Pesta terus meriah, raja Shiun To yang merasa penyakitnya kambuh pergi ke kembali ke kamarnya.
Mi Kuo yang sedang berdansa, melihat Shiun To berjalan menuju balik dinding dengan agak sempoyongan.
"Lilie..", ucap Mi Kuo sambil menunjukan matanya ke arah Shiun To.
"Raja Shiun To?".
"Aku akan mengikutinya, maaf dansanya selesai dulu.", sahut Mi Kuo dan berjalan mengejar Shiun To.
Lilie mengangguk dan membiarkan Mi Kuo pergi mengikuti Shiun To.
Mi Kuo mengendap-endap dan terus mengikuti raja Shiun To. Dia penasaran apa yang terjadi karena Shiun To jalannya sedikit sempoyongan.
Shiun To berhenti di tengah jalan lorong istana.
"Uhuuk.. Uhuk.. Uhuk..!".
Mi Kuo melihat Shiun To batuk parah dan memuntahkan darah dari mulutnya. Mi Kuo langsung lari menghampiri Shiun To.
"Yang mulia! Apa anda baik saja?", tanya Mi Kuo dan membantu Shiun To berdiri.
"Mi Kuo, apa yang kau lakukan disini? Bukannya—".
"Saya melihat anda berjalan sendiri sambil sempoyongan.", sahutnya sambil membantu Shiun To berdiri
"Ah baiklah terima kasih.", kata Shiun To.
"Tak masalah, mari biar saya antar ke kamar anda.", ucap Mi Kuo.
Mi Kuo dan Shiun To berjalan menuju kamar Shiun To. Mereka berjalan sembari bercanda layaknya teman akrab.
"Baiklah yang mulia, anda istirahat saja. Tapi.. Apa yang sebenarnya anda rahasiakan?", tanya Mi Kuo, dia membuat Shiun To kaget dan bingung.
"A—apa maksudmu Mi Kuo? Aku tak punya rahasia apapun?".
"Tidak, sudah jelas anda menyembunyikan penyakit anda dari semua orang. Terutama.. Ratu peri."
"Ehm..", Shiun To terdiam dan menghelas nafas. Wajahnya seketika berubah menjadi muram.
"Yang mulia, tak perlu di tutupi. Ehm.. Siapa tau aku bisa membantumu bukan.", jawab Mi Kuo, dia tersenyum lebar ke Shiun To membuat muka muramnya kembali ceria.
"Berjanjilah jangan katakan pada siapapun di negeri ini."
"Janji seorang teman?", ucap Mi Kuo dan menunjukan kepalan tangannya ke Shiun To.
Shiun To mengepalkan tangan dan menempelkan ke kepalan Mi Kuo.
"Baiklah ceritakan yang mulia.", ucap Mi Kuo sambil menarik kursi rias milik Ratu Peri.
"Saat sebelum aku menikah dengan Xien Ji, aku memiliki hubungan dengan Yue Ji, Kakak Xien Ji.
Kami selalu bermain bersama di hutan bunga, berubah menjadi kupu-kupu dan terbang bersama dengan mesranya.", jelas Shiun To.
"Waah.. Mesra sekali".
Potong Mi Kuo asik mendengar kisah Shiun To.
"Heem..", balasnya mengangguk dan menghela nafas, "Setelah kami bersenang-senang, aku mengantar Yue Ji untuk kembali ke istana para peri. Tak kusangka tanpa sepengetahuan Yue Ji, ratu peri ke tiga Tsu Ji mengumumkan bahwa Xien Ji adalah pewaris tahta."
"Terus apa masalahnya dengan kisah cinta kalian?", tanya Mi Kuo.
"Di sisi lain, ayahku raja naga ke enam sudah melakukan kesepakatan dengan ratu peri kalau masing-masing pewaris tahta kami harus menikah demi kedamaian.
Karena dulu kami sering berperang memperebutkan wilayah hutan.", jelas Shiun To.
"Aah.. Aku paham jadi kau harus menikah dengan ratu Xien Ji bukan?".
"Iya itu benar, dan sejak kapan kau memanggilku dengan kata KAU?", tanya Shiun To dengan menutup satu matanya.
"Hehe maaf-maaf, saya keceplosan.", jawabnya dengan malu-malu.
"Tak apa lagipula memang seharusnya kau memanggilku begitu, tidak dengan panggilan formal".
"Baik, aku akan memanggilmu dengan panggilan seorang teman.", sahut Mi Kuo, dengan senyum lebar.
Shiun To hanya mengangguk.
"Apa perlu kulanjutkan?", tanyanya.
"Eh iya-iya lanjutkan.", sahut Mi Kuo.
"Setelah Yue Ji tau bahwa aku harus menikahi adiknya, dia marah kepada ibunya. Kenapa bukan dia yang mewarisi tahta, dan Xien Ji yang harus menjadi ratu?", "ibunya menjelaskan bahwa Yue Ji adalah anak tiri, Ratu Tsu Ji pernah memiliki hubungan gelap dengan panglima peri hitam. Dia marah, dendam dan benci dengan Xien Ji, dia terbang pergi entah kemana.
Lalu setelah ratusan tahun dia pergi, tiga bulan lalu dia kembali dia tau aku sudah menikah dengan Xien Ji, dia marah dan kami berperang."
