Chereads / Break The Limit - Magic Explosion / Chapter 2 - Pemanah Angin

Chapter 2 - Pemanah Angin

Bukan pertanda baik. Sesaat setelah peristiwa tadi, Fang mempercepat langkahnya kembali ke perkampungan. Tapi bukan rumah tujuannya kali ini. Melainkan kediaman Dren³ Harumi.

Kediaman tersebut terletak cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Tapi, ada beberapa jalan pintas yang bisa ia lalui agar segera sampai ke tujuan. Salah satunya jalanan pasar yang tengah ia lewati saat ini. Meski tentu ia akan sedikit kesulitan karena padatnya jalan. Karena di akhir pekan seperti ini, banyak toko yang mengadakan promo dan bazzar. Bahkan Fang memaksakan langkahnya, dan tak peduli ketika ia menabrak seseorang dan menjatuhkan barang bawaan mereka.

Juga ada pertanyaan yang sekarang berdenyut di pikirannya. Apa mereka menyadari peristiwa tadi? Atau sebenarnya hanya Fang seorang yang menyaksikannya. Jika ditinjau dari kemungkinan, maka seharusnya mereka semua bisa melihat kejadian itu. Masih terekam jelas dalam ingatan Fang tentang momen di mana langit tampak ungu memesona. Tapi sedari tadi ia mempertajam pendengaran, bahkan tak ada seorangpun yang menyinggung tentang langit. Semua tampak normal, seolah tak terjadi sesuatu yang mengejutkan.

Gerbang besi dengan lambang angsa di tengah, kini mulai terlihat. Nampak siluet jingga begitu mencolok dari balik pagar besi itu. Untuk seorang warga sipil, masuk ke kediaman seorang Dren wajib memenuhi syarat, yang salah satunya jelas memiliki izin. Tapi predikat klan Hudan yang melekat pada Fang membuatnya diterima begitu saja. Mereka begitu dihargai karena peran penting mereka dalam memperjuangkan kejayaan kerajaan Kan Dha di masa lalu.

Harumi, dia telah menjabat sebagai Dren lebih dari 7 tahun. Selama masa itu juga, distrik Muna seperti mendapat keberkahan. Tak ada lagi rakyat miskin, kelaparan, atau mereka yang tak punya tempat tinggal. Pria berumur 40an tahun itu telah mengemban tugasnya dengan sangat baik.

Mengenai alasan Fang mengunjunginya, adalah karena Harumi adalah guru masa kecilnya. Yang ia tau dari Harumi sejak dulu adalah ia selalu bisa menjawab pertanyaannya. Meski pertanyaan itu terkesan naif.

Fang juga teringat dengan salah satu cerita dari Harumi mengenai peradaban masa lalu, yang salah satunya tentang ledakan sihir. Meski ia belum bisa memastikan apa yang dia lihat tadi, dan apakah yang dipikirkannya itu benar seperti yang digambarkan Harumi saat itu, ia tak tau. Tapi semoga kedatangannya saat ini membuahkan hasil.

Setiap dren pimpinan distrik dipersenjatai dengan beberapa ksatria Elite. Termasuk orang-orang yang kini mempersilahkan Fang untuk melewati gerbang. Lambang kepalan tangan di lengan kanannya cukup sebagai surat izin menemui dren.

Tak perlu masuk ke dalam bangunan untuk menemuinya. Ia sedang duduk tenang. Memandangi kolam ikan jernih penuh riak. Karena rasa campur aduk menggebu di hati Fang, tentang kejadian yang belum lama ini ia saksikan, juga pertemuan guru murid yang selama ini tak bertemu, ia segera menghampiri sosok itu bahkan sampai sedikit tersandung.

"Ehm.. salah sejahtera untuk anda yang mulia Harumi," ujar Fang setengah membungkuk.

Gerakan Harumi terhenti mendengar suara itu.

"Fang, kaukah itu?" sahutnya tanpa menoleh.

"Tentu guru,"

"Ah, kau rupanya. Lama tak bertemu,"

"Semoga guru selalu dalam keadaan sehat. Maaf atas kelancanganku sebelumnya, tapi aku perlu bantuan anda guru," jawab Fang tanpa mengangkat kepalanya.

