"Lalu Diah harus gimana, Yah? Apa yang harus aku lakukan biar semua orang terdiam tanpa mengejek aku dan ayah?"
"Seperti yang ayah bilang, kamu gugurin kandungan itu."
Diah menggeleng. Rupanya, Adrian sangat menginginkan janin dalam rahim anaknya mati. "Dan kamu bisa menikah dengan Akbar..!"
Mata Diah sedikit terbuka saat nama cowok yang hampir memperkosanya itu disebut Ayahnya. "A..kbar?" Sebutnya mengulang ucapan ayahnya.
"Ya, biar ayah bisa punya menantu nak Akbar." Jawab Adrian.
"APA?!" Pekik Diah dan Mike bebarengan.
"Apa bedanya Mike dengan Akbar?" Tanya Diah, duduk di kursi meja makan.
"Ya jelas bedalah, Akbar itu baik. Alim, panutan warga desa. Dia juga anak dari orang terhormat. Sedangkan Mike, kita gak tau asal usulnya, keluarganya atau pun segala yang ada pada Mike kita juga belum tau." Adrian semakin tidak mau kalah.
Dimata Adrian, Akbar anak yang paling baik. Dan Adrian sudah melihat semuanya semenjak Akbar dan Diah kecil. Begitu juga dengan Diah, tapi itu dulu. Sekarang, pemikirannya bertolak belakang dari apa yang Adrian lihat tentang Akbar. Diah tau seperti apa Akbar sesaat tadi, seakan-akan laki-laki itu melepaskan semua sifat aslinya dihadapannya.
"Ayah tau.." Kata Diah menarik nafas panjangnya, kemudian sengaja ia hempaskan secara perlahan. "Akbar juga hampir memperkosa Diah. Apa itu yang disebut lebih baik dari Mike?" Sergah Diah seolah membela Mike. Seolah perbuatan padanya adalah yang dibenarkan. "Sama-sama mentingin nafsu di bandingkan melihat aku sebagai wanita..?!"
"APA?!" Adrian terkejut, ia menghampiri anaknya yang masih berdiri didekat jendela ruang tamu itu. "Kamu jangan asal bicara, Diah. Semua warga juga tau bahwa Akbar anak yang baik." Bela Adrian. "Kamu bisa-bisa dilaporin ke polisi." ucapannya seakan ingin menggertak Diah agar tidak lagi menjelekkan Akbar. Adrian tau seberapa tidak sukanya dan seperti apa Seruni, ibunya Akbar terhadap keluarganya.
Diah tersenyum kecut. "Gak apa-apa, daripada aku harus gugurin janin ini dan menikah dengan Akbar." Ada kecawa yang amat mendalam diraut wajah itu. Diah sudah terluka karena Mike, ditambah perlakuan Akbar yang dianggap baik olehnya, mendadak menjadi buas dan hampir menodainya. "Lebih baik aku membusuk di penjara." Ucapnya berubah pikiran. Entahlah, kedua laki-laki itu buruk di mata Diah saat ini. Tidak ada yang benar ketika keduanya telah menunjukan sifat aslinya pada Diah.
Adrian geram mendengar ucapan anaknya. Se-dosa apakah dirinya hingga harus mendapati anaknya hamil diluar nikah. Dulu, Diah selalu dijaga dengan kasih sayang darinya. Penuh. Namun, apa ini yang harus ia terima setelah 20 tahun mengurus Diah.
Tiba-tiba, dirinya kangen akan sosok istrinya. Saat Diah berusia dua bulan istrinya meninggalkan dia dan anaknya itu bersama laki-laki lain. Entah kenapa Adrian amat merindukan wanita yang telah seenaknya saja meninggalkan dirinya. Demi Diah, ia bertahan untuk tidak menikah lagi.
Diah yang selalu ia banggakan sebagai anak satu-satunya, sekaligus hadiah dari istrinya itu. Sekarang, haruskah Adrian menerima kenyataan yang seharusnya tidak pernah ia harapkan sebelumnya.
Dulu, beberapa bulan lalu ia berharap Diah menikah dengan Akbar. Doanya pun seakan terkabul oleh ucapan Ferdy tentang perjodohan anaknya dengan Akbar. Tapi..? Adrian mendesah, rasanya ia masih belum percaya ucapan anaknya itu.
"Apa-apaan kamu, Diah?"
"Ayah bisa tanyakan hal itu pada Akbar."
Adrian Terdiam. Berpikir cukup lama. Ditatap wajah Diah sejenak, dari sorot matanya, tidak ada kebohongan. "Baik, Ayah akan coba tanyakan pada Akbar." Kemudian bangkit dari duduknya, rasa sakit di kepalanya masih terasa nyut-nyutan. Di tekan beberapa nomor. Ditunggunya, ada nada sambung yang terus berbunyi hingga sepuluh menit kemudian.
"Halo..!" Suara wanita sangat tidak asing buat Adrian.
"Hei.. apa kabar?" Tanya Adrian berbasa-basi.
