"Vita, selamat ulang tahun" ucap Filda, tersenyum sangat lebar. Revita menyambut dengan hangat.
"Ini kado, dari gue dan Cinta" ucap Filda lagi. Cinta diam saja, Filda pasti tidak ingin Revita tahu kalau dia tidak membawa kado apapun. Dia dengan sukarela mengakui kalau Cinta juga ikut memberikan kado itu.
"Cinta? Emang dia datang?" tanya Revita, melirik kesana kemari mencari kehadiran Cinta, tapi dia tidak menemukannya.
"Tadi kebelet, langsung cari kamar mandi" jelas Filda.
"Anyway Fil, bener ya adik lu Frida beauty vlogger yang keren itu?" selidik Revita, dia baru mendengar kabar kalau ternyata Filda dan Frida adalah saudara kandung.
"Iya, hari ini Frida yang dandanin gue" jawab Filda pelan. Popularitas adiknya memang sedang meroket tajam belakangan ini di kalangan anak muda. Video tutorialnya selalu mendapat banyak view, pernah hampir 1 juta viewers yang menonton video Frida.
"Waaah, keren banget, pantesan make up hari ini kece banget, kapan-kapan undang dong gue jadi bintang tamu vlog adik lu," rengek Revita. Filda tertawa kecil. Dasar, kalau bukan karena Frida mana mau gadis ini bersikap manis seperti itu, batin Filda lagi. Tapi dia tidak mau menunjukkan perasaan dirinya sebenarnya, Filda tersenyum manis sambil mengiyakan.
"Nanti gue mintain ya, pasti keren kalau elu jadi bintang tamu" balas Filda lagi, tersenyum palsu.
"Eh, udah pesen minuman belum? Mau gue pesanin apa?" tanya Revita lagi, bertingkah sangat manis. Tiga tahun mereka kuliah bersama, ini kali pertama Filda diperlakukan seperti ini.
Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit Filda masih juga belum menemukan keberadaan Cinta. Dia jadi khawatir sekali. Apa anak itu tersesat, pikir Filda. Dia beranjak dari duduknya, berniat untuk mencari Cinta.
"Eh, Fil, mau kemana?" cegah Revita.
"Mau cari Cinta, kayanya udah kelamaan banget perginya" jawab Filda.
"Udah, nanti aja, bentar lagi gue mau tiup lilin, masa elu pergi pas gue tiup lilin" ucap Revita lagi dengan manis. Filda mengangguk setuju. Hari ini dia bisa membuat Revita menyadari kehadiran dirinya lagi dan lagi, pikir Filda, merasa senang. Sejenak dia melupakan kekhawatirannya pada Cinta dan sibuk meladeni percakapan dengan Revita dan sahabat-sahabat Revita. Tanpa Filda sadari, Cinta berjalan keluar bersama Jovan tidak jauh dari tempatnya berdiri.
___________
"Siapa nama kamu?" tanya Jovan.
"Mir.. Mira.." jawab Cinta asal. Hanya nama itu yang terlintas di kepalanya. Cinta tidak mau mengakui nama aslinya. Dia melirik ke arah wajah lelaki tampan dihadapannya. Jovan Alexander, ini memang benar dia kan, batin Cinta, bertanya dalam hatinya. Tapi Cinta jelas mendengar nama itu disebut saat kejadian di kamar mandi tadi. Cinta berusaha mengingat-ingat tentang penyanyi terkenal itu, rasanya ada sesuatu baru-baru ini yang membuat kelasnya sempat heboh, namun Cinta tidak bisa mengingat apa itu. Cinta melirik lagi, lelaki itu menunjukkan sorot mata kasihan kepada Cinta, sedikit khawatir.
"Ayo aku antar kamu pulang" ucap Jovan. Cinta terdiam, dia bingung sekali harus apa. Ikut dengan Jovan, orang yang baru saja dia kenal selama beberapa menit, jelas berbahaya, tapi masuk ke dalam dengan gaun yang rusak, ditambah kemungkinan besar Cinta akan bertemu lagi dengan sekumpulan lelaki brengsek yang baru saja merekam dia dan Jovan, jelas lebih menakutkan. Sementara kalau harus pulang sendiri sudah pasti tidak mungkin. Uang di dompet Cinta hanya ada beberapa puluh ribu saja, untuk ongkos taksi pasti tidak akan cukup, Cinta juga tidak terlalu paham daerah ini. Cinta tidak punya pilihan lain selain mengikuti Jovan.
"Apa benar Kakak Jovan Alexander?" tanya Cinta, dia mengamati wajah Jovan. Tidak mungkin salah, ini memang benar penyanyi itu, ucap Cinta. Orang terkenal tidak mungkin akan mencelakakan dirinya.
"Iya, itu aku" jawab Jovan, menyunggingkan senyuman kecil. Wajahnya terlihat bercahaya saat tersenyum tadi, sedikit menyilaukan mata Cinta.