"Sesuatu yang penting?"

"Aku tak bisa memastikan, tapi aku yakin kalau anda akan tertarik,"

Harumi mengangkat pandangannya. Menatap sosok Fang yang masih setengah membungkuk.

"Sudah lama aku tak mendapat sesuatu yang menarik darimu," ujarnya tersenyum "Ikutlah ke ruanganku," tuturnya sambil beranjak. Fang mengikut dari belakang. Dua sosok penjaga kekar ikut bergabung.

Seekor naga. Fang setengah terkejut saat melihat hewan itu terpampang di lukisan besar salah satu dinding. Tapi mereka terus berjalan menyusuri lorong hingga berhenti di salah satu pintu kayu oak. Pintu itu berukir gambar angsa yang merupakan lambang dari distrik Muna. Mereka memasuki ruangan itu, kecuali penjaga yang menunggu di depan pintu.

Sebuah ruangan redup menyapa kedatangan Fang. Hanya ada karpet merah terhampar, meja kecil dan lampu lilin di atasnya. Di salah satu sisi terdapat rak buku. Tercium aroma apel dan bunga Kamomil. Terasa menguar hawa ketenangan. Harumi melangkah menghampiri rak, kemudian mengambil sebuah buku. Lantas duduk di salah satu sisi meja

"Duduklah," tuturnya. Fang mengikuti perintah. Ia segera duduk menghadap Harumi.

"Baiklah, kau bisa menjelaskannya," perintah Harumi.

Fang mengangguk samar kemudian memulai kalimatnya "Pagi ini، saya memasang jebakan untuk memburu Giguna di hutan Arakish. Tapi semua selesai dalam waktu singkat setelah salah satu dari keluarga Junbi datang dan melakukan hal yang sama. Setelah ia pergi, dan memberikan hasil buruannya dengan percuma, aku ikut beranjak sambil menggendong tubuh besar Giguna. Tapi sesaat kemudian, setelah aku melewati hamparan pohon dan melihat ke arah matahari terbit. Sesuatu terasa berdenging di telingaku. Tapi, tepat setelah itu terjadi, sebuah ledakan cahaya muncul dari arah sana. Warna itu, kemilau ungu. Aku masih ingat bagaimana warna itu seperti menghias langit biru. Tapi banyak hal yang kemudian terasa janggal, Giguna yang kugotong tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Aura hutan juga seperti..."

"Tunggu sebentar," Harumi memotong kalimat Fang.

"Kau bilang, hewan itu tiba-tiba menghilang?"

Fang mengangguk. Tapi kali ini raut wajahnya dipenuhi kecemasan.

"Apa anda mengetahui sesuatu guru?" tanya Fang tak sabar.

"Ehm, soal ini. Kau ingat aku pernah bercerita tentang legenda YunZu? Aku memang tak yakin, tapi mungkin saja. Dilihat dari periode terakhir kejadian itu, saat sepuluh ribu tahun yang lalu. Tapi, semuanya terasa begitu cepat," air muka Fang menular ke Harumi. Ada kekhawatiran besar dalam wajah keriputnya.

"Jadi, ini ada hubungannya dengan ledakan itu?" Fang memastikan

"Ini hanya hipotesisku. Lagipula, aku belum melihatnya dengan mata kepalaku sendiri," tutur Harumi, "Tapi ada baiknya jika kita melaporkan ini kepada yang mulia Diwan terlebih dahulu. Kita harus selalu bersiap dengan apapun yang terjadi,"

"Kau masih ingat dengan cerita itu?" Harumi melanjutkan kalimatnya. Bertanya pada Fang.

"Ledakan sihir itu bukan?"

"Iya. Sebenarnya, ada bagian yang aku lewatkan. Ledakan itu bisa menimbulkan radiasi yang dapat menyerap ingatan manusia. Selain itu, dalam periode 10.000 tahun sekali, ledakan itu bisa terjadi berulang ulang. Itu artinya banyak spesies yang akan punah, dan manusia tak bisa mengingat namanya sendiri.." Harumi seperti menahan kalimat berikutnya. Ia tak melanjutkan. Lebih memilih untuk menatap Fang lekat.

