Diah berdiri didepan cermin. Di tatap dirinya, tepatnya pada bagian perutnya. Ia berpikir, akankah ia hamil setelah berhubungan dengan Mike hanya sekali melakukan. Ia masih awam untuk masalah ini. Bajunya ia tarik kebelakang, belum terlihat. Bagian perutnya masih rata.
Di elus perutnya kemudian, menghela nafas. Ia masih bingung tentang semua yang terjadi padanya sekarang dan nanti. Akankah ayahnya akan menerima keadaan dia nantinya?
Ia berjalan setelahnya, duduk dan meraih ponselnya di meja. Tangannya sibuk mencari aplikasi pencarian. Di ketik kata..
Saat usia kandungan berapakah perut akan kelihatan buncit. Ditekan tombol bergambar kaca pembesar di sisi kanan. Banyak artikel yang menawarkan jawaban dari pertanyaan hati dan pikiran Diah.
Diah mulai membuka satu persatu artikel tersebut. Dibaca setiap kata demi kata. Lalu ia mulai mengganti topik pencarian.
Apa yang terjadi pada ibu saat awal kehamilan. Ponsel mulai me-loading dan ada ratusan artikel tentang itu, dari artikel terpercaya hingga artikel abal-abal yang hanya copy-paste.
Helaan nafasnya terdengar berat. Ia bangkit dari duduknya. Pikirannya mulai sedikit kuatir, semakin lama, perutnya akan semakin membesar. Dan lambat laun ayahnya akan tau juga tentang kehamilannya ini.
Ia berdiri diam di depan cermin, sambil menggigit jari ia terus berpikir tentang apa yang harus ia katakan pada ayahnya. Ini masalah besar buat dia dan ayahnya, apa lagi kalau sampai benar-benar dia hamil, mau di kemanakan wajahnya dihadapan ayah dan para warga yang melihat dirinya hamil tanpa seorang suami.
Kakinya tak mau diam, berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Tak tenang, kalut dan rasanya otaknya terasa mumet memikirkan hal ini. Duduk dikursi.
"Apa aku bilang semua ini sama ayah?"
Ia berdiri, lalu diam kembali. Berjalan pelan setelah berpikir beberapa menit lamanya. Tetapi, kaki itu berhenti melangkah. Tiba-tiba hatinya menciut, Diah takut ayahnya akan marah besar bila mengetahui masalah ini.
"Gak..gak.. bisa-bisa ayah marah sama aku dan bisa aja ayah nyuruh aku gugurin kandungan ini." Dilepas knop pintu. "tapi.., bukannya gue berniat buat gugurin juga tadi?" Diah terdiam, terlalu banyak pemikiran-pemikiran lain yang mulai membisikan batinnya. Kemudian Diah Bersandar, sedikit demi sedikit tubuhnya beringsut duduk.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang." Gumamnya, rasanya kepala Diah mau pecah memikirkan hal ini.
Entahlah, Diah sangat ketakutan dengan semua masalahnya ini. Ia takut dengan ayahnya, ia juga takut dengan para tetangga yang akan menilainya buruk, dikucilkan bahkan dia akan terkena bully-an dari bibir-bibir jahat para tetangganya nanti. Diah juga takut dosa bila harus menggugurkan janin di dalam rahimnya.
Air bening itu mendadak saja menetes. Begitu saja setetes demi setetes air itu terjun dari pelupuk matanya ke dalam telaga kesedihan batin. Diah memeluk lututnya. Menelungkup tubuh dan juga menyembunyikan wajahnya di kedua lutut.
"Kenapa harus aku Tuhan, kenapa harus aku yang ngalamin semua ini? Apa aku salah sampai Kamu kasih masalah seberat ini buat aku?" Pertanyaan itu selalu saja muncul berulang, seakan Diah ingin menyerah dengan semua yang dihadapinya saat ini.
