Chereads / Siklus / Chapter 3 - Satu Sekolah?

Chapter 3 - Satu Sekolah?

"Sendirian aja, ketahuan jomblonya lo."

"Berisik!" balas seorang lelaki, kemudian menanggalkan earphone yang terpasang di telinganya, menaruh smartphonenya di atas meja, dan menyeruput cappucino pesanannya.

"Kok, Lama?" ucap Lelaki dengan seragam berbeda itu, kepada lelaki yang baru tiba.

"Kejebak macet, biasa. Kan lagi jamnya istirahat, jadi banyak anak sekolahan, bapak-bapak ojek online, tukang soto, tukang batagor, tukang beneran, pokoknya reme ini bumi."

"Oh," balas Lelaki dengan seragam berbeda itu.

Lelaki yang berisik ini namanya Khairul, dan lelaki yang mengenakan earphone namanya Denta Sancaka, orang yang membuat Arabel terkagum-kagum saat pertama melihatnya. Khairul dan Denta adalah teman sejak kecil, tapi beda sekolah, mereka pernah satu sekolah, tapi hanya ketika Sekolah Dasar, saat SMP, Denta bersekolah di luar kota. Khairul satu sekolah dengan Arabel, tepatnya kakak kelas Ara, sedangkan Denta adalah murid pindahan dari luar kota, juga akan menjadi kakak kelas bagi Ara. Orang pertama yang Denta jumpai adalah teman masa kecilnya itu, Khairul. Ia pindah sekolah karena Ayahnya dipindah tugaskan ke kota kelahirannya.

"Gimana di sini, enak, kan?" ucap Khairul menanyai.

"Biasa aja, baru juga beberapa hari," balas Denta singkat.

"Uler, liat tuh, ada cewek dua orang di depan, cantik-cantik lhoo."

"Oh. Biarin aja,"

"Lo udah nggak demen cewek lagi? Homo?"

"Bacot amat sih. Udahlah, gue udah males ngomongin cewek."

"Ya elah, gitu aja sewot."

"Bo-do-a-mat!" Timpal Denta.

"Cewe di sini beda lho sama cewe kota sebelah, lebih adem gimana gitu haha."

"Ngga peduli gue," ucap Denta datar.

Ikhwan memang selalu memanggil Denta Uler, tapi juga tidak selalu, hanya ketika ia ingin saja, karena baginya, nama belakang Denta itu Sancaka, seperti nama Ular, Sanca. Tapi Denta tidak peduli, memang begitu, ia selalu bersikap tidak pedulian, entah kapan ia bisa merasa peduli, atau menjadi manusia yang mulai peduli dalam hal apapun. Entahlah.

Denta kembali mamasang earphonnya, memutar music yang ada di playlist-nya. Denta tidak menghiraukan ocehan Khairul, yang kalau sudah duduk seperti ini, bakalan bicara panjang lebar dan tidak menjurus ke satu topik pembahasan saja. Bukan tidak menghargai Khairul bicara, tapi Denta sudah tahu kalau jika Khairul yang bicara, tidak pernah ada selesainya, bahkan sejak kecil, Denta sudah tahu, temannya itu selalu besar suara, tapi sebenarnya, Denta juga sadar, kalau Khairul tidak ada, bakalan terasa sepi dunia ini, karena tidak ada yang berisik.

***

"Nana, yuk, masuk kelas, udah mau jam pelajaran nih," ajak Ara.

"Iya Ara, bentar, nanggung nih," balas Riana yang tengah asik dengan ponselnya.

"Ish, udahlah, yuk," paksa Ara.

"Iyadeh, iya. Bawel. Nih, aku matiin,"

Ara dan Riana berjalan ke arah kasir untuk membayar jajanan mereka. Kemudian keluar dari cafe dan menuju ke dalam sekolah. Di waktu yang tidak beberapa lama, Denta dan Khairul juga keluar dari cafe. Siswa/i yang berada di cafe juga sudah berangsur bubar, karena memang sudah waktunya bagi mereka untuk kembali ke sekolah masing-masing, istirahat sudah selesai.

Di perjalanan yang tidak terlalu jauh lagi untuk sampai ke sekolah, Ara terbayang-bayang sosok lelaki yang ia belum tahu namanya, bahkan tidak kenal sedikitpun. Ara merasakan sebuah perasaan yang tiba-tiba saja muncul pada orang yang sama sekali tidak ia kenal. Suatu hal yang sangat mengganggu bagi Ara.

"Kenapa saya mikirin dia sih? Kenal juga tidak," gumam Ara.

Mungkin orang beranggapan, Ara terlalu cepat suka seseorang, tidak. Itu tidak benar, Ara tidak begitu, sebab sejak tiga bulan masa sekolah, Ara sudah di dekati beberapa lelaki populer di sekolah, namun tidak satupun ia rasakan, siapa yang pantas, atau mungkin orang yang berhak ia biarkan masuk ke dalam hatinya, Ara juga selektif orangnya, karena ia tidak ingin terjadi lagi, kejadian waktu ia SMP dulu. Jadi tak banyak yang membuat Ara kagum saat ini.

Tapi lelaki itu, lelaki itu bahkan tak bicara, hanya lewat di sebelah mejanya Ara, tapi ia merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang baru, sesuatu yang ia rasa bakal jadi keren dan senang kalau memang akan kenal dengan laki-laki itu. Tapi itu hanya pikiran yang tiba-tiba masuk dala kepala Ara. Ia juga tidak tahu, apakah akan ketemu lagi dengan lelaki itu atau tidak.

Akhirnya Ara sampai di dalam sekolah dan terus menuju kelas. Semua murid kelas Ara sudah berada dalam kelas dan hanya menunggu guru masuk untuk mengajar. Ara duduk di bangkunya yang dekat dengan jendela. Dari dalam kelas melalui jendela, Ara bisa melihat para siswa/i yang sedang berada di lapangan sedang berolahraga, secara tidak sengaja Ara melihat lelaki itu berada dalam pekarangan sekolah, tepatnya di depan kantor guru. Ara kaget, terputar beberapa adegan pertemuan yang akan ia rasakan nantinya di dalam otaknya. Lamunannya hari itu sudah di isi oleh seorang laki-laki yang ia tidak ketahui namanya siapa.

Lamunan Ara terpecah setelah guru masuk dan mengucap salam. Ara kaget dengan suara teman-teman sekelasnya menjawab salam guru dengan suara yang cukup keras dan lantang. Riana melihat ekspresi kaget Ara dan tertawa kemudian menepuk pelan temannya itu. Proses belajar mengajar berjalan dengan baik seperti biasanya. Mereka mengikutinya dengan baik.

Sekitar satu jam Ara di dalam kelas, terdengar olehnya suara bising dan sorak-sorai dari kelas sebelah. Ara tidak memerdulikan dan fokus pada materi pelajaran yang di bawa gurunya.

Bersambung.

***

[Note] Tinggalkan kesanmu tentang cerita di novel "Siklus" Ini, setidaknya itu semangat bagi saya sebagai Author novel ini.