Naya yang penasaran dengan orang yang menelephonnya, bergegas pergi ke ruang tengah. Tanpa ragu-ragu, Naya pun langsung menyapa si penelephon di seberang sana.
"Halo!" sapa Naya ramah.
"Naya!" sapa si penelephon dengan suaranya yang serak.
"Oh ya, aku Naya!"
"Kamu siapa?" tanya Naya yang penasaran dengan suara lelaki yang didengarnya.
"Aku Putra."
"Apa?!" Naya yang terkejut langsung bangkit dari sofa.
"Kamu kak Putra!" tanya Naya ragu.
"Aku ingin bertemu denganmu, Nay."
"Kamu mau bertemu denganku?!" tanya Naya dengan suara bergetar.
"Dimana?"
Si penelphon yang mengaku bernama Putra itu pun menyebutkan lokasi tempat yang harus didatangi Naya. Dan Naya pun mendengarkan penjelasan si penelphon dengan seksama.
"Baiklah!"
"Aku akan datang tepat jam 20.00 wib." Sahut Naya.
Kemudian, Naya pun langsung menutup sambungan telephonnya. Naya yang masih dalam keadaan berdiri, perlahan meletakkan gagang telephon yang masih dipegangnya. Naya berusaha menenangkan dirinya dengan kembali duduk di sofa.
Naya terlihat termenung seorang diri. Dia masih tidak percaya kalau dirinya bisa berbicara langsung dengan Putra. Meskipun sosok Putra memang tidak asing baginya. Tapi, kemunculannya yang tiba-tiba. Membuat Naya harus berfikir keras dan merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Hingga berbagai pertanyaan pun bermunculan di dalam fikirannya.
"Apa yang harus ku lakukan saat ini?"
"Apa aku harus memberitahunya tentang hal ini?"
"Aku bingung memikirkan ini semua."
"Bagaimana mungkin Putra mengetahui nomor ponsel dan nomor telephon rumahku?"
Naya berusaha mencari jawaban dari semua pertanyaan di dalam hatinya. Tapi, tidak satu pun jawaban yang berhasil menenangkan hatinya. Naya yang merasa pusing dengan sms dan telephon misterius yang diterimanya, langsung merebahkan kepalanya ke sandaran sofa. Naya berusaha memejamkan matanya. Agar dia dapat menghilangkan sejenak kegundahan hatinya. Hingga Naya tidak menyadari kemunculan ibu di ruang tengah.
Ibu yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Naya. Mengetahui kegelisahan yang sedang dirasakan oleh anak perempuannya. Perlahan beliau pun duduk di sebelah Naya.
"Ada apa, Nay? Tanya ibu lembut.
Naya hanya terdiam sambil memejamkan matanya. Sedikit pun Naya tidak mengeluarkan suara.
"Ibu yakin, kamu mendengar suara ibu." Kata ibu yang masih duduk di sebelah Naya.
Tapi, Naya tidak merespon pertanyaan ibu. Ibu yang menyadari kalau ucapannya tidak dipedulikan oleh putrinya. Akhirnya, menggoyang-goyangkan tubuh Naya. Tapi, Naya sedikit pun tidak menoleh kepadanya. Bahkan tubuh Naya langsung lunglai terbaring di atas sofa.
"Eh, kamu tidur Nay!"
"Percuma saja ibu nanya kamu macam-macam. Ternyata, kamu sudah pergi ke alam mimpi." kata ibu yang langsung berdiri dan meninggalkan Naya yang tergeletak tidur di atas sofa.
#########################################
Jam dinding di ruang tengah sudah berdentang delapan kali. Naya sudah bersiap akan keluar menemui Putra di lokasi yang sudah disebutkannya di telephon. Namun, langkah Naya terhenti saat dilihatnya sosok wanita berbaju putih telah berdiri di depan pintu ruang tamu. Wajahnya yang pucat dan dingin, menghadap lurus ke depan Naya. Matanya yang sipit kemerahan dengan bibirnya yang membiru, terus memandang ke arah Naya yang berdiri dua meter di depannya.
Meskipun ada rasa takut di hati Naya. Tapi, Naya berusaha memberanikan diri menatap sosok wanita berbaju putih yang terus tersenyum padanya.
"Tolong, jangan ganggu aku!" pinta Naya. Tapi, wanita berbaju putih itu masih saja berdiri sambil tersenyum.