Di bawah, Mike dan Austin sudah sampai di rumah Diah. Mereka disambut Adrian dengan ramah.
"Hi.. Austin how are you? Come in?" Tanya Adrian menyuruh dua bersaudara itu masuk.
"I'm fine Sir. And this is my big brother, Mike." Jawab Austin mengenalkan Mike pada Adrian. Seketika hidung Adrian mencium bau pekat alkohol yang keluar dari mulut Austin. Adrian hanya menggeleng.
"Oh.. Adrian." Jabat Adrian pada tangan Mike yang sudah menunggu. "Sit down, please..!"
"Diaaah.. ada Austin dan kakaknya nih..!" Teriak Adrian, lalu mempersilahkan Mike dan Austin duduk.
"Austin..?!" Ucap Diah mengulang kata Adrian. "Mau ngapain dia kesini?" Diseka air matanya, lalu bangun dan membuka pintu segera.
Mata Diah cukup kaget saat keluar kamar. Disana ada dua laki-laki bule berparas tampan dan hampir mirip. Mata Austin yang kehijauan dan mata Mike Sebiru laut membuat Diah mematung dari kejauhan. "Mike?!" Sebutnya.
"Well, what did you all come here for?"
"My brother want to proposed your daughter" Adrian tidak mengerti ucapan Austin.
"Wh.."
"Whaaat?" Pekik Diah menyelak kata-kata ayahnya. Duduk disamping Adrian. "Untuk apa?!"
"Mike mau tanggung jawab atas perbuatannya."
"Gak perlu."
Adrian semakin bingung dengan percakapan anaknya dan dua laki-laki asing itu. "Hei, dia udah mau nikahin lu, biar tuh anak ada bapaknya."
"Kalau cuma kasian, gak usah." Sergah Diah.
"Gak.., gue suka sama elu. Dan gue nikahin elu karena gue beneran suka sama elu." Mike menjawab cepat. Tuduhan Diah tidak mematahkan semangat Mike untuk bisa menikahi gadis itu.
"Bullshit..! Yang ada elu akan ninggalin gue setelah masa tinggal elu udah abis di sini."
Mike meraih tangan Diah, awalnya menepis namun luluh setelah beberapa kali Mike meraihnya.
"Percaya sama gue, gue beneran cinta sama elu." Ujar Mike meyakinkan Diah. "Gue mau kita jadi satu keluarga. Ayah.." tunjuk Mike pada dirinya sendiri.
"Ibu..!" Tunjuk Mike, kali ini ke arah Diah. "Dan anak..!" Jari telunjuknya berpindah ke perut Diah. "Kita akan jadi satu keluarga yang utuh."
Diah diam.
Ditatap wajah Mike, disana ada mimik wajah yang serius. Namun..
"Apa bener dia serius?" Pikir Diah masih ragu. "Gimana kalau benar-benar dia ninggalin gue pulang ke negaranya?" Napas Diah berhembus sangat pelan.
"Tunggu.. tunggu.. sebenernya ada apa sih ini?" Henti Adrian, memisahkan kedua tangan yang saling bertautan itu. "Ada yang bisa jelasin sama saya?"
Austin menatap Diah, Mike pun sama. Tatapan bingung apa arti ucapan Adrian. "Kenapa pada ngeliatin gue?"
Mike dan Austin diam, tetap menatap serius kearah Diah.
"Apa?" Tanya Diah bingung. "Kenapa harus gue? Kan kalian yang katanya mau bertanggung jawab?"
"Iya, tapi kita bingung mau jelasin dari mana..!"
"Itu bukan urusan gue..!"
Austin, Mike dan Diah diam cukup lama.
"Jadi.., kalian tetap gak ada yang mau cerita sama saya?" Rupanya Adrian tak sabaran menanti anaknya bicara. Sekali lagi, mereka bertiga saling bertatapan. "Diah..?!" Sebut Adrian sambil menatap sangat tajam, namun penuh kebingungan.
