"Aku tersesat!"
"Apa maksud ucapan tersesat?"
"Aku merasa aku tidak tersesat. Aku naik kapal yang bersandar di dermaga pelabuhan."
"Bagaimana mungkin aku tersesat?"
"Kalau aku tersesat, kemana kapal ini akan berlabuh?"
"Aku akan dibawa kemana?"
"Hah, aku akan sampai dimana nantinya?!"
"Sial betul nasibku kalau aku benar-benar tersesat!"
Naya yang masih duduk di anak tangga dek 5. Terus berbicara dengan hatinya. Sambil memikirkan nasibnya yang tidak menentu saat ini. Saat Naya sedang termenung, tiba-tiba dia mendengar pengumuman dari bagian informasi. "Kepada seluruh penumpang harap segera mengambil makan malam yang telah tersedia."
"Apa?!"
"Makan malam?!"
"Bukankah ini masih siang?"
"Baru saja tadi jam setengah dua siang."
"Kenapa mendadak makan malam?"
"Jam berapa sekarang?"
Naya pun kembali melihat jam tangannya. Dan ternyata jarum jam masih menunjukkan pukul 15.30 wib. Atau setengah empat sore. Naya yang bingung terus memikirkan kejadian-kejadian aneh yang mulai menghampiri dirinya.
"Kenapa waktunya bisa berubah seperti ini, yah?"
"Aku jadi bingung."
"Oh ya, aku tanya saja ke bagian informasi!"
Naya pun beranjak pergi mencari ruang informasi. Tidak berapa lama setelah Naya melewati beberapa lorong. Akhirnya, Naya berhasil menemukan ruangan informasi. Dan Naya pun bisa menemui seorang lelaki yang tengah duduk di ruang bagian informasi. Wajah lelaki itu tidak terlihat dengan jelas. Karena, tertutupi oleh topi hitam. Naya pun memaksa masuk ke dalam ruangan informasi.
Betapa terkejutnya Naya saat melihat secara langsung sosok lelaki tua yang ada di hadapannya. Ternyata, lelaki itu tidak memiliki kaki dan tangan. Dan wajahnya pun sungguh sangat menyeramkan. Wajah hitam yang sebagiannya tertutupi oleh luka basah penuh nanah dan darah. Membuat Naya harus menutup mulut dan hidungnya. Karena, tidak tahan dengan bau busuk dan amis dari tubuh lelaki tua itu.
"Maaf pak, saya mau tanya sekarang ini malam atau siang?" tanya Naya pelan kepada lelaki tua itu.
"Malam."
"Tapi, jam saya menunjukkan sekarang ini masih siang pak!"
"Malam."
"Menurut bapak, kapan kapal ini akan sampai di pulau seberang?"
"Malam."
"Apa di kapal tidak ada siang pak?"
"Malam."
"Bapak kenapa menjawab malam terus?"
"Kamu gadis malang kembalilah!"
"Maksud bapak?"
"Gadis malang yang tersesat."
Lelaki tua itu pun langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Naya yang masih tertegun. Perlahan Naya pun berjalan keluar dari ruangan informasi. Dia masih saja memikirkan ucapan lelaki tua yang tadi ada di hadapannya.
Naya terus berjalan menuju dapur. Dia berniat singgah di dapur untuk mengambil makan malam yang akan dimakannya. Sesampainya di dapur Naya hanya dapat berdiri di luar saja, sedangkan menu makannya sudah tersedia di loket dapur beserta dengan minumannya.
"Sebenarnya, aku sama sekali tidak merasa lapar. Kenapa yah?!"
"Padahal dari tadi aku berangkat, sedikit pun aku belum makan sesuatu apapun."
Naya pun memegangi perutnya yang masih terasa kenyang.
"Tapi, aku memang benar-benar tidak merasa lapar."
"Mengherankan!"
"Ini semua di luar kebiasaanku."
"Ah, biarlah aku ambil saja lalu ku simpan. Mungkin nanti kalau aku merasa lapar baru aku makan."
Naya pun bergegas mengambil kotak makanan yang telah terhidang. Lalu, dengan cepat Naya kembali ke kamar tidurnya di dek 4. Sesampainya di tempat tidurnya Naya langsung membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah.
Hawa dingin AC kapal membuat Naya cepat terlelap dalam tidurnya. Namun, antara setengah sadar Naya melihat sosok wanita berbaju putih telah duduk di tepi tempat tidurnya.
