Fang dan Jim baru saja turun dari kereta kuda. Tidak jauh jarak dari rumah ke istana. Mereka berangkat beberapa saat setelah matahari terbit. Seperjalanan bahan obrolan mereka hanya penyebab Fang melakukan hal yang tak terduga tadi malam.
"Aku sama sekali tak mengingatnya Jim. Hal yang kuingat terakhir adalah buku itu seolah memberiku energi yang sangat besar," jelas Fang.
Memang sudah dasarnya Jim akan menjadi sangat menyebalkan jika sudah kesal. Lihatlah tampang merengutnya saat ini.
"Cih, entah aku bisa tidur atau tidak nanti malam," balasnya ketus.
Fang juga tak terlalu memperhatikan sikapnya, ia lebih tertarik dengan keadaan tangannya yang padahal sama seperti biasa.
Pikirannya memutar kejadian semalam. Cahaya merah yang tiba-tiba bersinar malam itu, dan kekuatan tak terduga yang mengaliri seluruh tubuhnya. Kesadarannya yang tiba-tiba direnggut yang membuatnya menghancurkan dinding kamar Jim. Semakin banyak pertanyaan yang melintas di benaknya.
Fang juga menceritakan sekilas apa yang dirasakannya malam itu pada paman Dongji. Akhirnya, paman Dongji menyuruhnya membawa buku-buku itu kepada raja.
Sejauh mata memandang, kubah istana terlihat. Tanpa disadari langkah Jim menjadi lebih cepat. Fang menggeleng pelan, kemudian menyusul dengan langkah cepat.
Buku-buku yang dibawanya. Fang mulai mengingat dren Harumi pernah membahas sekelumit tentang buku tua misteri yang saat itu berada dalam pengawasan kerajaan. Buku itu menyimpan informasi tentang kekuatan maha dahsyat yang pernah ada. Setiap buku memiliki penjelasan dan deskripsi yang berbeda dengan buku yang lain. Ia juga mengatakan kalau informasi dari buku itu mungkin ada hubungannya dengan ledakan sihir YunZu. Tapi jika benar buku-buku itu adalah yang Fang bawa saat ini, maka cepat atau lambat ia akan mengerti.
Mereka sampai di gerbang, dua orang prajurit berseragam lengkap menghadang mereka dengan tombaknya. Jim langsung menunjukan sebuah lencana kepada mereka,
"Aku pemuda Junbi, saudara dari Funan ketua regu pasukan Light Knight 6, aku kemari untuk mengajukan seleksi anggota Light Knight pada yang mulia," sahut Jim tanpa jeda.
"Tak bisa nak, yang mulia sudah menjadwalkan waktu perekrutan. Tepatnya kemarin, seharusnya kau tidak terlambat jika sungguh-sungguh ingin mengikutinya," sahut salah satu prajurit itu.
Fang maju ke depan dan mengajukan diri, ia sedikit berbungkuk sebagai salam penghormatan.
"Aku Fang dari keluarga Hudan, kedatanganku kemari bersama Jim adalah untuk menyampaikan informasi dari dren Harumi, pemerintah distrik Muna, mantan ketua Akademi Fieren, ada beberapa hal yang harus aku sampaikan langsung pada yang mulia Diwan. Selain itu, aku diutus oleh Dongji Junbi untuk menyerahkan barang-barang yang dulu pernah dititipkan padanya," tutur Fang.
Mendengar itu, si prajurit tampak menimbang keputusan.
"Kalau begitu, aku akan tanyakan pada yang mulia terlebih dahulu. Tapi jika dia tak memberi izin, aku sarankan kalian untuk tidak memaksa," sahut salah satu prajurit yang memiliki tubuh lebih besar. Fang dan Jim hanya bisa mengiyakan keputusan tersebut.
Istana kerajaan terbilang sangat luas. Jarak dari gerbang ke istana itu sendiri saja lebih baik berkuda daripada berjalan kaki. Taman bunga, air mancur, dan beberapa pohon hias menjadi latar pemandangan di sini.
Di kala Fang dan Jim tengah mengagumi tempat tersebut. Sosok wanita anggun yang tengah menunggang kuda melintas di hadapan mereka, dan tentu saja perhatian itu kini sepenuhnya teralihkan pada wanita cantik ini.
Rambutnya pirang terang. Panjang dan dikepang samping. Matanya bulat dengan pupil biru seperti langit cerah. Kulitnya putih dengan rona merah apel. Ia membawa sebuah tongkat sihir pelangi yang ia taruh di punggungnya. Penampilannya yang dipadukan dengan kuda putih cantik yang ia tunggangi saat ini membuat siapapun yang melihatnya akan terpukau.