"Sekarang, pergilah ke ibukota. Temui sang Raja, dan ceritakan semua yang kau lihat," perintahnya.

"Aku kurang percaya diri jika aku yang melakukannya. Apa tidak sebaiknya guru memerintahkan orang yang lebih senior untuk masalah ini?" tanya Fang keberatan.

"Kau yang melihatnya nak. Raja bisa menilai kejujuran seseorang," balas Harumi. Dia memang mengatakan fakta.

Diwan Naderline. Keluarga itu, selain dikenal sebagai keluarga bangsawan dan darah keturunan raja, salah satu kelebihan mereka adalah bisa akurat dalam menimbang apakah seseorang berkata jujur atau tidak. Memang tidak ada kelebihan segi fisik. Tapi dengan beberapa yang mereka punya, itu cukup membuat mereka piawai dalam masalah kepemimpinan.

Mempertimbangkan keadaannya saat ini, Fang menerima perintah tersebut. Harumi juga menekan supaya berita itu segera sampai ke telinga raja. Fang mengangguk, kemudian pamit undur diri.

"Akan segera saya laksanakan guru. Semoga kesehatan dan kesejahteraan terlimpahkan pada anda," Fang menaruh tangannya di dada dengan setengah membungkuk. "Dengan hormat saya mohon undur diri," lanjutnya.

"Mungkin aku punya benda yang akan berguna untukmu," ujar Harumi. Ia mulai beranjak, dan berjalan menuju lemari besar di pojok ruangan. Lemari kayu itu seperti khusus untuk tempat persenjataan. Tentu saja Fang baru menyadarinya untuk pertama kali.

"Coba kau gunakan," Harumi memberikan sebuah pakaian lengan panjang dengan vest hitam menyatu. Bahannya wol dan terasa seperti ada sentuhan sutra baja. Di lengan kiri sudah terpasang armor perak dengan bentuk paruh burung yang mengarah ke atas. Sungguh itu adalah pemandangan terindah bagi Fang. Tanpa diminta dua kali ia segera menerimanya.

"Itu adalah salah satu kostum yang dirancang khusus untuk keluarga Hudan. Sebetulnya itu milik salah satu temanku, ia memintaku menyimpannya dan memberikan benda itu kepada yang berhak. Dan kupikir, kaulah orangnya," sahut Harumi sambil menyerahkan kostum itu.

"Oh begitu, tapi di mana dia sekarang?" tanya Fang setelah benda itu di tangannya.

"Dia meninggal ketika pergi ke batas kontingen. Hewan yang dikabarkan sebagai mitos lama ternyata menyerangnya. Tapi tak ada satupun saksi yang bisa menjelaskan kejadian itu,"

Batas kontingen, itu berarti pesisir yang terletak jauh ke arah timur. Fang tak tau lebih, untuk apa gunanya pergi ke sana selain menyerahkan nyawa pada sang Diraja samudera. Meski untuk sekarang, monster itu hanya mitologi yang masih asyik diperbincangkan.

"Aku hanya masih tak mengerti kenapa setiap klan memiliki kemampuan unik tersendiri," Fang bergumam tak sadar. Tapi kalau itu cukup membuat Harumi menatapnya lekat.

"Layaknya hewan dan tumbuhan, mereka memiliki kemampuan dan keunikan tersendiri. Begitu juga kita nak. Manusia pada dasarnya tergolong menjadi beberapa ras. Dari setiap ras itu terdapat sejumlah keluarga dengan kemampuan unik tersendiri, dan itu yang mereka wariskan kepada anak cucu mereka kemudian," jelas Harumi singkat. Tapi Fang merasa kalimat itu seperti menyimpan sesuatu.

"Apa kekuatan itu semacam anugrah?"

"Begitulah yang terjadi pada hewan dan tumbuhan, masing-masing memiliki kemampuan tersendiri. Manusia memang memiliki fisik yang sama, tapi bukan berarti sama dalam hal kemampuan," balas Harumi tersenyum, "Kami juga bangga padamu, keluarga Hudan daridulu selalu memiliki kontribusi dalam membangun kerajaan. Kuharap kau akan menjadi penerus leluhurmu," lanjutnya.

