Diary.....
Entah mengapa pagi ini aku tidak bersemangat mengikuti perkuliahan. Padahal hari ini merupakan jadwal mata kuliah yang sangat aku sukai. Tapi, perasaan suntuk telah menderaku. Hingga aku harus menyendiri di sini.
Diary.....
Terkadang aku tidak mengerti dengan fikiran dan perasaanku sendiri. Hingga aku harus terseret-seret ke dalam suatu kejadian yang seharusnya tidak aku alami. Aku manusia biasa yang memiliki rasa takut dan khawatir akan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata orang lain. Tapi, aku melihatnya.
Diary.....
Semalam aku bermimpi berjalan di atas lautan luas seorang diri. Aku merasakan tubuhku terombang-ambing di atas lautan tanpa berpegangan. Aku pun melihat langit gelap menutupi lautan luas yang tidak berujung. Pertanda apakah ini, teman?"
Diary.....
Apakah ini hanya sebuah bunga tidur?
Ataukah pertanda ada sesuatu yang akan aku alami?
Meskipun aku merasa sedikit was-was, tapi ada kamu tempat ku menumpahkan segala kegundahan hatiku.
Diary.....
Jujur ku katakan padamu, sebenarnya aku belum pernah merasakan berada di tengah lautan luas.
Aku hanya melihat keindahan laut dari layar televisi.
Andai aku bisa naik kapal besar dan berlayar mengarungi lautan luas.
Bagaimana rasanya, yah?
Bukan seperti mimpiku semalam yang membawaku berjalan di laut.
Sungguh mimpi buruk yang sangat mengerikan untukku.
Diary.....
Terima kasih telah setia menemani hari-hariku.
Dan menampung semua curahan isi hatiku.
Aku sayang padamu, diary.
Naya pun menyudahi tulisannya dan menutup blue diary kesayangannya. Baru saja Naya akan mendorong bangku yang tadi di dudukinya.
Tiba-tiba saja, Mia datang dan meminta bantuan Naya untuk menyelesaikan tugas makalah yang belum sempat diselesaikannya. Naya pun menyanggupi diri untuk membantunya. Dengan penuh keakbran keduaya langsung mengerjakan tugas makalah milik Mia. Beberapa menit telah lewat dan akhirnya tugas makalah Mia pun selesai dengan sempurna.
"Terima kasih, Nay!" ucap Mia.
"Sama-sama, kita kan teman."
"Bagaimana kalau aku traktir kamu makan di kantin?" ajak Mia dengan akrab.
"Serius, nih!"
"Aku serius!"
"Ayolah!"
Keduanya pun keluar dari dalam kelas dan berjalan menuju kantin kampus. Tapi, baru saja mereka melewati ruang lobby. Tiba-tiba, terdengar pengumuman kalau Naya diminta segera datang ke ruang TU untuk mengambil surat undangan.
"Sory Mi, aku ke ruang TU dulu. Makan ke kantinnya lain kali aja yah!"
"Baiklah."
Naya dan Mia pun sepakat membatalkan niat mereka makan di kantin. Setelah Mia berlalu dari hadapan Naya. Naya pun memutar langkahnya menuju ruang TU. Setibanya di ruang TU.
"Apa bapak yang memanggil saya?" tanya Naya pada bapak Daniel bagian TU.
"Kamu yang bernama Naya?"
"Benar, pak!"
"Ini ada surat undangan buat kamu sebagai utusan studi banding mahasiswa."
"Dimana tempatnya, pak?"
"Di pulau seberang."
"Apa transportasi kesana, pak?"
"Kapal laut."
"Hah!" Naya tercengang mendengar jawaban pak Daniel.
"Apa tidak bisa jalan darat, pak?"
"Tidak bisa, Nay!"
"Dengan siapa saya kesana, pak?"
"Setiap kampus mengirim satu utusan. Dan tahun ini giliran kamu mewakili kampus kita."
"Apa bisa saya tolak, pak?" tanya Naya pelan.
"Kalau kamu menolak, maka IPK kamu akan dijatuhkan oleh pihak fakultas."
"Ini surat undangannya dan ini tiket kapal beserta uang saku kamu selama satu minggu perjalanan."
"Besok kamu naik kapal jam 04.00 wib."