"Aku akan pergi ke air terjun seperti biasa," sahutnya pada sang prajurit. Suara itu terdengar lembut. Siapapun yang mendengarnya pasti merasa tenang.
"Baik putri Daria," jawab prajurit itu membungkuk.
Tak salah lagi, ini adalah salah satu putri Naderline, pikir Fang. Parasnya sangat meyakinkan. Ditambah, setelah sang putri mengabarkan itu pada prajurit. Mata bulatnya beralih pada Fang dan Jim. Membuat mereka kalap seketika.
"Ada perlu apa kedatangan anda kemari tuan-tuan?" tanyanya, lagi-lagi dengan intonasi yang sama.
Prajurit tak sepenuhnya bisa dipercaya. Mungkin saja, jika mereka malas bertugas mereka hanya akan memberi laporan setengah-setengah pada raja. Kesempatan ini tentu perlu dimanfaatkan.
"Aku kemari untuk menyampaikan informasi penting dari Dren Harumi kepada yang mulia, tuan putri," sahut Fang.
"Informasi penting?" ulang sang putri. Ia beralih menatap prajurit, "Kenapa kau membiarkan mereka tetap di sini?" tanyanya.
"Ampun tuan putri, hamba hanya mengikuti titah raja tentang jadwal pertemuan dengan yang mulia," jawabnya setengah membungkuk.
"Seharusnya kau bisa membaca keadaan, jika hal itu ternyata informasi penting, seharusnya kau membuat ini menjadi lebih mudahkan? Kau tau semua kerajaan di benua Wyvern belakangan ini sedang dalam kebingungan? Mereka membutuhkan banyak informasi tentang kejadian tak terduga akhir-akhir ini," tuturnya.
Tanpa disengaja Fang berfokus pada kalimat terakhirnya.
"Baiklah," putri Daria kembali menatap Fang, "Biar aku langsung yang mengantarmu, aku juga ingin tau sepenting apa informasi yang kau bawa," sahutnya.
Fang mengangguk dalam "Baik tuan putri, terimakasih atas pembelaan anda."
Putri Daria sudah berbalik sebelum Fang menyelesaikan kalimatnya. Fang menyikut lengan Jim. Yang disikut malah terkejut seperti baru sadar.
"Dia cantik sekali," Jim bergumam.
Fang hanya tersenyum ketir melihat tingkah temannya itu. Tapi dalam hati yang terdalam, ia sangat menyetujui pendapat Jim. Dia memang sangat cantik.
Saat langkah mereka hampir sampai menyentuh gerbang istana, si prajurit yang tadi melapor baru saja keluar. Ia langsung membungkuk hormat melihat sosok putri Daria di atas tunggangannya, dan ekspresinya berubah drastis saat beralih pada dua orang di belakang sang putri.
"Hey, Lancang!! Yang mulia tidak.."
"Aku yang membawa mereka," potong sang putri tersenyum.
Prajurit itu gelagapan. Setengah karena terkejut, setengah karena senyuman indah sang putri. Tak mau sampai kehilangan kesadaran, ia segera membungkuk,
"Maaf atas kelancanganku tuan putri, hamba pamit untuk kembali berjaga," ucapnya.
"Tanyakan pada temanmu apa yang tadi kukatakan padanya," sahut Putri Daria.
"Baik tuan putri," kemudian prajurit itu beralih.
Latar tempat berganti menjadi ruangan besar mewah. Karpet besar merah membentang hingga singgasana. Cahaya mengintip melalui jendela besar penuh hias dan menerangi ruangan. Lentera terpajang di setiap pilar. Terbayang begitu indah bila malam tiba.
Di arah satu garis lurus, sesosok pria paruh baya dengan badan tegap duduk di singgasana megahnya. Mahkota yang menjadi lambang perkasa bertengger kokoh di kepala. Sedikit rambut putih yang terlihat. Tapi raut wajah itu menegaskan keadilan dan kemakmuran.
Di sampingnya, sesosok wanita anggun berumur yang sepertinya adalah sang permaisuri. Rambutnya pirang indah. Sepasang mata biru itu tampak khas dengan wajah tirusnya. Setelan jubah kaisar merah yang mereka pakai juga tampak senada. Ia duduk anggun di samping yang mulia.
Fang mengibas tangannya di depan muka Jim. Tak sopan sekali ia melihat cara jalan tuan putri setelah turun dari kudanya. Jim balas menaikan satu ujung bibir.
"Salam sejahtera ayah, ibu" tutur putri Daria berlutut dengan satu kaki. Fang dan Jim mengikut di belakangnya.
"Apa ini orang yang dilaporkan prajurit gerbang tadi?" tanya raja Diwan.