Fang mengangguk tersenyum. Sekali lagi ia berterimakasih dan segera pamit undur diri. Fang menatap dua sosok penjaga yang tampak menatap garang tak berkedip itu, kemudian ia pergi berlalu. Kebetulan juga, esok Jim akan pergi ke ibukota. Mungkin ia bisa menjadi rekan di perjalanannya nanti.

Fang mencoba mengingat masa-masa ia belajar dengan sang dren Harumi. Betapa bijaksana dan uletnya pria tua itu. Dan kalau ia tidak salah mengingat, Harumi berasal dari keluarga Akuma. Tapi, entah apa spesialis dari klan itu.

***

Distrik Toroda - Ibukota Kerajaan Kan Dha

Keesokannya Fang menyewa kereta kuda untuk sampai ke tujuan. Apa yang ia pikirkan kemarin tentang keberangkatannya bersama Jim itu benar terjadi. Kini ia duduk di sebelahnya. Gerbong kereta berderuk saat melewati jalan bebatuan. Membuat Jim yang tadi terkantuk sadar seketika. Pria berambut pirang itu ternyata berlatih semalaman sebelum ia berangkat ke ibukota. Wajar jika wajahnya sekarang tampak mengantuk dan kusut.

Karena Toroda dan Muna berseberangan. Mereka tak perlu waktu lama untuk segera sampai ke tujuan. Bangunan-bangunan khas ibukota mulai terlihat. Berjajar rapi dengan lampion di setiap sisi trotoar. Orang-orang tampak hilir-mudik dengan barang bawaan mereka. Ramai dan menyenangkan. Meski ibukota dan tempat tinggalnya tak begitu jauh, ini adalah yang pertama kali bagi Fang. Tapi tidak dengan Jim. Karena keluarga Junbi pada dasarnya dibesarkan sebagai ksatria, mereka lebih ditekankan untuk tinggal di ibukota daripada distrik-distrik lain.

Mengenai alasan Jim tinggal di Muna adalah karena ia mencintai tempat subur dan ditumbuhi pepohonan rindang. Tidak seperti ibukota yang terasa sesak dan penuh hiruk pikuk seperti ini.

Jim menghentikan kusir begitu ia melihat sebuah bangunan dua tingkat yang terletak tak jauh dari perempatan yang baru saja mereka lewati. Setelah ia memberinya upah, Jim mengajak Fang untuk memasuki bangunan itu.

Tepat seperti yang Fang duga. Bangunan itu ternyata merupakan pandai besi sekaligus toko persenjataan. Lantai bawah sebagai toko dan keperluan menempa. Bagian atas yang nantinya akan mereka tinggali.

"Apa Funan akan bergabung dengan kita?" Fang bertanya.

"Tentu saja tidak, ketua regu diberi tempat khusus di barak militer," balas Jim "Kita akan tinggal di sini bersama pamanku, Kyle. Baiklah, ayo masuk," ajak Jim.

Kebetulan sang paman juga tau akan kehadiran mereka. Jadi, untuk hari ini toko ditutup.

Mereka mulai melangkah masuk. Tapi, belum saja Jim menyentuh gagang pintu. Suara ledakan menghentikan gerakannya. Sontak mereka menoleh ke sumber suara.

Di seberang jalan, tepatnya perempatan yang tadi mereka lewati, di sana terdapat bangunan bertuliskan farmasi. Kemungkinan penyebab terjadinya ledakan tak jauh dari salahnya penggabungan reaksi kimia. Ledakan itu juga bukan karena bom atau apa saja yang membahayakan. Hanya saja, ledakan itu cukup membuat seisi toko berantakan. Fang yang selalu memiliki rasa penasaran lebih segera mendekat ke bangunan. Tak hanya dia, bahkan beberapa orang yang melihat kejadian itu. Tapi tidak dengan Jim.

"Fang, biarkan saja. Itu sudah biasa terjadi," teriak Jim. Tapi panggilan itu hanya angin berlalu bagi Fang.

