"Oke, nanti gue bilang ke Bu Clara, buat bikin appointment sama psikiater yang sudah Ibu Clara bilang" jawab Karen dengan santai.
"Thanks Ren" balas Jovan.
"Anyway, Jovan, just wanna tell you one thing" ucap Karen, sesaat sebelum Jovan baru akan menutup sambungan ponselnya.
"Em?" balas Jovan.
"Please, don't make a scene (Tolong, jangan berulah lagi). Kali ini mungkin bisa lolos, tapi kalau ada kesalahan lagi, gue yakin Bu Clara enggak segan-segan buat depak elu dari agensi, kecuali kalau lu mau karir lu berhenti tahun ini" jawab Karen.
Jovan tersenyum kecut diujung telepon. Dia merasa seperti artis yang baru sebentar menekuni karirnya. Selama 20 tahun, Jovanlah yang selalu memberi nasihat seperti ini kepada juniornya di dunia tarik suara bila mereka membuat skandal. Jovan tahu alasan Bu Clara memilih Karen sebagai manajer, gadis berusia pertengahan 30 tahunan itu memang terkenal handal sebagai manajer artis baru di agensi Bu Clara. Dia tegas, sedikit galak, disiplin dan yang paling penting jago melobi pekerjaan yang berdampak besar untuk perkembangan karir artis mereka. Kadang Jovan merasa sifat Karen berbeda tipis dengan Bu Clara, prinsip mereka mirip, mereka ingin artis mereka dengan talenta segudang, banyak job, tapi minim berita skandal, kalau bisa tidak perlu ada. Eureka entertainment memang mengusung artis dengan citra yang baik, tidak heran Bu Clara disiplin sekali mengenai masalah ini.
"OK. You have my word (Kamu bisa pegang kata-kata saya)" balas Jovan dengan tenang, walaupun ada kekesalan sedikit di hatinya diperlakukan seperti itu oleh Karen. Rasanya dia seperti orang yang tidak becus menjaga nama baiknya, walaupun kenyataannya memang seperti itu, tapi Jovan tetap merasa kesal dengan itu. Dia langsung memutuskan sambungan telepon.
Baru sebentar, ponsel itu berdenting, satu pesan masuk. Jovan sudah mengganti nomor ponselnya, hanya Bu Clara dan Karen yang mengetahui nomor barunya. Ternyata pesan dari Karen lagi.
"Jangan keluar rumah dulu selama beberapa hari ini, tunggu sampai agensi bisa kendalikan situasi, if u need something, just call me," tulis Karen. Jovan melempar ponselnya sembarangan setelah membaca pesan Karen, hal ini berarti dia akan menjadi tawanan rumah selama beberapa hari ke depan, batin Jovan. Setidaknya lebih baik daripada keluar rumah dan kembali mendengar semua ejekan dan kalimat negatif yang justru membuat pikiran Jovan bertambah kesal, pikirnya.
------
Hari berganti hari, tidak terasa sudah hampir dua minggu Jovan benar-benar hanya berdiam diri di dalam rumahnya. Setiap hari Jovan hanya melakukan aktivitas yang sama, makan, menonton televisi, berolah raga, membereskan rumah dan tidur. Lama kelamaan Jovan akhirnya sampai pada titik batas kesabarannya, dia bosan dengan rutinitasnya yang selalu sama dua minggu ini.
Hari ini Jovan sudah tidak tahan lagi, dia ingin keluar dari rumahnya malam ini, itu kalimat yang terus menerus berdengung di kepala Jovan. Dia memikirkan bagaimana caranya keluar tanpa terlihat oleh mata-mata Bu Clara ataupun Karen. Lamunan Jovan terhenti saat bel depan rumahnya berbunyi. Dia berjalan ke arah depan dengan langkah cepat, dia selalu penasaran dengan siapa yang datang. Wajahnya langsung meredup saat mendapati Karen sudah ada didepan. Manajernya itu memang mengunjungi Jovan dua atau tiga kali seminggu, untuk membawakan bahan makanan atau hal yang Jovan perlukan.
"Ada apa?" tanya Jovan, seingatnya dia tidak meminta apapun pada Karen semalam, mengapa wanita ini datang, pikir Jovan sambil berusaha menebak-nebak mengapa hari ini Karen datang. Jovan mengamati Karen, wanita itu membawa satu bungkusan besar.
"Sesi terapi dimulai dua hari lagi, kita kesana sama Bu Clara." ucap Karen, selalu dengan wajah datar, wanita itu memang jarang berekspresi.
"Oke, rasanya bisa disampaikan lewat telpon aja" balas Jovan.
"Sekalian mau bawa ini, pakaian untuk terapi nanti, sama makanan, ada sedikit mainan" balas Karen, memberikan plastik putih yang sedari tadi dia pegang dan berbalik pulang tanpa mengucapkan sepatah kata.
"Aneh" balas Jovan, setelah Karen sudah menjauh dari tempat dia berdiri. Jovan masuk ke dalam dan membuka plastik pemberian Karen. Ada beberapa potong polo shirt baru, makanan dari restoran favoritnya, dan yang membuat Jovan tidak habis pikir adalah isi dari plastik terakhir di dalam plastik putih besar itu. Ada beberapa mainan anak-anak disana, monopoli, ludo dan ular tangga. Jovan tertawa saat mengecek mainan-mainan itu.
"Dasar wanita aneh, dia pikir gue anak umur 7 tahun, lagian mainan beginian sendirian sama aja kaya orang gila" umpat Jovan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ulah manajernya hari ini.
__________