"Iya yang mulia, maafkan aku lancang memaksanya masuk. Aku ingin sekali mendengar informasi yang hendak ia sampaikan," sahut tuan putri yang kemudian mulai mengangkat tubuhnya.
"Memangnya apa yang disampaikan Harumi sampai kau tak bisa menunggu di pekan depan, anak muda?" tanya sang raja. Penyebutannya tentang sang dren pastilah dari deskripsi yang disampaikan prajurit tadi.
Fang mulai mengajukan diri. Ia mengambil beberapa langkah di depan tuan putri, kemudian membungkuk memberi salam penghormatan.
"Salam sejahtera untuk anda yang Mulia, kedatangan hamba kemari memang berdasarkan permintaan sang Dren, dan mengenai alasan mengapa harus hamba sendiri yang melakukannya, padahal ada yang lebih pantas atau lebih senior daripada hamba, adalah karena hamba sendiri yang menyaksikan kejadian itu," Fang menggantungkan kalimatnya.
"Menyaksikan apa?" bahkan tuan putri sendiri tak tahan mendengarnya lebih lanjut. Yang mulia mengangkat sebelah tangannya kepada tuan putri sebagai isyarat untuk diam, dan ia kembali berlutut sambil menaruh tongkat sihir di sisinya.
"Ceritakanlah!" titah yang mulia.
"Hamba tak tau pasti, tapi menurut dren Harumi sendiri, yang sudah bergelut dalam dunia pendidikan dan mantan ketua di Akademi Fieren. Apa yang hamba saksikan adalah legenda sepuluh ribu tahun yang lalu. Ia memperkenalkannya padaku sebagai, ledakan sihir YunZu. Semua orang yang melihatnya akan melihatnya dari arah matahari terbit, dan hamba adalah salah satunya," jelas Fang.
Yang mulia terdiam. Penjelasan singkat itu berhasil membuatnya bungkam. Ada raut khawatir yang terlintas di wajahnya.
Putri Daria menatap heran Fang. Seolah meminta penjelasan lebih, tapi itu hanya akan terjadi setelah titah raja.
"Teruskan!"
"Kejadian ini dua hari yang lalu yang mulia. Hamba juga menyadari hal ini sebagai sesuatu yang abnormal, semua orang bisa saja menganggap itu hanya ledakan permainan sihir atau semacamnya. Tapi, mana mungkin permainan sihir bisa membuat seekor Giguna gemuk yang kubawa hilang begitu saja, juga rona langit tampak disusupi sesuatu yang tak terlihat. Memang tak semua orang yang bisa menyaksikan kejadian itu. Tapi tadi pagi salah satu keluarga Junbi, paman Dongji mengabarkan padaku bahwa ada dari keluarga Hudan di kerajaan lain yang menyaksikan hal yang sama denganku. Aku belum menceritakan apa-apa padanya. Tapi yang ia ceritakan begitu persis dengan apa yang kualami,"
"Apa itu artinya saksi hanya dari keluarga Hudan saja?" tanya yang Mulia.
"Beberapa keluarga tertentu, seperti Gimanhaki dari distrik Tochoki, kerajaan Hattar. Keluarga Anbaru, yang terkenal di Kerajaan QioZen. Itu saja yang hamba tau yang mulia," tutur Fang.
TYang mulia menarik nafas panjang. "Tak kusangka legenda itu ternyata kembali, selama ini aku hanya berharap legenda itu membisu, yang hanya sebagai pembicaraan omong kosong belaka," sahutnya.
"Apakah Dongji menunjukan sesuatu padamu?" tanya yang mulia kemudian.
Fang mengangguk, lantas melepas tas punggungnya. Ia menunjukkan beberapa buku yang ia terima dari paman Dongji tadi malam.
"Hanya ini yang mulia," sahut Fang.
"Apa kau merasakan sesuatu dari buku itu saat kau membacanya nak?" tanya sang Raja.
Terlintas memori yang membuat Fang menyunggingkan senyum "Energi luar biasa, kekuatan. Tapi bersamaan dengan itu, kesadaranku direnggut," tuturnya.
"Berarti tubuhmu belum siap," tutur sang raja, "Seperti anak merpati yang belum sanggup mengepakkan sayapnya, kau memerlukan batas tubuh yang cukup. Aku juga pernah membacanya sebagian kecil, hanya sebagian, karena tubuhku sampai sekarang bahkan belum mampu mencapainya," jelas yang mulia.
"Batas tubuh? Maksud anda yang mulia?" Jim bertanya mendahului Fang.