Naya pun mengambil surat undangan, tiket dan uang saku dengan wajah tertunduk. Naya merasa mendapat hantaman yang sungguh sangat luar biasa di dadanya. Dengan langkah gontai Naya berjalan meninggalkan ruang TU dan langsung menuju parkiran.
Tanpa melihat ke kanan dan ke kiri, Naya langsung menghidupkan mesin motornya dan keluar meninggalkan kampus.
######################################
"Kamu sudah pulang, Nay." Tiba-tiba saja ibu masuk menyapa Naya yang tengah duduk termenung di sisi tempat tidurnya.
"Iya, bu." Jawab Naya sambil menunduk. Ibu pun langsung duduk di sebelah Naya yang sedang tertunduk sambil memeluk bantal.
"Kamu kenapa, Nay?" tanya ibu yang penasaran dengan sikap Naya.
"Aku...........!" Naya pun menghentikan ucapannya.
"Kamu kenapa?" ibu pun mengulangi pertanyaannya.
"Sebentar, bu!" jawab Naya seraya bangkit dari tempat tidur. Naya pun langsung membuka tas ransel yang tergeletak di atas meja belajar. Dan mengeluarkan surat undangan, tiket dan uang saku yang didapatnya dari pihak kampus.
"Tadi di kampus, aku mendapatkan ini." Ucap Naya pada sang ibu. Perlahan ibu pun membuka surat undangan dan membacanya. Kemudian, menutupnya kembali.
"Pergilah, ini tugas yang sangat luar biasa buat kamu!" kata ibu dengan bijak.
"Tapi, bu!"
"Tidak usah ragu!"
"Ayah dan Bayu besok juga akan pulang dari kampung nenek. Jadi, ibu tidak akan tinggal sendirian." Jelas ibu.
Naya pun langsung memeluk sang ibu dengan penuh kasih sayang. Kini, perasaan hatinya jauh lebih tenang. Dan dirinya siap berangkat dengan menaiki kapal laut.
######################################
Pukul 03.00 wib Naya telah siap dengan seluruh perlengkapannya. Dia bersiap akan berangkat ke pelabuhan. Karena, jam 4 pagi dia harus sudah berada di dalam kapal. Setelah berpamitan dengan ibu, Naya pun berangkat ke pelabuhan dengan naik taksi.
Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya Naya tiba di pelabuhan. Suasana pelabuhan terlihat sangat lengang. Tidak ada terlihat aktivitas para petugas pelabuhan.
"Kenapa pelabuhannya masih sepi, yah?"
"Apa aku salah melihat jadwal keberangkatan?"
Naya pun melihat surat undangan dan tiket yang ada di tangannya. Ternyata, jadwal keberangkatan sudah sesuai dengan yang tertera di dalamnya.
"Semuanya sudah sesuai dengan jadwal. Tapi, mengapa pelabuhannya masih sepi sekali?"
Naya pun menengok kesana kemari, berharap mendapat teman sesama penumpang kapal. Namun, harapannya ternyata sia-sia. Tidak satu pun penumpang yang tiba di pelabuhan. Naya yang merasa mengantuk, memutuskan untuk duduk di ruang tunggu yang masih kosong.
"Aku tidak boleh tertidur di sini. Aku khawatir tertinggal kapal."
Naya pun duduk sambil menyandar pada tas ransel yang ada di punggungnya. Meskipun mengantuk berat. Tapi, Naya masih dapat melihat kehadiran sosok wanita berbaju putih di depan meja informasi. Sosok wanita berbaju putih itu terlihat melambaikan tangannya kepada Naya. Dia tersenyum dingin, lalu akhirnya menghilang.
"Mengapa dia muncul di tempat ini?"
"Apa maksud kehadirannya?"
"Sudahlah, tidak usah jadi fikiran!"
Naya yang merasa heran kembali menyandarkan punggungnya. Baru saja Naya menyandar, tiba-tiba dia mendengar suara sirine kapal. Naya pun dengan cepat bangun dari tempat duduknya. Dan berjalan mengikuti antrean penumpang yang sangat panjang di lorong masuk ke dalam kapal.
"Maaf bu, apa kapal itu menuju pulau seberang?" tanya Naya pada seorang ibu yang berada di barisan depan.
Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut wanita paruh baya itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Lalu, kembali berjalan mengikuti antrean. Begitu pun dengan Naya yang masuk ke dalam antrean terakhir, menuju ke dalam kapal besar yang bersandar di dermaga pelabuhan.