Kedua orang yang saling memandang satu lain dengan pandangan yang sama-sama bagaikan burung elang yang siap memangsa musuhnya. Sudah sekian menit Alendra menodongkan pistolnya ke arah Tristan, tapi Alendra masih belum juga memutuskan untuk membunuh Tristan. Entah kenapa ia merasakan kedua tangannya sangat sulit untuk menarik pelatuk pistolnya yang pelurunya sudah diisi dan sudah siap untuk menembus kulit Tristan dengan sekejap mata serta sampai masuk kedalam tubuhnya.
"Silahkan tembak saja! Tunggu apa lagi? Hem?!"
Tristan semakin memajukan langkahnya untuk mendekati Alendra karena Tristan tahu laki-laki di hadapannya itu bukanlah laki-laki yang pembunuh berdarah dingin yang tidak sebanding dengan dirinya sama sekali. Ketika melihat tangan Alendra memegang pistol tersebut, Tristan tentu saja tahu bahwa tangan Alendra sedikit bergetar dan terlihat sangat kaku untuk menembak.
"Mundurlah! Jika kamu tidak ingin aku tembak!"
Alendra pun berusaha untuk berbicara dengan sedikit lantang karena ia ingin membuat Tristan tahu bahwa dirinya benar-benar sangat serius untuk membunuhnya. Namun, Tristan hanya tersenyum kecil mendengar peringatan dari mulut Alendra, baginya ucapan Alendra hanyalah sebuah lelucon yang tidak penting sama sekali di matanya.
"Tembaklah!"
Tristan langsung saja memegang pistol yang berada di tangan Alendra dan menondongkan pistol itu ke arah dahinya, sehingga Alendra melotot tidak percaya melihat itu semua. Alendra kira Tristan akan takut dengan ancamanya itu dan ternyata perkataan pengawalnya barusan memang ada benarnya bahwa yang ia lakukan saat ini benar-benarlah percuma.
"Sial!" Alendra hanya bisa menahan rasa amarah di dalam hatinya, lalu melepaskan pistol itu dari tangannya karena Alendra merasa dirinya sudah kalah telak sekarang. Apa lagi ketika melihat seluruh pengawal Tristan di sekitar sekeliling mereka tentu saja sangatlah banyak dan bahkan dirinya belum tentu bisa kabur dengan keadaan hidup setelah itu.
Alendra sudah membayangkan dirinya betapa menyakitkan jika dirinya ditembak beberapa kali di tempat ia berdiri saat ini, sehingga tubuh Alendra menjadi berkeringat dingin sekarang. Ia kira laki-laki di hadapannya itu sosok yang mudah ia kalahkan, tapi dugaannya salah besar justru dirinya hanya mengantarkan nyawanya saja dengan sangat mudah untuk di bunuh.
"Pulanglah, jika kamu ingin hidup!" ucap Tristan dengan santai duduk di sebuah kursi yang sudah di sediakan oleh pengawalnya.
"Aku tidak akan pulang sebelum Maya pulang bersama ku!" ucap Alendra dengan sangat yakin dengan ucapannya.
Walaupun rasa ketakutan di dalam hatinya, namun Alendra tetap memikirkan keselamatan sahabatnya itu karena Alendra tidak ingin membiarkan orang lain menyakiti sahabatnya yang satu-satunya ia miliki di dunia ini.
"Aku tidak akan pernah membiarkannya pulang bersama mu!"
Tristan pun menghidupkan rokoknya dengan sebuah korek api yang ia jadikan kalung di lehernya, korek api tersebut bukanlah hanya sekedar korek api biasa. Melainkan korek api yang memiliki senjata yang sangat mematikan jika terluka oleh benda kecil itu, Tristan mempersiapkan hal itu sudah dari dulu dan khusus untuk dirinya sendiri supaya musuhnya sangat mudah ia kalahkan, apa lagi dalam keadaan mendesak Tristan bisa mengunakkannya untuk menolong dirinya dari bahaya yang ingin menghabisinya.
"Tolong biarkan dia pulang bersama ku!" Alendra pun akhirnya memohon kepada Tristan dan bahkan dirinya rela berlutut di bawah kaki Tristan saat ini demi membawa Maya pulang bersamanya.