Jelas Shiun To, wajahnya mulai muram kembali mengingat kejadian itu.
"Lalu apa yang terjadi?", tanya Mi Kuo semakin penasaran.
"Saat kami berduel, di mencambuk dadaku. Cambuknya mengalir racun dahsyat yang membuat korbannya menderita sangat lama, racun ini pernah juga pernah membuat ksatria dewa pertama tak sadarkan diri."
Mi Kuo menelan ludah mendengarnya, dia kaget saat mendengar ksatria dewa pertama yang di rumorkan sangat kuat saja bisa tak sadarkan diri oleh racun ini.
"Wah.. Terus yang menyadarkan dia siapa?".
"Kakekku bilang bahwa leluhur naga yang menyembuhkannya.", jawab Shiun To menyakinkan Mi Kuo.
"Tunggu.. Apa? Leluhur naga laut?".
Shiun To hanya mengangguk.
"Ah.. Aku punya benda milik leluhur nagamu.", ucap Mi Kuo.
Dia menarik katana birunya dari pinggangnya.
"Katana? Kau mau membunuhku?".
"Tidak-tidak, lihatlah.",
Mi Kuo menarik keluar katana dari sarungnya, katana biru itu menyala di hadapan Shiun To.
Dia kaget bahwa katana naga laut yang di segel di bawah kerajaan para duyung berada di tangan Mi Kuo.
"Ka—katana naga laut?", tanyanya gugup.
"Iyap, tepat sekali."
"Tunggu bukannya katana ini di tangan tuan Li Yohun?".
"Guruku yang memberiku ini sebagai hadiah.", jawab Mi Kuo heran.
"Jadi.. Tuan Li Yohun, gurumu?".
Mi Kuo hanya merespon dengan kepala miring.
"Jadi?", tanya Shiun To dan mendekatkan kepalanya ke Mi Kuo.
Dia hanya menggelengkan kepala dan senyum bodoh di wajahnya.
"Heeh.. Apa gunanya katana itu kalau tak tau apa-apa.", ucap Shiun To lalu kembali berbaring di kasur empuknya.
"Ngomong-ngomong di sini apa tidak ada gitu orang yang tau tentang katana naga laut?", Tanya Mi Kuo.
Shiun To seketika terdiam dan mencoba memikirkan seseorang.
Dia melirik Mi Kuo dan mengangguk.
********
Saat masih ramainya pesta, mereka berdua mencoba berjalan perlahan-lahan karena tubuh Shiun To masih lemah, tentu saja lewat jalan lain dan menghindari keramaian pesta.
"Kita mau kemana?", tanya Mi Kuo sambil membantu Shiun To berjalan.
"Ada seorang leluhur kaum naga, dia sudah hidup sejak kekuasaan ksatria dewa pertama.", jelas Shiun To.
"Waah.. Pasti sudah sangat tua ya? Ehm.. Hebat bisa memiliki umur puluhan ribu tahun."
Mereka berjalan terus, melewati jalanan tanah liat hutan dan di dampingi berbagai pohon dengan bunga-bunga.
Beberapa langkah mereka melihat sebuah rumah pohon dengan patung naga di pagarnya.
"Permisi, nenek Tan apa kau di dalam?", panggil Shiun To dan mengetuk-ngetuk pintu kayu itu.
Tak lama pintu itu terbuka, terlihat seorang wanita cantik, putih dengan tanduk kecil di keningnya.
"Yang mulia, kenapa anda kemari?", tanya wanita itu.
"Ah.. Kami kemari ingin menemui nenek Tan. Benarkan Shiun To?", ucap Mi Kuo, sambil tersenyum lebar kepada Shiun To.
"Mencariku? Untuk apa?", tanya wanita itu lagi, dengan wajah bingung.
"Hah?", "nona jangan bercanda, mana mungkin kau nenek Tan."
Shiun To hanya tertawa mendengar perkataan Mi Kuo, dia tak tau bahwa wanita itu adalah nenek Tan sendiri.
"Hei bocah, aku ini nenek Tan bodoh. Kalau kau kesini hanya membuatku kesal pergi saja sana.", ucap nenek Tan dengan wajah merah dan tanduknya mulai memanjang.
"Tapi? Wajahmu kenapa—".
"Ah.. Nenek dia adalah Mi Kuo, ksatria dewa generasi ke tujuh."
Sela Shiun To, dia menjelaskan siapa Mi Kuo sebenarnya.
Nenek Tan yang tak asing dengan wajah Mi Kuo, mulai memandangi tubuh Mi Kuo dari segala arah. Dia berputar-putar melihati Mi Kuo, dari ujung rambut sampai ujung kaki, membuat Mi Kuo risih.
"Nenek, apa yang ku lakukan?", tanyanya dan menghentikan nenek Tan.
"Tunggu.. Apa kau Tuan Shien Yi?", tanya nenek itu dan mereka terdiam bingung.
"Shien Yi? Siapa itu?", tanya Mi kuo.
"Huuff.. Masuk lah, aku akan menceritakan siapa itu Shien Yi.", ucap nenek Tan dan masuk kerumah, di ikuti dengan mereka berdua.
•
•
•
BERSAMBUNG...