Chereads / Petaka Sebuah Tulisan / Chapter 31 - Part 31 : Kemana Putra Menghilang?

Chapter 31 - Part 31 : Kemana Putra Menghilang?

Naya terus mengikuti langkah Putra masuk ke dalam rumah besarnya. Rumah besar berlantai dua itu tidak seperti rumah selayaknya. Keadaan rumah yang berantakan sangat terlihat jelas oleh Naya, meskipun remang-remang. Karena, rumah itu pencahayaannya hanya menggunakan sebatang lilin merah yang menyala tepat di tengah rumah.

Tiba-tiba, Putra menghentikan langkahnya. Dan menyuruh Naya duduk di sofa kecil yang berada di sudut tengah rumah.

"Kamu duduk di sini, jangan kemana-mana!" pesan Putra kepada Naya. Mendengar ucapan Putra, Naya tidak menjawab sepatah kata pun. Naya hanya mengangguk sembari duduk di sofa. Kemudian, Putra pun melangkah naik ke lantai dua rumahnya. Dan meninggalkan Naya seorang diri di ruang tengah rumahnya.

Naya yang tengah duduk di sofa mendadak terkejut dengan api lilin yang bergoyang-goyang.

"Kenapa api lilin itu bergoyang?" tanya Naya dalam hati.

"Aku tidak boleh membiarkannya padam. Kalau api lilin itu padam, seluruh ruangan ini akan gelap. Dan aku tidak dapat melihat apapun.

"Tapi, kak Putra melarangku meninggalkan sofa ini."

"Bagaimana yah?"

"Aku rasa tidak akan ada apa-apa. Aku kan hanya mendekati lilin itu saja."

Perlahan Naya pun bangkit dari sofa. Dan berjalan mendekati lilin merah yang berada di tengah rumah. Saat Naya telah berada di dekat lilin, dia pun membuka kedua telapak tangannya dan mendekatkannya ke lilin. Naya berusaha menjaga api lilin agar tidak padam tertiup angin.

"Kenapa api lilinnya tetap bergoyang? Padahal aku sudah menjaganya dengan tanganku ini."

Naya pun menengok ke sana kemari mencari tahu penyebab api lilin yang terus bergoyang.

"Aku tidak melihat ada jendela dan pintu terbuka di dalam rumah ini."

"Tapi, api lilin terus saja bergoyang, kenapa yah?!"

"Kok, tiba-tiba aku merasa cemas dan perasaanku menjadi tidak nyaman."

"Kenapa kaki dan tanganku mulai terasa sangat dingin. Padahal tidak angin di dalam rumah ini."

"Jantungku pun berdetak cukup kencang. Ada apa ini?"

"Kemana kak Putra? Kenapa dia belum juga turun?"

Naya pun menengok ke belakang, bermaksud dapat melihat Putra turun dari lantai dua rumahnya. Tapi, justru Naya tersentak kaget. Karena, melihat sepasang suami istri telah berdiri di belakangnya. Keduanya melihat ke arah Naya dengan tatapan kosong.

"Kalian siapa?" tanya Naya gemetar.

Wanita dan lelaki paruh baya itu hanya membisu. Keduanya terus menatap ke arah Naya dengan tatapan sangat dalam. Naya yang mendapat tatapan yang tidak biasa itu menjadi serba salah. Naya tidak tahu harus berbuat apa. Perasaan takut terus saja menggelayut di dalam hatinya. Hingga Naya akhirnya berteriak memanggil-manggil Putra yang tidak kunjung turun dari lantai dua rumahnya.

"Kak Putra.....kak Putra turunlah kak!" teriak Naya.

"Aku tidak mengenal kedua orang yang ada di hadapanku ini!"

"Kak Putra...!" jerit Naya.

"Dia tidak akan pernah turun dari atas sana!" tiba-tiba saja lelaki berbaju hitam lusuh itu berbicara dengan nada suara yang sangat berat.

"Kak Putra...!"

"Kembalilah kak, tolong aku kak!" teriak Naya memelas.

"Dia tidak akan kembali!"

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!" suara tawa wanita paruh baya membuat Naya gemetar. Naya menutup mulut dan hidungnya. Dia berusaha menahan tangisnya. Tapi, tidak bisa, tangis Naya pun akhirnya pecah juga di tengah keheningan rumah besar.

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Gadis yang malang, kenapa kamu datang ke rumah ini?"

"Apa yang kamu cari?"

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Aku datang bersama kak Putra. Dia naik ke atas sana." Ucap Naya sambil menahan tangisnya. Naya yang ketakutan masih bisa melihat sepasang suami istri itu terbang melayang-layang di tengah rumah.

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Hi.....hi.....hi.....hi.....!"

"Kamu datang bersama dengan anak kami."

"Sekarang ikutlah dengan kami, kamu akan bertemu dengan Putra di atas sana!"

