Chereads / Nyonya Muda Kesayangan Allan / Chapter 5 - Sebuah Kesepakatan

Chapter 5 - Sebuah Kesepakatan

Taksi yang di tumpangi Allandra berhenti tepat di depan 'Star Food Resto and Cafe'. Ini tentu bukan pertama kalinya dia datang ke tempat makan mewah itu. Hampir semua resto sudah pernah dia datangi bersama mantan kekasihnya, bahkan di Star Food, Allandra pernah merayakan ulang tahunnya ke dua puluh. Di tempat ini juga, dia flashback masa lalunya itu. Masa di mana dia masih di puja dan di kejar wanita dan juga teman.

Allandra melangkah masuk ke dalam resto, tetapi, baru saja satu langkah, dia bertemu dengan salah satu temannya saat dia masih sukses dulu, Haris. Lelaki itu memandangi Allan dari rambut sampai kaki, lalu menatapnya dengan tatapan menghina.

"Udah jadi gembel, masih main ke Star Food? Yakin bisa bayar?" katanya menyindir.

"Bisa bayar atau tidak, memangnya apa urusannya sama kamu?" sahut Allandra santai.

"Tahu diri aja, kalau sudah miskin, gaya nggak usah sok kaya!"Haris mendorong Allandra hingga nyaris tersungkur.

"Stop Ris, Ngapain sih cari gara-gara. Ayo pulang, kita nggak perlu bergaul sama gembel seperti dia, gembel itu menular." Tomi, teman mereka berdua datang dan merangkul Haris lalu berlalu. Allan berdecak kesal, tapi dia memilih untuk tenang. Selangkah lagi, kehidupannya akan berubah. Dia akan kembali pada masa keemasannya jika berhasil membuat kesepakatan dengan Sabilla.

Sesuai dengan yang di katakannya dalam pesan singkat, wanita yang di temuinya itu telah duduk anggun menunggunya di meja dengan nomor dua puluh tiga, sesuai dengan usianya sekarang. Allan tidak tahu, apa alasan wanita itu memilih nomor meja yang sama dengan jumlah usianya, dan itu tidak penting. Hal paling penting yang harus Allan ketahui adalah, seberapa besar wanita itu menginginkannya.

Dari samping, Allan bisa melihat wajah cantik dan mulus tanpa cela milik Sabilla. Anting dengan bandul mutiara black pearl membuat pesona wanita itu semakin terpancar. Mini Dress merah menyala dengan hiasan beberapa butir mutiara di pundaknya menarik perhatian Allan. Sepertinya Nyonya Kaya itu memang sangat menyukai mutiara. Sebagai lelaki normal, Allandra sangat tertarik dengan penampilan Sabilla. Wanita itu terlihat jauh lebih muda di bandingkan usianya.

Allandra bisa melihat dengan jelas, lekuk tubuh Sabilla tergambar. Dadanya membusung, perutnya ramping dan rata, kaki jenjangnya menjuntai ke lantai dengan memakai sepatu high hells yang Allan yakin harganya sebanding dengan ponsel keluaran terbaru miliknya. Wanita itu memang secantik boneka.

"Maaf terlambat." Allan segera merarik kursi di hadapan Sabilla lalu duduk di sana. Wanita itu tidak langsung merespon, tetapi justru memandanginya dengan tatapan penuh minat.

"Tidak masalah. Aku bisa menunggu lebih lama lagi. Aku senang, akhirnya kamu memilih untuk menemuiku." ucap wanita itu begitu anggun dan elegan. Sabilla meraih gelas di hadapan Allan dan menuangkan wine untuknya. Allan heran, gerakan jemari Sabilla dengan kuku bercat merahnya pun tampak menarik di matanya. Allan merasa dirinya tidak normal, dia berusaha menyadarkan diri kalau Sabilla adalah istri orang, pengusaha yang lumayan ternama di kota ini.

"Aku datang untuk membuat kesepakatan." Allan meneguk minuman di gelasnya, dia berusaha bersikap setenang mungkin. Karena jujur, pesona Sabilla malam ini membuatnya sedikit salah tingkah.

"Sebutkan saja. Aku akan berusaha mengabulkan permintaanmu. Bisa jadi, itu mudah bagiku. Jika memang sulit, aku akan mengusahakannya." Sabilla juga meneguk isi gelasnya perlahan lalu meletakkan kembali gelas itu ke atas meja dengan sangat hati-hati.

