Tring... Tring...
Bel sekolah berdering. Semua siswa keluar dari dalam kelas untuk istirahat. Arabel dan sahabatnya Riana mengemasi buku dan berjalan menuju Cafe di seberang jalan. Menu di sana jauh lebih enak dan banyak daripada di kantin sekolah yang itu-itu saja. Sesampai di Cafe, Riana menyodorkan menu di Cafe tersebut. Arabel memesan satu porsi Nasi Goreng dan Coffe Milk, Riana juga memesan pesanannya. Tidak lama, pelayan cafe datang membawa pesanan mereka.
Cafe itu lumayan ramai saat jam istirahat. Ada tiga seragam sekolah berbeda di dalam cafe yang terlihat oleh Arabel, karena selain sekolahnya, juga ada dua sekolah yang tidak terlalu jauh dari cafe. Arabel dan Adriana, duduk sedikit lebih kepojok, yang posisinya menghadap pintu masuk. Tidak hanya siswa, tempat ini juga ramai oleh non pelajar seperti pekerja kantoran.
Riana mengeluarkan benda persegi kesayangannya yang tadinya terletak di kantung roknya. Menyalakan kamera dan mengajak Ara untuk swafoto kemudian jemarinya dengan lincah mengetik caption untuk foto yang akan ia unggah di media socialnya. Arabel menurut saja dan lanjut menikmati menu yang sudah ada di atas meja mereka, dengan melirik ke arah pintu.
Tidak lama Arabel dan Riana ngobrol-ngobrol santai seputar sekolah baru mereka, dari kejauhan, dari luar cafe berjalan seorang lelaki mengenakan baju seragam yang sangat asing bagi Ara. Lelaki itu berjalan masuk ke dalam cafe dan menghampiri meja kasir yang pikir Ara saat itu dia akan memesan menu di cafe. Ternyata benar saja, lelaki itu sedang memesan menu.
Kedua bola mata Ara tidak lepas dari lelaki itu, lirik tajam dari Ara mengisyaratkan rasa penasarannya pada lelaki tersebut. Seakan ia sedang berkata, "Loh, seragam itu kayaknya bukan seragam dari sekolah dekat sini, apalagi dari sekolahku." Seorang laki-laki yang memiliki tubuh tinggi dan postur tubuh atletis itu seolah telah mencuri perhatian Ara. Lelaki itu mengenakan earphone yang terpasang di telinganya, terhubung ke smartphone yang terletak di kantong celananya, juga mengenakan baju seragam yang berbeda seperti yang terlihat oleh kedua bola mata Arabel, dan tentu belum pernah Ara lihat seseorang mengenakan seragam sekolah itu.
"Na, Na," ucap Ara memanggil Riana, sahabatnya itu. "Cowok itu kok seragamnya beda ya sama kita, Na? Perasaanku belum pernah lihat deh, seragam sekolah yang begitu sekitaran sini, Apa kamu pernah liat seragam sekolah cowok itu?" ucap Arabel menanyai Riana.
"Mana?" Balas Riana sembari mencari tahu, lelaki yang mengenakan seragam sekolah berbeda yang Ara maksud. "Ngga tau, cuma orang jajan aja, kenapa di ribetin," sambung Riana.
Dua orang gadis ini namanya adalah Arabel Anatasya dan Adriana. Dua perempuan cantik dengan warna kulit putih itu adalah siswi SMA. Arabel Anatasya adalah pemeran utama dalam cerita ini, sedangkan yang duduk di sebelahnya adalah sahabat Arabel yang sudah satu sekolah semenjak mereka sekolah dasar, hingga sekarang, walau rumah mereka tidak sejalan, namun Adriana sering main ke rumah Ara dengan satu kali naik angkot saja. Anehnya, mereka selalu mendapa kelas yang sama, bahkan selalu duduk sebangku sejak SD, hingga sekarang.
Lelaki yang Ara lihat dengan seragam yang asing itu kini berjalan ke arahnya. Tentu saja Ara gugup dan sedikit cemas, tidak tahu apa yang membuatnya demikian, tapi dalam pikirannya, lelaki itu sedang berjalan menuju tempat ia duduk. "Kenapa dia mengarah ke sini, apa dia sadar ya, kalo aku daritadi memperhatikan dia?" Nyatanya itu hanya pikiran Ara saja, lelaki itu hanya berjalan ke arah tempat duduk yang berada dua meja di belakang meja Ara. Paling pojok.
"Semesta, rasa kagum apa ini? Seakan aku terbawa dalam sebuah ruang mimpi dimana pelbagai kebahagiaan ada dalam satu tempat tanpa satupun duka dan rasa sakit." Terlintas rangkaian kata dalam kepala Ara setelah lelaki itu melewatinya. Saat berpapasan dengan meja Ara, Ia hanya menunduk, ia malu jika harus melakukan kontak mata dengan lelaki itu, namun tercium dengan pekat aroma wewangian dari tubuh pemuda itu, aroma khas lelaki.
Ara sesekali menoleh ke belakang melihat lelaki itu, sedangkan lelaki itu hanya sibuk mengotak-atik smartphone-nya, tertunduk, tanpa perduli pada bising suara pengunjung cafe.
"Woooii," sorak seorang lelaki dari pintu masuk cafe sambil melambaikan tangannya.
Ara tersentak mendengar suara sorakan lelaki tersebut, kemudian menghadap pada sumber suara, tidak hanya Ara, bahkan semua pengunjung di cafe heran dengan Pemuda yang baru saja datang itu. Tapi bagi Ara, lelaki itu seakan sedang menyoraki dirinya dan melambaikan tangan padanya. Lelaki itu berjalan mendekati, sedang Ara tidak mengenal lelaki tersebut. Lelaki itu telah hampir sampai di meja Ara, namun kemudian melewatinya begitu saja.
"Huft, Ara, kamu kenapa sih? Ngarep apa? Ini tahun pertama, mana ada yang kenal sama kamu di sini? Untung aku tidak balas lambaiannya, bisa malu banget, kan?" gumam Ara kemudian menutup mukanya dengan tangan karena Air mukanya memerah menahan rasa yang bercampur-campur dalam dadanya. Sedangkan Riana, sama sekali tidak peduli dengan itu.
***
Jangan lupa vote, share, dan tinggalkan jejak dengan berkomentar ya! :)