"A..adri..an..?!" Suara itu terdengar gugup. "Ma..u a..pa kamu.. telepon?" Suaranya kian tak terkontrol. Degub jantungnya juga semakin tak beraturan. Terlalu cepat lajunya saat telinganya begitu tau siapa orang dari balik telepon.
"Gak, saya cuma mau ngobrol sama Akbar. Apa dia ada?"
"Ada.. se..bentar..!" Ibunya Akbar meletakan sebentar dan lalu berteriak memanggil anaknya. "Aakbaaar.. ada telepon dari Ayahnya Diah..!"
"Yah, ayah ngapain telepon Akbar?" Protes Diah.
"Ayah mau tau kebenarannya langsung dari Akbar."
"Ayah gak percaya Diah?!" Tatapan Diah terlihat kesal pada Adrian.
Adrian diam, dia hanya menatap ambigu ke arah anaknya itu.
"Halo..!" Suara Akbar menghentikan ayah dan anak beradu tatapan.
"Halo nak Akbar..!"
"Ooh.. om Adrian. Kebetulan telepon aku..!"
"Maksud kamu..?!" Adrian rada tidak mengerti ucapan Akbar.
"Maksudnya, tolong om Adrian jauhi Diah dari saya. Dan saya gak mau liat cewek kotor seperti anak om itu. Saya minta, om jangan pernah lagi menjodohkan saya dengan anak om yang udah di pake sama bule br*ngsek itu." Terang Akbar sedikit kesal. Bahkan sangat kesal. Nada suaranya
"A..pa?!" Hanya kata itu yang bisa Adrian ucapkan. Ia terlalu syok mendengar ocehan Akbar yang terlalu menyakitkan. Seakan ia tak percaya bahwa yang sedang bicara dengannya adalah anak yang selalu idamkan sebagai menantu.
Dulu, setelah ia gagal meminang ibunya Akbar. Ia merasa harapannya sudah tidak ada lagi. Dan selama ini, perasaan itu tetap ia pendam hingga saat ini. Dirinya terlalu miskin untuk mendapatkan Seruni, Ibunya Akbar itu. Rasa sakit Seruni ia lampiaskan pada Diah yang menolak perjodohan anaknya dengan Akbar.
Sekarang, Adrian mendapati kenyataan itu. Walau ayahnya Akbar menerima dan menyetujui perjodohan.
"Iya, anak om gak lebih dari seorang pelacur." Ucapan Akbar sudah keterlaluan. Rasa sakit hati Adrian sudah merasuk kedalam relung jiwanya. Ditambah kata 'pelacur' membuat Adrian semakin meradang dengan semua pernyataan Akbar terhadap anaknya.
Sayangnya, Adrian tidak bisa berbuat banyak. Ada benarnya perkataan Akbar untuk dirinya. Ia ia mampu mengawasi tiap detik puterinya, tetapi, ia tidak mampu melakukan itu. Adrian hanya manusia biasa yang tidak selamanya bisa mengawasi kemanapun Diah pergi.
"Kalau emang kamu gak suka pada anak saya, bisakah ucapanmu itu di jaga, anak muda..?"
Gelak tawa Akbar terdengar merendahkan. "Saya emang suka sama Diah, anak om yang murahan itu. Tapi hanya sekedar nafsu dan saya ingin sekali menikmati tubuh anak om itu."
"Hati-hati kamu kalau bicara, anak muda..!" Sergah Adrian. "Dulu saya kira kamu anak yang baik, tapi ternyata.." Adrian menghentikan ucapannya. Rupanya, Akbar memotong perkataan Adrian.
"Tentu saya lebih baik dari pada laki-laki bule itu, karena saya tidak jadi menikmati tubuh anak om itu."
"A..apa?" Kalimat Akbar membuat Adrian kembali syok. Bahkan bertambah syok. "Apa maksud kamu bilang begitu, Akbar?"
"Saya hampir saja memperkosa anak om. Untungnya, laki-laki bule itu datang. Kalau gak.. saya harus kena getahnya bertanggung jawab atas anak haram yang akan dikandung anak om itu."
"B*jing*n kamu, Akbar. Saya masih memandang kamu sebagai anak kepala desa sekaligus anak teman saya. Tapi.."
"Tapi apa om? Saya tau obsesi om pada saya setelah om gagal menikah dengan ibu saya yang kaya raya kan?!" Cecar Akbar bikin Adrian seakan kehabisan kata. Tapi, pernyataan itu semuanya tidak meleset. Adrian memang dulu menyukai Seruni, begitu juga sebaliknya. Namun, ia tidak pernah sanggup dengan persyaratan kedua orang tua Seruni yang terlalu tinggi meminta mahar untuk pernikahan padanya.
"Sudahlah om, saya tau semua kebusukan rencana om itu. Dan saya harap, kalian jangan pernah ganggu atau mendekati keluarga saya. Kalau tidak, saya akan sebar semua apa yang sudah terjadi pada anak om itu ke para warga desa." Ancam Akbar.