"Kenapa kamu menginginkannya untuk pulang bersama mu?" tanya Tristan yang langsung saja menghembuskan asap rokok itu dari mulutnya ke atas dan terlihat asap rokok itu cukup banyak keluar.
"Aku ingin menjaganya dengan baik dan merawatnya karena dia sahabat baik ku," jawab Alendra dengan jujur.
"Merawatnya? Dan menjaganya? Apa kau tahu perkataan mu itu sangatlah konyol!" ucap Tristan.
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan dari sahabatku?" tanya Alendra.
"Sudah ku katakan bahwa sahabat mu itu ku jadikan sebagai milik ku! Apa kamu masih belum paham? Hem?!" Tristan pun melemparkan rokoknya berada di hadapan Alendra dan terlihat Alendra sedikit terkejut melihat itu.
"Tapi aku—" ucap Alendra terpotong.
"Pergilah tanpa sahabat mu atau kau ingin tetap di sini dan dibunuh oleh pengawalku!" Tristan pun memberikan sebuah keputusan yang sangat berat untuk Alendra, rasanya Alendra tidak bisa pulang tanpa Maya karena dirinya sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu. Namun, pilihan yang kedua membuat Alendra diam membisu karena mana mungkin dirinya mati di tangan pengawal Tristan dengan sangat mudah.
"Pengawal! Kurung dia sementara!" Akhirnya Tristan memberi perintah kepada pengawalnya untuk menangkap Alendra dan serta yang lainnya. Terlihat Alendra sendikit memberontak karena di tahan, ingin rasanya Alendra menghajar orang itu namun sayangnya dirinya tidak memiliki kemampuan untuk menghabisi ratusan pengawal yang lebih kuat darinya.
"Lepaskan!" teriak Alendra namun Tristan tidak memperdulikan ucapan Alendra justru laki-laki itu berjalan santai menuju ke rumahnya yang seperti istana yang megah. Alendra berusaha menendang bokong Tristan mengunakan kedua kakinya namun sayangnya tidak sesuai apa yang ia inginkan karena kedua pengawal yang menahannya memegangnya dengan sangat erat dan selalu menarik tubuhnya supaya tidak mengenai tuan mereka.
"Alendra!" teriak Maya dari tangga ketika melihat sahabatnya yang sedang di tahan oleh pengawal Tristan.
"Maya!" Alendra pun berusaha melepaskan tangannya dari gengaman kedua pengawal itu, supaya bisa mendekati Maya lebih dari dekat lagi.
"Lepaskan saja dia!" ucap Tristan memberi perintah dan pengawal Tristan pun memundurkan langkah mereka kebelakang setelah melepaskan Alendra.
"Alendra, kenapa kamu berada disini?" tanya Maya dengan sangat khawatir sambil memegang kedua tangan Alendra dan terlihat Tristan sangat tidak menyukai hal itu, sehingga Tristan pun memisahkan kedua orang yang saling merindukan satu sama lain itu.
"A-ku, aku ingin membawa mu pulang, Maya. Tapi—" ucap Alendra terpotong karena tidak mampu lagi untuk melanjutkan ucapannya.
Alendra merasa malu dengan dirinya sendiri yang tidak bisa melindungin Maya dengan baik, bahkan ketika melihat tubuh Maya yang sangat menyedihkan saat ini benar-benar membuat hati Alendra sangat terluka. Namun, Alendra tidak dapat berbuat banyak selain berdoa untuk sahabatnya. Ingin membawa kabur Maya tapi Alendra berbikir berulang kali terlebih dahulu karena keadaannya saat ini sungguh memalukan dan sangat tidak memungkinkan.
"Tapi kenapa, Alendra?" tanya Maya dengan suara yang ia sedikit kecilkan berharap Tristan tidak mendengar omongannya, tapi tidak semudah yang Maya bayangkan karena Tristan berada di sampingnya dan tentu saja Tristan mendengar semua yang ia katakan. Bahkan Tristan berulang kali berdeheman supaya Maya sadar akan kesalahannya.
"Sebaiknya, lain kali saja kita berdua bicarakan tentang hal ini. Lihatlah kupingnya dari tadi terbuka sangat lebar saat ini," sindir Alendra.
"Tentu saja karena aku punya kuping!" ucap Tristan membalas sindiran Alendra.