"Aku mau keluar malam ini. Aku harus menemui kak Putra." Jelas Naya dengan mengiba.
"Tolong, menyingkirlah dari jalanku!"
"Aku tidak mau terlambat."
"Ku mohon pergilah!" sentak Naya pada sosok wanita berbaju putih yang ada di hadapannya. Tiba-tiba, sosok wanita berbaju putih itu pun menghilang. Dan Naya langsung berlari keluar rumah. Dengan tergesa-gesa Naya mengeluarkan motornya dari halaman rumah. Dan langsung menggasnya menuju lokasi yang dikatakan Putra.
Beberapa nama jalan telah dilewati Naya. Hingga nama jalan berikutnya yang membuat Naya merasa ragu untuk memasukinya. Area perkomplekan yang tidak begitu jauh dengan kampusnya.
"Bukankah jalan di sebelah sana jalan menuju kampus?" tanya Naya pada dirinya.
"Seingatku, ini jalan perkomplekan yang pernah terkena musibah kebakaran beberapa tahun yang lalu." Naya terus mengamati keadaan jalan yang sedang dilaluinya.
"Mengapa suasana malam ini sangat mencekam? Padahal baru sekitar jam 8 malam. Udaranya pun terasa sangat dingin dan sangat menusuk pori-pori." Naya masih terus mengendarai motornya, meskipun dia mengetahui kalau dirinya sedang memasuki jalan menuju wilayah perkomplekan yang telah hangus terbakar.
Setibanya Naya di depan pintu gerbang perkomplekan, Naya merasa hatinya menjadi ragu.
"Apa benar kak Putra menungguku di dalam perkomplekan ini?"
"Apa masih ada rumah yang berpenghuni di dalam sana?"
"Setahuku semuanya telah hangus terbakar dan banyak yang menjadi korban."
"Tapi, kenapa kak Putra memintaku datang ke tempat ini?"
Naya yang masih duduk di atas motornya, tersentak kaget. Pada saat pintu gerbang komplek mendadak terbuka dengan sendirinya. Mata Naya pun terbelalak kaget, ketika dilihatnya pemandangan yang ada di dalam komplek tersebut. Komplek dengan bangunan-bangunan rumah yang sangat indah di dalamnya. Suasana komplek yang asri dan nyaman. Dengan lampu-lampu taman yang berwarna-warni.
Naya pun akhirnya kembali menghidupkan mesin motornya. Dan melanjutkan perjalanannya memasuki area perkomplekan tersebut. Naya tidak menyangka kalau para warga kompleknya sangat begitu ramah kepadanya. Mereka melambai-lambaikan tangan dan memanggil-manggil Naya, agar singgah di rumah mereka. Naya hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada mereka. Naya masih terus mencari nomor rumah yang telah disebutkan Putra di telephon.
Tibalah Naya di sebuah rumah besar dengan bangunan sangat unik. Naya pun mematikan mesin motornya. Dan berjalan mendekat ke pintu pagar besi yang berukuran tidak begitu tinggi.
"Sepertinya rumah ini yang dimaksud kak Putra. Karena, nomor rumahnya sama dengan yang disebutkannya tadi di telephon."
"Tapi, pintu pagarnya tergembok dari dalam." Naya berusaha menengok ke sana kemari. Naya berharap Putra melihat kedatangan dirinya ke rumah itu. Tapi, Naya tidak melihat siapapun berada di sekitar rumah.
Tiba-tiba saja pintu pagar yang tergembok itu dapat terbuka dengan sendirinya. Naya terkejut, jantungnya berdegup sangat kencang.
"Bagaimana mungkin pintu pagar itu terbuka sendiri? Jelas sekali aku melihatnya tergembok."
"Ada yang tidak beres di tempat ini."
"Aku harus pergi dari rumah ini." Naya membalikkan badannya dan berniat akan pergi. Tapi, niatnya itu dibatalkannya. Karena, mendadak Putra telah berdiri di belakangnya.
"Kak Putra!"
"Kamu mau kemana?"
"Aku mau pulang, kak."
"Masuklah!"
Lelaki yang dipanggil dengan sebutan kak Putra itu pun menggiring Naya masuk ke dalam rumah besarnya. Naya yang merasakan ada sesuatu yang aneh dengan sosok Putra. Berusaha tenang dan terlihat biasa saja. Meskipun keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Naya tetap mengikuti langkah Putra masuk ke dalam rumahnya.