Chereads / Kisah Cinta Settingan / Chapter 3 - Patah Hati

Chapter 3 - Patah Hati

Jovan melangkah dengan lesu dari kantor Bu Clara. Kalimat Ibu Clara didalam masih berputar di kepalanya. Bram selama ini sudah membodohi dia, dan Bram juga yang sudah membuat rekaman itu bocor, Bram menjebak dia. Semua itu membuat Jovan merasa patah hati dan marah. Pantas saja malam itu Bram berusaha keras untuk mengajak Jovan pergi ke pesta itu. Bram sampai sedikit merajuk kala itu, karena Jovan memang masih belum bisa menunjukkan kebersamaan mereka. Banyak ketakutan yang Jovan pikirkan, terutama mengenai karirnya dan tentu saja nama baiknya, ternyata keraguan dirinya itu benar, kalau saja dia tidak tergoda, pasti tidak seperti ini jadinya, tapi di lain pihak kejadian ini membuat Jovan tahu bagaimana sifat Bram sebenarnya.

Di kepala Jovan juga masih terekam semua hinaan, cercaan, ejekan, pandangan negatif dan juga kata-kata kasar di kolom komentar yang sebelumnya dia baca, membuat dadanya terasa penuh sesak. Ya, seorang Jovan dengan jumlah fans di sosial media sudah menembus lebih dari 1 juta orang dan kebanyakkan perempuan, patah hati pada mantan manajernya, yang juga kekasihnya dan seorang lelaki. Sungguh ironis sekali nasib Jovan, batin pria itu. Dia keluar dengan tatapan mata kosong. Ditangannya masih ada sebuah kartu nama seorang psikiater yang diminta Bu Clara untuk membantu Jovan kembali ke kodratnya, sebagai laki-laki normal, bukan pecinta sesama jenis.

Jovan mengepal kedua tangannya dengan keras, sampai jari-jarinya terlihat memutih, perasaannya campur aduk, ada marah, kesal, kecewa dan yang pasti patah hati berat. Dia pergi menuju tempat parkirnya, Jovan ingin segera kembali ke tempat tinggalnya, Jovan butuh berpikir sejenak hari ini, merenungi kehidupannya yang salah.

Baru saja Jovan sampai di depan tempat tinggalnya, ponselnya berdenting, sebuah pesan masuk disana.

"Maaf," hanya sebuah tulisan yang terdiri dari 1 kata saja. Jovan mengernyitkan kepalanya, siapa ini, apa ini Bram, pikir Jovan. Dia segera menelpon nomor pengirim pesan itu, Jovan ingin sekali bertemu dengan Bram, dia ingin melampiaskan semua amarahnya pada lelaki yang sebelumnya sangat dia cintai. Entah bagaimana nasib Bram bila Jovan bertemu langsung, mungkin Jovan bisa saja membunuh pria itu. Jovan berkali-kali mencoba menghubungi nomor itu, tapi sepertinya Bram sudah mematikan ponselnya.

"Sial!" maki Jovan dalam hati, merasa kesal sekali. Dia mengingat lagi masa-masa manis bersama Bram dulu. Mereka sudah menjalin hubungan selama 3 tahun. Bram sangat perhatian dengannya. Harus Jovan akui, memang perhatian Bram salah satu penyebab dia jatuh hati. Jovan tidak pernah punya keluarga yang sempurna, ibunya meninggalkan dirinya saat masih kecil, sementara dirinya dan ayahnya sibuk bekerja demi menyambung hidup. Setelah sukses, Ayahnya justru meninggal dunia dan hanya sempat merasakan sebentar saja kesuksesan Jovan. Dari kecil Jovan jarang bergaul, dia lebih sering menghabiskan waktu di studio musik saja, tentu saja setelah Bram hadir menjadi manajer sekaligus teman terbaik Jovan satu-satunya kala itu, Jovan merasa ada seseorang tempatnya untuk berbagi, sayangnya rasa itu tumbuh di tempat yang salah. Pria itu sudah mencoba menghubungi nomor yang ada di ponselnya berkali-kali sampai akhirnya dia merasa marah dan lelah sendiri.

"Brengsek, selama ini lu udah tipu gue, jangan pernah tunjukkin muka lu didepan gue kalau enggak mau gue bikin lu babak belur" tulis Jovan dengan napas cepat saking emosinya. Dia pun melempar ponselnya sembarangan sesaat setelah selesai mengetik dan mengirim pesan itu. Jovan menarik napas dalam-dalam, menghembuskan beberapa kali, dia mengambil kartu nama psikiater yang tadi pagi Ibu Clara berikan. Sebelumnya dia masih menimbang-nimbang untuk kembali berobat, bukankah sebelumnya Jovan sudah pernah berobat, tapi tidak ada hasilnya, itu yang membuat dia sedikit ragu untuk memulai pengobatan lagi.

Dalam hati Jovan masih merasa bersyukur, walaupun dia berpacaran selama 3 tahun dengan Bram, tapi Jovan belum pernah melakukan hubungan badan dengan Bram, Jovan selalu bisa menolak permintaan Bram untuk itu, selain karena Jovan memang masih bingung dengan perasaan yang dia rasakan itu, sebagian dari dirinya menolak rasa itu. Kemesraan mereka hanya sampai pada sentuhan dan ciuman saja, tidak lebih. Setelah berpikir selama beberapa saat, Jovan akhirnya menghubungi Karen, sekretaris barunya.

"Karen, bilang Bu Clara, aku mau mulai untuk berobat lagi" ucap Jovan.

__________

Hai, semua

up baru, semoga tetap selalu memberi dukungan untuk cerita saya ya

terimakasih banyak untuk para reader yang sudah memberi dukungan spirit stone

happy reading