"Kamu?!" tegur Naya pada sosok wanita berbaju putih itu.
"Kenapa kamu ada di dalam kapal ini juga?"
"Kamu mengikuti aku?!"
"Pergilah! aku sedang tidak mau diganggu. Aku pusing dengan semua yang aku alami."
"Pergilah!"
"Aku mohon pergilah!" pinta Naya sambil menangis.
"Aku juga mau pulang ke rumah."
"Aku rindu keluargaku."
"Sampai kapan aku harus berada di dalam kapal ini?" Naya yang menangis menutup wajahnya dengan kedua teapak tangannya.
Sosok wanita berbaju putih itu masih duduk di sebelah Naya. Wajahnya yang putih pucat terlihat sangat dingin. Dia juga terus menatap Naya yang masih menangis di sebelahnya.
Tiba-tiba, terdengar suara kasar membentak sosok wanita berbaju putih.
"Siapa kamu?" bentak wanita berparas sangat buruk dan menakutkan itu kepadanya.
Tidak ada jawaban dari wanita berbaju putih. Dia hanya tersenyum.
"Kamu bukan dari bangsa kami!"
"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"
"Jangan dekati gadis itu!"
"Dia kini tawanan bangsa kami."
"Dia akan jadi bagian dari kami."
"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"
"Itu tidak akan pernah terjadi!" jawab wanita berbaju putih dengan lantang.
"Aku ada bersamanya."
"Dia akan terbebas dari lingkaran setan."
"Aku yang akan membawanya pulang."
"Hi.....hi.....hi.....hi...!"
Naya yang sedang menangis akhirnya terdiam. Karena, mendengar suara gaduh. Tapi, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang sedang diributkan. Naya berusaha membuka kedua telapak tangannya. Dan ingin melihat apa yang sedang terjadi. Tapi, Naya tidak bisa mengeluarkan tangannya dari kain putih yang menutupi tubuhnya.
"Kain apa ini?" tanya Naya dalam hati.
"Kenapa aku terbungkus kain putih?"
"Kain siapa ini?"
"Ataukah ini kain?"
"Oh, tidak!"
Naya pun berusaha menarik paksa kain putih yang membelit tubuhnya. Tapi, tidak bisa. Kain putih itu sangat kuat menutup tubuh Naya. Suara ribut masih saja terdengar. Namun, Naya tidak bisa menyaksikan keributan yang sangat mengganggu pendengarannya.
"Apa sebenarnya yang terjadi?"
"Kenapa kain putih ini begitu kuat menutupi tubuhku?"
"Apa maksudnya aku ditutupi seperti ini?"
Naya yang merasa tidak nyaman dengan kain putih di tubuhnya. Terus berusaha membukanya dengan paksa. Tapi, tetap tidak bisa. Hingga Naya pun kelelahan dan terbaring dengan ditutupi oleh kain putih panjang yang tidak jelas darimana asalnya.
Dari dalam kain putih Naya bisa melihat bayangan sosok makhluk buruk rupa yang sedang berbicara dengan sosok wanita berbaju putih yang ada di sebelahnya. Meskipun Naya tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa aslinya makhluk itu. Tapi, dalam hati Naya yakin kalau wajah makhluk itu sangat menyeramkan.
Cukup lama juga Naya berada dalam belitan kain putih panjang. Hingga dia pun tidak lagi sadar kapan kain putih panjang itu terlepas dari dirinya. Saat sadar dan terbangun dari tidurnya. Naya tidak lagi menjumpai siapa pun berada di dekatnya. Ruangan tempatnya tertidur sangat sepi dan tidak ada penumpang lain berada bersamanya.
Naya pun menangis tersedu-sedu. Dia mulai merasa takut berada di dalam kapal yang sedang ditumpanginya.
"Apa yang harus ku lakukan di saat seperti ini?"
"Aku tidak bisa berlari meninggalkan kapal ini."
"Kepada siapa aku harus mengadu?"
"Aku tidak bisa menelephon keluargaku."
"Aku.....takut!"
"Aku tidak mau berada di dalam kapal ini."
Sambil terus menangis Naya pun memeluk erat tas ranselnya. Tiba-tiba, tangannya menyentuh sesuatu.
"Apa ini?"
Naya pun membuka tas ranselnya. Dan betapa senang hatinya saat dilihatnya blue diary ada di dalam tas ranselnya.