Adrian semakin geram. "Baik, saya akan membatalkan perjodohan itu pada ayahmu."
"Bagus..!" Jawab Akbar singkat. Dimatikan sambungan teleponnya.
"Dasar perempuan murahan." Umpatnya kesal. Kesal disebabkan dia tidak bisa mendapatkan Diah. Kesal, Akbar juga tidak bisa menikmati tubuh Diah, sedangkan Mike bisa mendapatkan cewek yang ia sukai sedari dulu.
"Aaaargh..!" Pekik Akbar penuh amarah. Mencabut pesawat telepon lalu di lemparnya hingga hancur berantakan. Tidak sampai disitu, emosinya semakin menjadi saat pikirannya susah untuk diajak kompromi. Selalu ingat dan ingat tentang Diah.
Ia meraih segala macam benda didekat tangannya. Kali ini yang menjadi sasaran adalah vas bunga kesayangan milik ibunya.
Praaang.. hancur seketika menjadi serpihan-serpihan kecil yang menyakitkan kaki. Akbar semakin menjadi, bak orang yang kerasukan setan, menguasai tubuhnya hingga tak peduli lagi seberapa hancur barang-barang dirumahnya.
"AKBAAAAR..!" Teriak Seruni, ibunya Akbar. "Apa-apaan kamu?" Berjalan hati-hati, menghampiri anaknya. "Sudah gila kamu, yaa..?!"
Nafas Akbar terengah-engah. Rasanya, tangannya itu gatal ingin menghancurkan barang lain didekatnya. Menghancurkan untuk melampiaskan kekesalannya, amarah serta kekecewaan didalam dirinya saat ini pada Diah.
"Liat ibu..!" Ucap ibunya menghadapkan wajah Akbar kearahnya. "Kamu kenapa, hah?" Tanya ibunya penasaran.
"Diah..!" Ucap Akbar diam, membuang muka. Seruni sudah mengira ini semua ada hubungannya dengan Diah. Di tambah Adrian menelpon anaknya. Seruni tambah yakin setelah Akbar berbicara dengan Adrian dan marah-marah kayak orang gila.
"Kali ini apa lagi yang telah dia perbuat sama kamu?"
Akbar menggeleng.
"Masih mau nyembunyiin dari ibu?" Seruni sangat tidak suka Akbar masih membela Diah dibandingkan bicara keburukan anak Adrian itu yang sudah bikin Akbar uring-uringan kayak gini.
Helaan napas itu terhempas terpaksa dari dua lubang hidungnya. "Ternyata Diah hanya seorang cewek murahan." Akhirnya dia mengungkapkan kekesalan hatinya pada Seruni.
"Maksud kamu?" Desak Seruni ingin tau.
"Dia udah bersetubuh dengan laki-laki asing yang baru dia temui..?!" Ungkap Akbar terpaksa. Ia butuh pelepasan unek-unek batinnya yang sedang tersimpan rapih dihatinya saat ini.
"Apaaa?! Jadi..dia..?!" Ucap Seruni kaget. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Senyuman liciknya itu seketika mengembang di bibirnya. "Ternyata dia gak jauh beda dengan ibunya. Munafik, pelacur dan suka menyerahkan tubuhnya pada laki-laki asing yang baru dia kenal."
"Aku muak dengannya.., aku sangat membencinya..!" Ungkap Akbar lagi. Mengepalkan tangan, mengadukan gigi-giginya hingga bergemerutuk.
"Ibu udah pernah bilang berapa kali sama kamu kan? Jauhi Diah, anaknya Adrian itu gak pantes sama sekali buat kamu. Tapi kamu gak pernah dengerin ibu." Sulut Seruni menambah kebencian hati Akbar pada Diah. "Kamu tau, ibunya juga sama. Dia merebut pacar ibu dengan cara licik."
"Maksud ibu om Adrian?" Tanyanya pura-pura tidak tau hubungan ibunya dan Adrian.
"Eh.. bukan.. jelas bukan A..drian dong. Masa ibu suka laki-laki miskin macem Adrian." Elak Seruni sedikit gugup, masih belum bisa melupakan masa lalunya bersama Adrian. "Ya udah, sekarang lebih baik kamu tenangin diri kamu dulu di kamar."
Akbar mengangguk. Rasa itu belum sepenuhnya hilang pada Diah. Seperti perasaan Seruni terhadap Adrian yang masih ia simpan rapat dari dulu hingga sekarang. Namun, rasa sakit itu ia biarkan tumbuh untuk membenci Diah sebagai pelampiasan kebenciannya terhadap almarhumah ibunya Diah.
"Bagus.., jadi aku gak susah-susah buat ngebatalin perjodohan itu. Masalah ini bisa bikin suamiku berubah pikiran." Gumamnya tersenyum licik. "Akhirnya kamu tetap akan jadi milik aku Adrian. Cuma milik aku."
****
Bersambung..