"Dasar otak udang," dengus Jim yang memutuskan untuk menyusul.

Jim memasuki farmasi tepat setelah langkah Fang. Ruangan yang dipenuhi banyak potion dan serbuk itu tampak tak berbentuk lagi. Asap bertebaran yang membuat mereka harus menutup hidung. Khawatir bila yang mereka hirup ternyata ramuan pengubah wujud. Orang-orang di luar juga tampak ramai karena mendengar hal ini. Tapi, mereka tak ingin lebih tau melihat asap yang mulai ke mana-mana.

Ada dua orang tersisa yang sedang berjongkok di bawah meja sambil menutup hidung. Tampaknya, terjadi sesuatu dengan mereka. Salah satu dari mereka yang sepertinya pemilik tempat ini tampak membentak orang satunya. Tapi yang dibentak juga tampak tak terima dan seperti memberi ekspresi mengancam. Kali ini, Fang kembali mengambil tindakan. Ia menghampiri mereka, yang kemudian disusul oleh Jim.

"Permisi, apa yang kalian lakukan di sini? bukankah ini berbahaya? Senyawa yang tak disadari kita hirup mungkin akan berakibat fatal jika terus berlama-lama di sini," ujar Fang.

Fang memang tidak berharap kalimatnya disambut baik. Sontak saja sang pemilik tempat membentaknya dan mengancam untuk tak perlu ikut campur dalam urusannya.

"Ini urusanku dengan bocah tolol ini," bentak pria paruh baya itu.

Fang dan Jim reflek memandang sosok yang dimaksud. Perawakannya memang seperti remaja yang baru menginjak dewasa seperti mereka. Pupil matanya merah menyorot. Seolah terpancar aura penuh tekad. Rambutnya coklat elegan, dan hidung mancung membentuk garis lurus. Pemuda ini tampak sangat tampan.

"Baiklah, daripada kalian terbengong seperti orang bodoh, bantu aku melaporkannya pada pihak keamanan ibukota. Dia harus membayar semua kerusakan ini," sahutnya "Kalian tak perlu khawatir dengan asap-asap ini, kalian hanya akan terkena flu ringan," tambahnya lagi.

Jangankan peduli, Jim yang mendengar perintah itu saja seketika berpaling.

"Ayolah, kau hanya membuang-buang waktu Fang," dengusnya sebal. Kemudian pergi meninggalkan Fang begitu saja.

Setelah hanya terdiam. Akhirnya si pemuda angkat bicara

"Tak perlu repot, aku akan pergi ke sana sendirian setelah mendapatkan apa yang kucari," sahutnya

"Apa kau bilang? Bukankah sudah kubilang aku tidak menyimpannya? Keras kepala sekali kau ini," kali ini volume suara si penjual lebih tinggi.

"Kecilkan suaramu pak tua!" balas si pemuda. Dan pemandangan berikutnya membuat Fang terkejut. Tak disangka setelah ia mengucapkan kalimat itu, ia meluncurkan bogem mentah tepat mengenai mulut si penjual. Saking kerasnya, pria tua itu terjembab dan entah bagaimana nasib gigi-giginya.

Spontan Fang mengambil tindakan

"Hey, apa yang kau lakukan bung," sahutnya menarik pundak si pemuda. Tapi, si pemuda tak berminat untuk menanggapi  Fang. Ia menghalau tangan yang berusaha meraih pundakya dan berjalan ke arah si pak tua.  Ada sesuatu yang nampak berkilauan di leher pria tua itu, dan si pemuda menarik paksa benda itu darinya.

Pria tua itu tampak meronta supaya si pemuda mengembalikan benda yang tampaknya seperti kunci. Memang kunci, karena setelah si pemuda menendang pak tua itu hingga terjembab untuk yang kedua kalinya. Si pemuda menghampiri sebuah kotak di bawah rak yang penuh berisi potion.

"Cepat atau lambat aku akan menemukannya. Kau malah membuat ini menjadi rumit pak tua," sahutnya setelah ia mengantongi beberapa potion.

