Mungkin mulut bisa berbohong, namun hati tidak. Bahkan tak ada yang tahu apa yang terpendam, terpikirkan dan tertulis dalam hati dan takdir manusia selain Tuhan-nya.
Siang itu, kulangkahkan kakiku menuju taman sekolah. Rasanya agak malas untuk pergi ke kantin setelah kejadian pagi tadi. Namun, tiba-tiba seorang pria menghalangi jalanku dengan berdiri tegak menjulang melipat kedua lengan di dadanya.
"Apa yang kau lakukan hingga membuat satu sekolah gempar?" tanya pria itu dengan suara serak basah khasnya
"Bukan urusanmu." balasku yang tak mau meladeni perkataan pria itu, namun lelaki itu masih terus menahan tanganku dan bersikeras mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Kau tahu, satu sekolah ramai membicarakan dirimu dan Zhai Lian. Gosip murahan itu membuat telingaku sakit mendengarnya." ucapnya yang terus menggali informasi pagi tadi. Kedua sahabatku hanya diam mematung tak bergerak jika sudah begini keadaannya, mereka bisa apa selain diam dan menatap.
"Kalau begitu tutup saja telingamu, bukankah selama ini kau begitu, berpura-pura tuli padahal kau tahu segalanya?" jawabku yang mulai menyipitkan kedua mataku menatapnya. Rasanya agak bosan tuk membicarakan ini lagi, mengapa semua orang memaksaku tuk memberikan penjelasan. Padahal semua sudah jelas bahwa aku hanya menyukaimu, bukan Zhai Lian atau pria lainnya.
"Yuan Lin, jawab aku!" Ia mulai membentakku dengan keras hingga suaranya menggema di lorong sekolah dan membuatku terdiam sejenak menatapnya. Aku mulai melepas genggamannya.
"Apa selama ini kau peduli denganku, Jianghan? Bahkan ketika aku menangis, terjatuh, membutuhkan seseorang untuk bercerita atau bahkan teman belajar apa kau selalu peduli padaku tidak, bukan? Jadi, untuk apa kau urus semua masalahku. Ini tak ada urusannya denganmu dan kau tak perlu bersikap peduli dan penuh kasih denganku." Aku tak sadar tentang apa yang kukatakan padanya, pembicaraanku spontan keluar dari mulutku begitu saja. Aku tak tahu apakah perkataanku ini akan menyakiti hatinya atau tidak.
Kutinggalkan Jianghan dan pergi menuju kantin sekolah. Jianghan masih diam mematung menatapku yang berjalan menjauhinya.
"Hey, Yuan Lin!" panggilnya dengan suara lantang tuk memberhentikan langkah kakiku, namun tetap kuhiraukan.
Suasana kantin masih sangat ramai, siswa siswi masih berbincang dan tertawa bersama bahkan beberapa diantaranya juga masih memandangku dengan aneh, seperti memandangi sosok kriminal.
"Apa yang kau katakan pada Jianghan, Lin? Kau tahu, kau kasar sekali dengannya." celetuk Shu In padaku sembari menyodorkan sebotol minuman dingin untuk mendinginkan pikiranku.
Aku menghela napasku, "Aku tak bisa mengendalikan emosiku, aku benar-benar tak sadar dengan ucapanku. Aku, aku terbawa suasana."
Lagi-lagi aku bertindak ceroboh dan tak menggunakan otakku, jika sudah menyesal begini tak ada lah gunanya. Mendengar ucapanku Fen dan Shu In ikut menghela napasnya dan memeluk hangat tubuhku. Kurasa hanya mereka yang tahu bagaimana perasaanku saat ini.
"Kau tahu, kau tak bisa bersikap demikian padanya. Ia hanya bertanya dengan baik padamu, kurasa Jianghan mulai peduli dengan semua keadaanmu. Kau jangan pernah lakukan hal itu lagi jika kau tak ingin Jianghan pergi dari hidupmu." nasihat Fen yang masih merangkul tubuhku tuk menenangkan hatiku. Belum juga padam api kesalku, seseorang tiba-tiba saja muncul dengan makian yang menyebalkan membuat darah semakin mendidih.
"Jadi, kau berani merebut Zhai Lian dariku secantik apa dirimu?" ucap seorang gadis sembari melipat kedua tangannya menatapku. Aku menghapus air mataku dan menatap tajam gadis-gadis itu yang ternyata adalah Girls out, Min Lilly CS.
