaan? Atau mengakhiri segalanya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Kabut masih menguap menutup pandangan. Hawanya terasa dingin mencekam. Bahkan mantel kulit yang Fang kenakan terasa tembus menusuk tulang. Kepulan uap menyembur setiap kali bernafas. Hari ini adalah hari Sabtu, di mana orang-orang memulai paginya untuk memasang jebakan guna berburu Giguna¹.

Berbekal seekor kelinci, pisau tanam dan tali kekang, ia berangkat ke hutan Arakish. Hewan-hewan ini sangat tangguh dan tak mungkin bisa dikalahkan hanya mengandalkan fisik dan senjata tajam. Satu-satunya cara menaklukan mereka adalah memasang jebakan dengan umpan, menunggu hingga sore, menangkap mereka, kemudian menjual kulit mereka yang begitu mahal.

Alasan mereka melakukannya di hari Sabtu adalah karena para Giguna itu memerlukan lebih banyak asupan untuk lemak mereka. Seperti hari-hari lain yang memiliki jadwal. Hari Sabtu salah satunya dipercaya sebagai jadwal peningkatan gizi tubuh. Itu sebabnya Giguna lebih banyak mencari mangsa pada hari tersebut.

Bahkan, kelinci yang kini berada dalam keranjang terasa dua kali lebih berat bagi Fang. Sepatunya menyeret tanah. Membekas. Kini ia mulai mengambil jalan daki. Hingga saat kabut mulai menipis dan semburat cahaya mentari terlihat. Ia sampai di tujuan.

Beberapa hewan kecil melintas cepat menggerakkan semak. Fang mulai mengambil peralatan dan menggantungkan kelinci dari atas pohon. Tali sisi lain ia buat simpul dan menaruhnya di tempat yang diduga dapat mengenai Giguna. Pisau tanam seukuran hampir panjang hasta itu ia kubur di dekat sana. Sebelum itu ia juga perlu mengoles bisa ular eve, supaya meski hewan itu hanya tergores, maka lambat laun ia akan mati.

Fang mulai meninggalkan tempat berbahaya itu, tapi langkahnya terhenti saat ia melihat adanya pergerakan. Terdengar suara rauman samar yang menyerupai beruang. Fang mengusap rambut yang menutup dahinya. Semakin lama suara itu semakin menggema. Tak hanya satu.

Fang mengepalkan kedua tangannya. Lambat laun, garis pembuluh hijau di tangan putihnya mulai merona abu. Ia kembali melangkah meninggalkan tempat itu. Karena berangkat tanpa persenjataan. Satu-satunya yang ia andalkan sekarang hanya kekuatan leluhurnya. Ia adalah Fang Hudan. Klan tangan besi.

Matahari masih bersinar di ujung cakrawala, menciptakan bayangan memanjang yang mengikuti langkah Fang. Suara-suara itu kini senyap ditelan angin. Ketika matahari naik di 30 derajat. Ia akan sampai di perkampungan Muna.

Tapi sesuatu kembali menghentikan langkahnya. Urat-urat nadinya pun dengan cepat merona abu. Sekelilingnya masih hutan dengan semak yang menutup pandangan. Tepat dari arah depan terdengar suara langkah cepat menyibak semak. Ia mengepalkan tangan. Dan ketika sesuatu keluar dari sana. Ia berseru lega.

"Hah, kukira apa," dengus Fang pelan.

Sosok di hadapannya juga sama terkejutnya dengan Fang. Ia masih mengatur nafas.

"Fang," sebutnya, kemudian mengambil nafas panjang.

"Apa yang kau lakukan di tempat berbahaya ini? Kau tau Giguna sedang berkeliaran bukan?"

Fang mengangkat bahu, "Aku baru saja memasang jebakan. Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Fang balik.

"Hey, kau ingin menangkap hewan itu? jadi kau memerlukan uang? Aku punya rekomendasi yang lebih baik daripada harus membahayakan dirimu seperti ini," sahut Jim. Namanya Jim Junbi. Hampir pedang yang tersarung di pinggangnya tak pernah lepas, meski saat mandi di sungai.

"Kau belum menjawab pertanyaanku Jim," balas Fang tak peduli.

"Aku hanya ingin cula hewan itu, pedangku perlu sedikit hiasan supaya terlihat lebih ber aura," jawabnya  nyengir.

"Lalu kenapa kau tadi seperti tergesa-gesa?" tanya Fang.

"Hehe, aku baru saja melihatnya dari atas pohon.  Baiklah, aku tak ingin membuang-buang waktu sekarang. Untukmu, semoga jebakanmu mendapat sesuatu. Yah, meski seekor kijang. Setidaknya kau bisa makan enak malam ini," setelah mengucap kalimat itu, Jim berlari meninggalkan Fang. Yang ditinggal, tatapannya mengikuti kepergian sosok Jim.

Giguna juga sangat sensitif dengan suara siulan. Itu sebabnya setelah beberapa langkah menjauh, Jim segera bersiul sambil menghunus pedang. Memang sebuah larangan, atau bahkan tindakan bunuh diri  kalau hanya menghadapi seekor Giguna bersenjatakan pedang saja. Pasalnya, hewan itu mampu mengeraskan kulitnya seperti baja jika sudah merasa terancam. Makanya satu-satunya cara memburu mereka hanya dengan memasang umpan jebakan. Daya tahan mereka akan menurun drastis jika perut mereka berbunyi. Tapi untuk menghadapi mereka secara langsung, kami tau itu bukan masalah bagi keluarga Tuan Efada Junbi - satu-satunya keluarga Junbi yang tersisa di Muna. Mereka seperti lahir untuk ditakdirkan sebagai penguasa pedang. Sebagai sosok Blade Dancer.