"Kakak saya yang akan jelasin pada anda, pak..!" Celetuk Austin, bosan menunggu Mike untuk memulai pembicaraan.
"Begini pak, sebelumnya saya minta maaf telah ganggu waktunya. Dan maksud kedatangan saya dan adik saya ke rumah bapak ingin menikahi puteri bapak. Sebab saya telah perkosa..!" Sambung Mike memberanikan diri.
"Siapa? Siapa yang kamu perkosa?" Potong Adrian. Mulai mengerti jalan masalah diantara mereka bertiga. Jari telunjuknya menunjuk ke arah Mike.
"Heyy.. why you are keep silent?? Diah.., Mike.., Austin?? Could you talk to me??"
Ketiganya diam. Takut.
"Come on Mike, you must talk and say everything what happen with you and her." Bisik Austin, ucapannya langsung menterjemahkan sendiri melalui aplikasi.
"Siapa?" Tanya Adrian bertambah bingung. "Diah.., cepet bilang sama ayah, siapa yang diperkosa laki-laki ini? Dan.., ada kejadian apa dengan kalian?" Nada suara Adrian mulai meninggi.
"I will explain with you, Sir." Ucap Mike. "Please come down and listen what i say, Sir."
"Ok! I will listen what do you want say to me."
"I was sorry before, because I raped your daughter."
Degh.. jantung Adrian seakan berhenti berdetak. Darahnya mendadak berdesir.
Adrian berdiri kemudian, menarik kerah baju Mike. "What do you say?"
"I'm raped your daugh.." belum juga selesai kalimat yang Mike ucapkan, namun..
Buuuuk.. satu tinju mendarat sangat keras di pipi Mike. Sudah tiga kali dia harus mengalami ini. Akbar orang pertama yang meninju pipinya hingga memar dan belum juga sembuh Austin menambahkan memar itu di pipi satunya. Sekarang, Adrian marah dan melayangkan tinju yang bikin darah menetes dari celah bibirnya.
"Kurang ajar kamu, berani-beraninya kamu nyentuh anak saya setelah saya nolongin adik kamu." Maki Adrian terus menampar Mike bolak-balik tanpa henti. Austin hendak menolong, tetapi Mike menghentikan keinginan adiknya itu.
"Ayah.. udah ayah, kasian Mike."
"Kasian? Kamu kasian sama laki-laki yang udah berbuat kurang ajar sama kamu..?"
"Ta..tapi ayah, kalau Mike kenapa-napa gimana? Ayah bisa dipenjara."
"Ayah gak peduli..!" Sergah Adrian lantang.
"Yah.., coba dengerin dia, Mike mau bertanggung jawab, kok. Lagi pula, Mike akan jadi calon ayah dari anak Diah. Apa Ayah gak kasihan sama Diah?" tanya
"Ayah gak akan setuju. Apapun alasannya, ayah gak akan ijinkan kamu nikah sama laki-laki brengsek ini..!" Sergah Adrian tak mau tau. Dia menarik baju Mike dan memaksa pemuda asing itu keluar dari rumahnya. Austin berusaha melerai Adrian, namun sia-sia. Tenaga Adrian jauh lebih besar ketika sedang marah. Di dorong Mike hingga terduduk di sofa.
"Ta..tapi gimana dengan anak ini..?!" Tanya Diah cukup kuatir dengan keadaan Mike yang babak belur di tampar ayahnya itu. Dan entah sejak kapan ia mulai kuatir, Diah merasakan perasaan itu terhadap Mike.
"Gugurkan..!"
"A..pa..!" Diah, Mike dan Austin terkejut mendengar kata yang keluar dari bibir Adrian itu. Dia menarik baju Mike dan memaksa pemuda asing itu keluar dari rumahnya.