"Suatu pengukuran akan kemampuan tubuh, dibagi menjadi 7 tingkatan, yang dimulai dengan pemula dan diakhiri dengan Legenda. Tapi di setiap generasi, tak lebih dari hitungan jari orang yang bisa mencapai tingkatan akhir. Tentang buku itu, sebetulnya aku pernah memerintahkan beberapa orang untuk bertapa dan memperkuat batas tubuh mereka, tapi tak satupun yang bisa mengungkap apa isi buku tersebut. Hingga akhirnya aku menyerah, dan melupakan persoalan ini," bahkan yang mulia tak mengijinkan orang lain yang menjelaskannya.
"Kalau begitu," Fang maju selangkah, "Hamba siap mengorbankan jiwa hamba untuk hal ini yang mulia," sahut Fang menaruh kepalannya di dada.
"Bukan hal mudah nak, bahkan kau harus mengorbankan nyawamu untuk semakin meningkat."
"Hamba selalu bersedia mengabdikan diri untuk kerajaan, seperti yang telah dilakukan keluarga Hudan terdahulu, yang mulia," jawab Fang tertunduk. Suaranya tegas meyakinkan.
Suasana lengang sejenak. Bahkan hembusan angin siap menjadi saksi keteguhan ini. Yang Mulia menatap Fang lekat, kemudian menatap Jim bergantian.
"Daridulu, tak ada yang bisa menghalangi tekad Hudan. Keluarga Junbi juga selalu di lini depan sebagai ujung tombak. Kalian adalah teman baik, aku yakin kalian bisa menghadapi ini bersama. Kalau begitu, aku perintahkan kalian untuk pergi ke distrik Vaylon, temui seseorang yang bernama Master Jhae Kong. Master adalah satu tingkat di bawah legenda, umurnya hampir satu abad. Hanya bayi baru lahir yang tak mengenalnya, bahkan tunarungu sejak lahir tak asing dengan nama itu," jelas sang Raja.
Fang mengangkat pandangannya, beradu tatap dengan Jim. Mereka saling mengangguk meyakinkan satu sama lain. Meski di sisi lain Fang tau, keinginan Jim untuk menjadi Light Knight terpaku dalam, tapi nyatanya ia lebih memilih untuk menemani rekannya. Mereka menaruh kepalan tangan di atas dada lantas berlutut sebelah kaki, tanda atas kepatuhan mereka atas perintah raja. Juga, di sisi lain,
"Ayah!"
"Izinkan aku menemani mereka," sahut sang tuan putri.
"Perjalanan ini mungkin berbahaya, sebaiknya pertimbangkan keputusanmu," sang permaisuri yang sedari hanya menyimak kini angkat bicara setelah mengetahui kehendak putrinya itu.
"Maafkan kelancanganku ayah, ibu. Tapi, daridulu yang kutahu Naderline selalu menjadi bagian penikmat hasil, sementara Hudan dan Junbi bermandikan darah dan keringat, aku ingin setidaknya mengubah sejarah yang terkesan tak adil itu,"
"Tak ada yang tak adil nak! Naderline dianugerahi kemampuan memimpin. Semua daerah pimpinannya selalu sejahtera dan makmur, kau pikir semua itu hal mudah seperti membalik telapak tangan?" permaisuri tampak terbawa suasana. Yang mulia bahkan harus mengangkat tangannya untuk menghentikan adu argumen itu.
Putri Daria tampak sedih bercampur kesal "Ayah dan ibu sendiri tau, aku dari kecil selalu ingin menjadi penyihir hebat. Menyelamatkan dunia dengan tanganku sendiri, bukan dengan tangan-tangan mereka yang kusuruh," meskipun itu bantahan, tapi itu lebih terkesan memohon. Putri Daria mengucapkan kalimatnya dengan tertunduk dan penuh harapan.
Sang raja menghela nafas panjang.
"Kuhargai usahamu putriku, jika memang itu yang kau inginkan, aku akan mendukungmu," kalimat itu disambut oleh senyuman puas sang putri.
"Kau juga anakku yang spesial Daria, berbeda dari yang lain. Jaga dirimu baik-baik, mengenai jadwal keberangkatan, aku akan menyuruh Gopher mengaturnya," lanjutnya.
Fang juga melihat seperti ada sesuatu yang membahagiakan di mata Jim. Ia hanya bisa tersenyum melihatnya.
Tapi di sisi lain, ventilasi dengan sebuah tonjolan yang cukup untuk seekor burung hinggap. Gagak hitam terbang jauh meninggalkan istana itu, menuju salah satu pohon yang terletak di pekarangan rumah kosong. Rumah bekas kebakaran, kabarnya. Dari balik pintu muncul sesosok pria dengan topeng hitam putih berselisih vertikal. Senada dengan pakaiannya. Ia mengangkat tangannya dan membiarkan gagak itu hinggap di sana. Dari balik topeng itu, si pemilik wajah tersenyum.
"Informasi apa yang kau dapat?"