Sebagai teman, tentu Fang tak hanya berpangku tangan melihat temannya pergi begitu saja ke tempat berbahaya. Siulan Jim juga terdengar seperti mendapat tanggapan dari raungan Giguna. Rona abu pada tangan  Fang yang sebelumnya meredup kini kembali menyala. Lantas ia pergi ikut mengejar.

Meski tak bisa sepenuhnya membantu. Setidaknya Fang bisa mengandalkan pukulannya untuk serangan pukul mundur - knock back.

Di depan sana suara raungan itu kian jelas. Semakin Jim bersiul, semakin Giguna itu meraung. Itu sebabnya di hutan manapun bersiul adalah tindakan pamali.

Jim terus berlari. Sandal kayunya menginjak-injak dedaunan kering. Menimbulkan suara gemericik cepat. Tanpa menghiraukan Fang yang sudah diperingatkannya, ia terus mengarah ke sumber auman Giguna. Meski kemampuannya terbilang amatir. Tapi teknik Blade Dancer milik keluarga Junbi tak bisa dipertanyakan.

Dirasa sudah dekat - bahkan setelah Fang memperhitungkan apa yang akan terjadi. Jim mengacungkan pedangnya. Sampai ketika sesuatu muncul di balik semak.

"[Fury Slasher]!!!" - serangan dua pedang. Mengabaikan Medan dan waktu - menciptakan serangan sekian milidetik. Serangan finishing - radius pendek.

"SRANNGGGG...." Cepat sekali gerakan itu. Baru sekian milidetik seekor Giguna mengeluarkan kepalanya dari balik semak. Ia sudah disambut dengan sepasang pedang Jim. Kepalanya bergelindingan sampai akhirnya mengetuk sepatu Fang.

Kesiur angin berhembus menerbangkan dedaunan. Rambut Fang yang tadinya melambai cepat melawan angin, kini melambai tenang. Benar-benar cepat sampai membuatnya lupa bernafas. Tatapannya terpaku pada kepala tanpa badan yang kini tepat di bawahnya.

"Cepat sekali Jim. Pertama kalinya aku melihat teknik keluarga Junbi," seru Fang kagum.

"Haha, kalau bukan karena didikan keras kakakku, belum tentu aku menguasai teknik tadi," balas Jim nyengir, "Baiklah, aku hanya perlu 1 cula saja. Kau boleh menguliti hewan ini untuk menjualnya, Fang," tutur Jim.

"Whooaa.. benarkah? Baiklah, aku akan mengulitinya setelah kubawa pulang," balas Fang senang.

"Terserah padamu saja," Jim tertawa ringan. Ia mengangkat pedangnya lagi dan menebas cula hewan itu. Tak lebih dari satu detik, cula itu sudah berada digenggamannya.

"Baiklah, aku harus kembali. Berhati-hatilah terhadap hewan-hewan itu. Di sini hanya satu ekor itu saja. Aku sudah mengamatinya," setelah mengucapkan kalimat itu, Jim berbalik dan kembali menyusuri jalan yang tadi ia lewati. 

Setelah agak jauh, langkahnya terhenti, ia berbalik, tampak memikirkan sesuatu, kemudian berkata,

"Umm.. mungkin untuk beberapa saat kita tak bisa bertemu. Besok pagi-pagi aku akan berangkat ke Toroda untuk menemui kakakku,"tuturnya.

"Untuk apa?"

"Ada perekrutan anggota Light Knight. Kakakku sudah menjadi ketua regu pasukan 6. Dia ingin aku mengikuti jejaknya,"

"Secepat itu Funan sudah menjadi ketua regu?"

"Dia memang penuh bakat Fang," jawabnya tersenyum. "Kau juga bisa menemuiku di sana. Tempat yang kutinggal tak jauh dari pasar kota," ucapnya.

"Aku akan mengunjungimu," balas Fang.

Jim hanya balas mengangguk senyum, kemudian pergi begitu saja.

Fang mulai mengikat bangkai Giguna.

Urat nadinya bahkan telah sepenuhnya berwarna abu. Bukan sesuatu yang sulit baginya untuk mengangkat hewan seberat 300 kilka² ini. Daridulu klan Hudan dikenal sebagai kuli profesional. Efek dari otot besinya itu membuat benda yang bahkan 20x lipat tubuhnya pun tak sulit untuk diangkat. Bangunan tingkat hingga istana tak lepas dari campur tangan klan Hudan.

Setelah kiranya siap, ia menggotong hewan itu pulang ke rumah. Tapi di saat ia hampir keluar dari area hutan. Terdengar sesuatu seperti berdenting. Suaranya kecil namun tegas. Suara yang membuat keadaan seketika senyap. Bahkan hembusan nafas tersengal Fang tak lagi terdengar.

Fang menyadari sesuatu. Dari arah matahari terbit tiba-tiba terlihat ledakan cahaya berwarna ungu. Terang menyilaukan. Bersinar tak lebih dari 2 detik. Tapi setelah hal itu terjadi, aura langit terasa berbeda. Yang sebelumnya berwarna biru cerah, kini seperti disusupi kemilau ungu. Pundak Fang juga kini terasa lebih ringan. Tapi setelah ia menyadarinya. Bangkai Giguna yang tadi ia pikul tiba-tiba lenyap.

¹Hewan semacam kerbau tapi bercula. Mamalia pemakan daging. Berbulu hangat seperti beruang.

²Timbangan Kerajaan Kan Dha. 1 kilka = 3,4 kilogram.

Jangan Lupa Vote Komen