"Aku ingin kamu bisa menjamin, setelah aku mau menikah denganmu, Wijaya Group bisa kembali berdiri seperti dulu." Allan melontarkan kalimatnya itu dengan penuh keyakinan tanpa basa-basi. Tujuannya memang itu, dengan mengembalikan kejayaan Wijaya Group, Allan bisa menebus kesalahan yang di lakukannya pada keluarganya. Sabilla tersenyum, tangannya terulur, di genggamnya erat tangan Allan yang terletak di atas meja. Allan tidak membenci sentuhan itu, anehnya dia merasa sentuhan yang di berikan oleh Sabilla membuatnya tenang dan nyaman.

"Aku janji, asal kamu mau menikah denganku, Wijaya Group pasti akan bangkit kembali, bahkan berkembang lebih pesat dari sebelumnya. Percayalah padaku." Setelah di khianati, Allan benci harus mempercayai seseorang, tapi baginya, kalimat yang di ucapkan Sabilla bukanlah bualan, wanita itu benar-benar akan menyelamatkan hidupnya.

"Baik. Aku setuju menikah denganmu. Aku harap kamu tidak mengecewakanmu. Sebelumnya, boleh aku tahu berapa usiamu? Sungguh, ini tidak ada hubungannya dengan pernikahan, aku hanya ingin tahu." ucap Allan sangat berhati-hati, bagaimanapun dia sangat paham, wanita paling tidak suka di tanya masalah usia. Itu pertanyaan yang cukup sensitif.

"Usiaku dua puluh delapan tahun. Selisih lima tahun denganmu. Kamu pasti bingung, dari mana aku tahu usiamu, tapi untuk anak dari pengusaha ternama sepertimu, informasi kecil seperti itu mudah di dapat bukan?" Sabilla menatapnya lagi, bola mata kecoklatan milik wanita itu seakan menembus hatinya. Dia benar-benar tertarik. Allan kesal pada dirinya sendiri, bagaimana dia bisa berubah haluan seperti sekarang? Apakah dia terlalu frustasi karena Raya memutuskannya sehingga hal itu merubah dirinya menjadi penyuka wanita yang telah memiliki pasangan? Sungguh konyol! umpatnya dalam hati.

"Aku rasa, kamu terlihat lebih muda dari usiamu sekarang." kata-kata itu lolos begitu saja dari mulut Allana.

"Apakah kamu sedang menggodaku? tapi terima kasih, aku suka sekali pujianmu Tuan Muda Wijaya." Sabilla mengedipkan satu matanya pada Allan dan itu berhasil membuat detak jantung lelaki itu lebih cepat.

"Jangan mengejekku, panggilan itu sudah tidak cocok untukku sekarang. Tidak ada Tuan Muda yang kere sepertiku." Allan mencibir dirinya sendiri. Memang tidak ada yang bisa di banggakan dari dirinya sekarang.

"Jangan merendahkan diri begitu. Kamu sudah bersedia menikah denganku, itu artinya mulai malam ini kamu adalah kekasihku. Aku mau kamu kembali menegapkan dirimu. Kamu lelaki yang cerdas, hanya saja kamu harus bekerja lebih keras mulai sekarang. Gali potensimu, aku akan mendukung setiap langkahmu, Allan." seketika Allan menyadari kesalahannya di masa lalu. Dia memang cerdas, tapi dia malas. Dia hanya mengandalkan ayahnya, dan itu adalah kesalahan besar.

"Terima kasih Sabilla. Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku akan memanfaatkan segala kebaikanmu untuk berkembang lebih baik.Bolehkah aku bertanya sesuatu? Kali ini pertanyaan yang aku ajukan cukup bersifat pribadi." Sabilla tersenyum tipis, cara Allan setiap akan bertanya membuatnya tersentuh.

"Apa yang ingin kamu tahu? Aku tidak masalah dengan pertanyaanmu, apapun itu pasti aku jawab." Allan senang, Sabilla selalu terbuka padanya. Dia harap seterusnya wanita itu akan bersikap seperti sekarang.

"Apa alasanmu berniat menikah lagi?" Sabilla tersenyum lebar mendengar pertanyaan yang di ajukan oleh Allan.

"Bukan aku tidak mau menjawab, tapi aku pasti akan memberikan jawaban itu, nanti setelah kita menikah. Kamu mau makan apa? Biar aku memesankannya untukmu." Sabilla mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Apa saja. Aku yakin, kamu lebih tahu, makanan apa yang paling enak di resto ini."

"Insting Anda sangat bagus Tuan Muda."