Kedua orang tua Putra itu mengulurkan tangannya kepada Naya. Tapi, Naya hanya terdiam menatap keduanya dengan rasa takut. Naya melihat kedua tangan mereka terulur sangat panjang.

"Siapa mereka sebenarnya?" tanya Naya dalam hati kecilnya.

"Aku harus bagaimana?"

"Apa aku harus memegang tangan mereka?"

Naya yang tengah kebingungan, tiba-tiba dikejutkan dengan kemunculan sosok wanita berbaju putih yang berdiri di dekat gorden ruang tengah. Wanita berbaju putih itu pun tersenyum kepada Naya. Dan dia juga mengulurkan tangannya kepada Naya. Hingga membuat Naya semakin takut.

"Tidak.......!"

"Pergilah kalian semua!"

"Jangan ganggu aku!"

"Apa salahku hingga kalian menampakkan wujud kalian padaku?"

"Tangan mana yang harus ku pegang?"

Di tengah kepanikan dan rasa takut yang semakin memuncak, membuat Naya mengambil keputusan untuk berlari ke arah tangga. Dengan sisa tenaganya Naya pun berusaha lari dan naik ke lantai dua. Satu persatu anak tangga dinaiki hingga sampailah Naya di anak tangga terakhir.

"Kak Putra.....!"

Naya yang telah sampai di lantai dua, ternyata tidak melihat sosok Putra.

"Kak Putra.....!" teriak Naya berulang kali. Tapi, sosok Putra tetap tidak muncul di hadapannya.

"Kenapa aku harus berada di tempat seperti ini?"

"Aku fikir di lantai dua ini sama dengan lantai bawah. Sebuah ruangan yang memiliki beberapa kamar. Tapi, dugaanku itu salah. Di sini hanya ruangan terbuka dan langsung bisa menatap langit yang gelap tanpa satu pun bintang."

"Sekarang aku di antara dua pilihan yang sangat sulit. Tetap berada di atas atau turun ke bawah ditemani oleh para makhluk aneh itu."

"Kalau kak Putra tidak ada di atas sini, lalu sekarang dimana dia?"

"Atau dia sudah berada kembali di lantai bawah?!"

Naya yang penasaran kembali menurunkan kakinya ke beberapa anak tangga. Agar dia dapat menengok ke lantai bawah. Hingga akhirnya, Naya pun harus melihat suatu pemandangan yang sangat tidak diharapkannya. Naya melihat ruangan di lantai bawah sangat terang benderang. Dan dia dapat melihat keadaan seisi ruangan yang hangus terbakar dan beberapa perabot telah menjadi debu.

"Inikah keadaan sebenarnya di rumah ini?"

"Dimana kak Putra?"

Naya yang masih berdiri di anak tangga, terus melempar pandangannya mencari sosok Putra. Hingga dia pun melihat sosok lelaki yang tergeletak tidak bergerak, karena tertimpa tiang besar.

"Kak Putra.........!"

"Itu kak Putra!"

Naya pun dengan cepat lari menuruni anak tangga, hingga dia pun terpeleset dan jatuh terguling-guling. Naya jatuh dan tidak sadarkan diri hingga ke lantai bawah.

#######################################

"Bukankah ini motor Naya?!"

"Itu artinya Naya ada di rumah ini."

Lelaki berjaket abu-abu itu pun perlahan membuka pintu pagar yang tidak terkunci. Lalu, perlahan dia melangkah masuk mendekati pintu utama rumah besar berlantai dua yang telah hangus terbakar.

Dengan sangat hati-hati dia membuka pintu utama yang ternyata tidak terkunci. Lelaki itu terus melangkah masuk ke dalam rumah yang sangat berantakan dan sebagian bangunannya sudah banyak yang hancur.

"Naya!"

"Kamu dimana?"

Lelaki itu terus berteriak memanggil nama Naya. Hingga akhirnya, dia pun menemukan Naya yang tergeletak di bawah anak tangga.

"Naya!"

"Bangun Nay, ini aku Sandy!"

Sandy terus menggoyang-goyangkan tubuh Naya. Hingga akhirnya Naya pun membuka matanya.

"Kamu!"

Naya yang terkejut melihat Sandy di dekatnya langsung bangun dan berdiri.

"Dimana kak Putra?"

"Ini rumah Putra, Nay."

"Aku baru saja mendapatkan alamatnya. Dan saat aku menelephon ke rumah kamu. Kata ibumu, kamu pergi sejak tadi malam. Jadi aku putuskan datang sendiri ke sini. Sebenarnya pagi ini aku ingin mengajak kamu ke rumah ini. Tapi, kamu sudah datang terlebih dulu." Jelas Sandy.

Naya hanya terdiam. Tanpa bertanya lagi kepada Sandy, Naya pun mendekati sosok lelaki yang tergeletak tertimpa tiang besar.

"Ini kak Putra, San."

"Dia telah tiada, tanpa ada yang mengetahui kematiannya kecuali aku."

Naya pun duduk bersimpuh di sisi jasad Putra yang telah mulai membusuk.