"Hey! bisakah kau bersikap lebih baik!?" naik pitam sudah Fang melihat semua ini. Ia berjalan ke arah si pemuda. Kedua tangannya dipenuhi urat rona abu.

Melihat itu, si pemuda terkejut setengah mundur. Ia meraih sebuah botol berisi cairan biru tua, dan tanpa pikir panjang melemparnya ke arah Fang.

Keberuntungan berada dipihak Fang. Ternyata cairan tersebut berisi cairan peledak, dan Fang berhasil menghindarinya. Meski ledakannya kecil, tapi itu akan berakibat fatal jika telak mengenai tubuh. Fang juga mulai memahami dari mana asal suara ledakan yang ia dengar sebelumnya.

"Ternyata kau yang melakukannya!" bentak Fang yang kemudian kembali mengejar.

Si pemuda berhasil keluar dari toko dengan barang curian, dan Fang tetap mengejar, tak mengalihkan fokusnya. Dalam kekuatan Hudan, energi abu itu akan terus menguat seiring cepatnya detakan jantung. Dan tak disangka, si pemuda juga memiliki gerakan lincah yang memaksa Fang untuk terus memompa detak jantungnya.

Sepintas, dalam gerakan cepat, pemuda itu meraih sebuah tongkat pendek seukuran hasta dari ikat pinggangnya, itu terjadi setelah mereka melewati beberapa kerumunan dan mulai memasuki area lapang dengan jalan mendaki. Tongkat itu dengan sendirinya memanjang hingga membentuk busur, kemudian dengan cepat si pemuda memasang tali pemicu.

Gerakan gesit larinya juga membuat Fang tertinggal agak jauh. Tapi bukan berarti Fang kehilangan jejak, karena tanpa disadari pemuda itu malah mengarahkan dirinya ke arah jurang. Ia terpojok. Tapi, bukannya cemas. Ia kembali mengeluarkan seringai yang sama saat mereka di farmasi.

Kesempatan besar. Tak perlu banyak perhitungan. Fang sudah yakin dengan hasil. Semakin terpotong jarak antara mereka, semakin membara pula aura abu di tangan kanan Fang.

"[Iron Punch]!!" - serangan yang memfokuskan satu target, kekuatan serang sangat tinggi, tapi daya akurasi rendah. Efek dari skil ini adalah membuat tangan Fang membesar, dan dalam keadaan seperti itu ia melayangkan pukulannya ke tubuh si pemuda. Tapi apa yang terjadi berikutnya mengejutkan. Si pemuda menjatuhkan dirinya ke jurang tepat sebelum tangan perkasa Fang menghujam tubuhnya.

Yang benar saja, jurang ini sangat dalam. Meski di bawah sana terdapat sungai kecil, tapi kemungkinan seseorang selamat jatuh dari ketinggian ini sangatlah kecil.

Tapi apa yang terjadi setelahnya menjawab semua pertanyaan Fang. Tongkat yang dibawa pemuda itu memanglah busur panah. Tapi, tadi itu Fang sama sekali tak melihatnya membawa anak panah. Sehingga, Fang sama sekali tak menganggapnya sebagai ancaman kecuali kalau si pemuda menggunakan barang curiannya. Tapi, tentu saja itu tidak mungkin, karena barang itu lebih berharga dari nyawanya. Dan sekarang jelas, anak panah itu terbentuk dari skil khusus.

"[Wind Landing]!!!" - dalam sepersekian detik, busur menyediakan Arrow yang berefek ledakan kecil kinetik. Berguna untuk pendaratan jatuh dari ketinggian, efek knock back pada lawan, sedikit melumpuhkan hewan buruan. Tidak efektif untuk digunakan dalam pertarungan.

Dan sesuatu tampak melontarkan si pemuda dari amukan arus sungai. Kemudian, ia kembali berlari memasuki hutan.

Fang tak bisa berkomentar. Pengejarannya berakhir disini. Tapi, keinginan hati tetap tak berubah. Karena ia tak tau siapa nama pemuda itu. Sebutan yang cocok untuknya sekarang adalah, Pemanah angin.

⁴Julukan pemimpin daerah distrik.