"Dengar baik-baik, mau kamu bersikap baik apapun kamu di hadapan saya. Saya gak akan lupain masalah ini dan gak akan biarin kamu menikahi anak saya." Tukas Adrian. Ia berjalan kearah pintu. Membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Sekarang kalian keluar dari rumah saya, dan jangan pernah kalian tunjukan wajah kalian lagi dihadapan saya." Tandas Adrian Tegas.
Mike menatap tak mengerti Adrian. Bukankah seharusnya Adrian senang bila dirinya mau bertanggung jawab pada puterinya? tanya Mike tak mengerti di batinnya. Austin berdiri lebih dulu. Ia menatap kakaknya kemudian.. "Lebih baik kita pulang sekarang, Mike..!" Ajak Austin menarik tangan Mike. Austin sadar, pada siapa matanya tertuju. Tapi, untuk saat ini ia tau masalah tidak akan selesai bila dipaksakan. Adrian masih terlalu keras kepala membiarkan amarahnya terus menguasai dirinya sendiri.
Kaki Mike mengikuti tarikan tangan adiknya. Berjalan gontai, lalu menatap kebelakang, ada Diah yang menatapnya sendu. Tepat di depan Adrian, Mike melepaskan pegangan tangan Austin dari lengannya. Ia berhenti melangkah.
Lutut kaki Mike menekuk, bersujud sekali lagi pada Adrian. Memeluk kaki dari ayah wanita yang saat ini bikin ia gila setengah mati.
"Tolong pertimbangkan sekali lagi. Berilah saya kesempatan sekali lagi untuk puteri Bapak, kesempatan agar bayi itu lahir dengan ayah..! saya mohon pada Bapak..!!"
Adrian tetap diam.
Tak lama, Diah ikut bersujud pada Adrian.
"Yah.. kali ini aja, kali ini Diah memohon sama ayah? Biarkan anak ini hidup! Bagaimana juga anak ini adalah cucu ayah sendiri?!" Ucap Diah memelas.
"Gak..! sekali gugurkan, tetap harus di gugurkan..!!"
"Ta..tapi.. gimana nasib Diah dan anak ini? Terus gimana dengan para tetangga ngeliat Diah hamil tanpa suami..?!"
"Kalau kamu udah tau kedepannya seperti apa, kenapa kamu ngelakuin hal yang bikin ayah malu."
Diah terdiam. Tak ada jawaban.
"Sekarang, kalian keluar dari rumah saya..!!" kata Adrian tegas.
"Gak, saya akan tetap memohon pada anda sampai anda memaafkan saya dan mengijinkan saya untuk menikahi puteri bapak..!"
Adrian menarik kerah baju Mike, membuat Mike berdiri terpaksa oleh tangan Adrian. "saya sudah cukup sabar untuk masalah ini, tapi saya gak akan memaafkan kamu walau kamu bersujud sampai seminggu sekalipun."
Mike melepaskan genggaman erat jari-jari Adrian dari kerah bajunya. Cukup kuat ia menggenggam tangannya sampai ia susah bernafas. Lalu berjalan kearah Diah.. "lihat puteri bapak, dia sedang mengandung anak saya. Dan anak itu butuh ayah, sayalah ayah biologis dari anak itu..! Apa saya salah berkata kayak gitu?!" Kemudian menghampiri Adrian kembali. "Saya.." tunjuknya pada diri sendiri. "Michael Walter, akan siapa bertanggung jawab dan menikahi anak bapak, walau bapak gak menyetujuinya. Dan saya juga..," katanya lagi sambil menepuk dadanya.
"Akan berusaha membuat anak bapak bahagia. Apapun yang terjadi saya akan bikin anak bapak bahagian. Bila gak, bapak boleh membunuh saya." ungkap Mike sangat meyakinkan.
"Saya, tetap muak dengan itu..! menodai puteri saya yang sebentar lagi bertunangan. Kamu tau? kamu telah menghancurkan semua impian saya..!!" Sergah Adrian.