"Ah, lupa, aku harus pakai masker, biar enggak buat heboh seperti tadi" jelas Jovan, mencari masker yang seharusnya tetap dia pakai. Jovan baru sadar kalau masker itu ada di saku jaketnya yang sekarang dipakai Cinta, atau Jovan mengenalnya dengan nama Mira.
"Mir, sori, ada masker di saku jaket aku, boleh aku minta?" tanya Jovan dengan sopan. Dia menunjuk ke arah saku jaketnya. Cinta diam saja, karena merasa namanya tidak dipanggil.
"Mir?" panggil Jovan lagi, kali ini suaranya cukup keras.
"Eh?" tanya Cinta, mulai tersadar.
"Maskernya, di saku jaket" ulang Jovan.
"Oh, iya, ini. Maaf," balas Cinta, lekas merogoh kedua saku jaket Jovan yang saat ini dia pakai, lalu menyerahkan masker pada Jovan.
Jovan menyetop taksi, mereka berdua masuk dan meninggalkan bar Heaven on Earth. Cinta bahkan lupa mengabari Filda. Dia hanya ingin cepat pulang saja.
"Rumah kamu dimana Mir?" tanya Jovan, saat mereka sudah berada didalam taksi. Cinta langsung menyebutkan alamat lengkap kosnya. Jovan meminta supir taksi untuk menuju alamat yang baru saja Cinta sebutkan. Selama di perjalanan, mereka berdua hanya diam, Cinta dan Jovan sama-sama mengambil duduk dengan menempel erat pada pintu, ada jarak yang jelas diantara mereka.
"Berhenti disini saja Pak, jalan masuknya tidak muat mobil," perintah Cinta saat taksi sudah berada di depan gang jalan masuk menuju kos-kosannya.
Kening Jovan berkerut, dia tidak mengira gadis ini tinggal di kawasan seperti ini. Tempat tinggalnya terletak di pemukiman yang padat penduduk dan sempit. Jovan meneliti penampilan gadis disampingnya. Mulai dari make up, gaun, tas dan sepatu gadis itu, semuanya barang bermerk. Siapa sebenarnya gadis ini, tanya Jovan dalam hati.
"Saya pamit, terimakasih untuk semuanya" ucap Cinta, menundukkan wajahnya dengan sopan, dia juga mengucapkan terimakasih pada supir taksi dan keluar.
Jovan melihat ke gang yang akan Cinta lalui. Gang itu gelap sekali untuk dilalui seorang gadis, walaupun saat ini belum terlalu malam.
"Tunggu" panggil Jovan. Dia bergegas keluar dari pintu mobil, menghampiri Cinta. Gadis itu terpaku, bingung mengapa Jovan memintanya untuk menunggu. Cinta baru tersadar kalau dia masih memakai jaket Jovan.
"Ah, iya, jaketnya, maaf saya lupa" ucap Cinta, dia membuka kancing jaket itu dengan perlahan. Cukup gaun mahal Filda saja yang rusak, kalau sampai jaket ini juga rusak karena ulahnya, mungkin Cinta harus menjual satu ginjalnya untuk membayar semua ini, pikir Cinta, sedikit konyol.
"Tidak usah, pakai saja, bukan itu maksud saya" tolak Jovan. Cinta mengangkat kepalanya, menatap Jovan dengan wajah bingung. Jadi ada perlu apa lagi, apa dia minta ongkos taksi, tanya Cinta dalam hati.
"Biar aku antar sampai kamu di depan rumah" Jovan menawarkan bantuannya. Cinta langsung menggeleng, dia tidak mau Jovan atau siapa pun kecuali Filda tahu tempat kosnya.
"Oke.., oke, aku akan tunggu disini sampai kamu sampai di kos, aku hidupkan senter ponsel aku, kamu juga, kalau sudah sampai kamu tinggal matikan senter ponsel kamu, aku janji enggak bakal ikutin kamu" ucap Jovan lagi, mengerti ketakutan yang ada di pikiran Cinta. Wajar saja, mereka bahkan baru bersama-sama dalam waktu satu jam lebih saja, mana mungkin ada gadis yang langsung percaya, pikir Jovan.
"Oke" ucap Cinta, setuju. Usul Jovan terdengar lebih masuk akal. Sebenarnya Cinta juga berharap sekali Jovan mau menunggu dirinya sampai berada didepan tempat kosnya, jalanan sekitar kos-kosan itu memang gelap dan sepi.
"Saya duluan" pamit Cinta. Dia berjalan dengan hati-hati, senter di ponselnya menyala sedikit redup karena baterai ponselnya sudah hampir habis.
Setelah sampai di depan rumah kosnya, sambil membuka pintu pagar kosannya, Cinta melirik sedikit ke arah Jovan, lelaki itu masih setia dengan senter dari ponselnya, menunggu Cinta diujung gang. Sangat manis, batin Cinta dalam hati. Perlakuan Jovan malam ini membuat Cinta merasa hangat dan nyaman.