"Lihatlah, apa yang bagus dari dirimu. Kau hanya siswi kelas E yang tidak tahu malu, daripada kau mengejar cinta Lian bukankah lebih baik kau belajar dulu meningkatkan nilaimu itu agar ada satu hal yang bisa kau banggakan?" sindir Lilly dengan jahatnya.
Aku mulai berdiri dari kursiku, "Apa kau pikir, selama ini aku takut denganmu?" ucapku dengan menyisingkan lengan bajuku dan berusaha mengempalkan tanganku yang siap memukulnya.
"A-apa yang akan kau lakukan?" tanya Yuna Hao yang menunjukku dengan jari telunjuk lentiknya.
"Kali ini aku sedang tak ingin diganggu, pergilah sebelum aku memukulimu. Kau tahu, aku pemilik sabuk hitam di karate."
Kulihat mata mereka mulai ketakutan, "Kau jangan macam-macam atau kau akan dalam masalah besar." Mereka mulai mengancamku dengan menudingku.
"Terserah saja, jika nanti kau pulang dengan patah tulang, pipi lebam, atau hidungmu patah dan berdarah jangan salahkan aku." ujarku dengan menggebrak meja hingga membuat seluruh kantin terdiam dan memandangku yang tengah berseteru dengan Girls out.
"Cepat pergi dari sini atau kubanding dirimu!" bentakku yang mulai mengangkat sebotol minuman ke arahnya. Tanpa basa-basi, mereka lari terbirit-birit dengan ketakutan.
Kulihat Fen dan Shu In mulai terperangah kaget dengan kelakuanku.
"Lin, mengapa kau jadi menakutkan seperti ini?" ucap Shu In yang duduk bersandar dengan tubuh yang sedikit gemetar sembari menggigit kuku jarinya. Aku hanya tertawa kecil melihat ekspresi wajahnya dan mencoba menenangkannya.
"K-kau mendapat sabuk hitam karate? Mengapa kau tak pernah bilang pada kami?" tambah Fen yang semakin membuatku tertawa geli. Mereka hanya saling melirik satu sama lain.
"Tidak, aku bahkan tak bisa karate sama sekali. Aku hanya bercanda saja untuk menakuti mereka, supaya tidak bersikap semena-mena."
Fen mulai menyenggol lenganku, "Kau ini benar-benar sudah tak waras, apa kau tahu kau hampir saja membuatku jantungan dengan sikapmu."
Siang itu, aku juga melihat Zhai Lian di kantin namun aku bersikap seolah-olah aku tak melihatnya walau sebenarnya aku tahu jika ia ada di sana.
Entah sampai kapan aku harus menghindar seperti ini, tapi jika aku salah langkah ini akan berakibat fatal bagi masa depan cintaku. Buku cinta itu, sepertinya hari ini aku telah gagal mempraktikan Chapter 4, mencoba untuk tetap tersenyum dan tak mengeluh dengan semua keadaan, sepertinya bukan hanya sekedar gagal tetapi aku juga sudah melanggar peraturan, karena tak hanya mengeluh tetapi aku juga membentak Jianghan sang objek taklukanku. Nampaknya pula, inner beauty-ku semakin tertutup oleh sisi negatifku. Mungkin esok akan kucoba lagi.
"Lin, hari ini kau pulang dengan siapa?" tanya Liao Jin yang berdiri di depan mejaku.
Aku menggelengkan kepalaku, "Mungkin seperti biasanya, sendirian. Ada apa?"
Terlihat wajah Liao Jin mulai sumringah terlihat lekungan senyum manis menghiasi wajah bulatnya seakan puas mendengar jawabanku.
"Kalau begitu, bisakah kau pulang bersamaku? Ada suatu yang ingin kutunjukan padamu." katanya sekali lagi dengan penuh semangat, bisa kulihat sorot kedua bola matanya ikut bahagia menatapku.
"Baiklah, kita akan pulang bersamamu, Tapi, tunggu kau tadi bilang sesuatu? Apa itu?" tanyaku dengan penasaran diiringi dengan senyuman di wajahku.
"Rahasia. Kau akan tahu nanti." jawabnya yang membuatku tertawa geli. Pria ini memang pria yang aneh namun cukup menggemaskan dan penuh kejutan.
Tapi, apa yang akan Liao Jin tunjukan padaku?