"Mike, lebih baik kita pergi dari sini. Kita datang lain kali sampai keadaan tenang..!" Bisik Austin.
Mike menghela nafas, kemudian keluar selangkah demi selangkah dengan mata yang masih tertuju pada Diah yang masih bersimpuh dihadapan Adrian. Namun, Diah tetap diam dengan kepala menunduk malu mendengar ucapan ayahnya barusan.
Diah ingat, dan ingatannya itu mengusik dirinya.
Kejadian beberapa jam lalu terjadi begitu saja. Walau dirinya ada penolakan saat Mike mencumbunya. Diah sadar dan memberontak saat kejadian itu. Tapi, entah kenapa dirinya mulai menerima semua perlakuan Mike walau sebenarnya batinnya menolak setiap sentuhan Mike pada tubuhnya.
Braaaak.. pintu tertutup setelah Mike keluar dari rumahnya.
Adrian berjalan dan duduk di sofa kemudian.
"Sekarang, jawab ayah Diah? Kenapa kamu ngelakuin itu kalau kamu udah tau jawabannya?!"
"Ma..maafin Diah Yah, Diah.."
"Khilaf?" Potong Adrian meneruskan kalimat anaknya. Seakan ia tau kata apa yang akan keluar dari bibir anaknya itu.
Kepala Diah menunduk, tak berani menatap mata ayahnya.
"Kamu tau konsekuensi apa yang akan ayah terima bila semua para warga tau kalau kamu hamil diluar nikah?" Diah mengangguk lemah.
"Kamu juga tau kan apa yang akan kepala desa lakukan kalau tau anak dari wakilnya hamil duluan dengan laki-laki asing?" Anggukan kepala Diah semakin melemah.
"Dan kamu tau, hukuman apa bagi orang yang udah ngelakuin hubungan diluar nikah itu apa?" Diah semakin tak berdaya mengingat semua pernyataan ayahnya.
"Kamu akan diarak keliling kampung tanpa busana, lalu kamu akan di pendam di dalam tanah. Dan kamu akan dihakimi seluruh penduduk desa dengan batu, Diah." Airmatanya menetes tanpa Diah sadari, ucapan Ayahnya membuat ia semakin tersiksa dan bersalah. Ia juga takut dengan hukuman seperti yang ayahnya katakan. Tak bisa berbuat banyak, ia tak tau harus gimana lagi.
Andaikan Diah mampu membalikan waktu, mungkin ia akan menahan diri untuk tetap berada warga lainnya ditempat pesta tahun baru itu. Namun, takdirnya sulit untuk ia hindari. Kejadian itu seakan menginginkan Diah merasakannya.
"Bukan cuma itu aja Diah, jabatan ayah akan dicopot dan kita akan di usir dari desa ini. Kita akan terhina di depan mata siapapun di desa ini, Diah."
"Udah cukup..!" Pekik Diah menutup telinganya. "Udah cukup Yah.. cukup. Semua itu emang salah Diah. Cukup ayah terus nyalahin Diah." Tertekan, itu yang saat ini dirinya rasakan.
"Maaf, ayah cuma ingetin kamu! Ayah gak mau ngeliat anak kesayangan ayah dihukum."
"Lalu Diah harus gimana, Yah? Apa yang harus aku lakukan biar semua orang terdiam tanpa mengejek aku dan ayah?"
"Seperti yang ayah bilang, kamu gugurin kandungan itu."
Diah menggeleng. Rupanya, Adrian sangat menginginkan janin dalam rahim anaknya mati. "Dan kamu bisa menikah dengan Akbar..!"
Mata Diah sedikit terbuka saat nama cowok yang hampir memperkosanya itu disebut Ayahnya. "A..kbar?" Sebutnya mengulang ucapan ayahnya.
"Ya, biar ayah bisa punya menantu nak Akbar." Jawab Adrian.
****
Bersambung..