Chereads / Nyonya Muda Kesayangan Allan / Chapter 3 - Bertemu Nyonya Kaya

Chapter 3 - Bertemu Nyonya Kaya

"Nyonya, Anda pasti kaget mengetahui siapa lawan dari Mike kali ini." bisik seorang asisten wanita pada seorang wanita yang menjadi sponsor pertandingan tinju yang di ikuti oleh Allandra.

"Siapa dia? Kau sungguh membuatku penasaran." ucap wanita berlipstik maroon itu dengan tegas.

"Anak dari Andra Wijaya, pemimpin Wijaya Group yang sedang banyak di bicarakan karena kebangkrutannya." jelas si asisten. Wanita itu tersenyum miring.

"Menarik. Pemimpin Wijaya Group di kenal dengan ketampanannya, apakah anaknya setampan ayahnya?" tanya wanita itu lagi.

"Jangan bilang, Nyonya akan mengambilnya sebagai suami simpanan Nyonya. Dia terlalu muda nyonya, masih dua puluh tiga tahun." si asisten memberikan informasi.

"Usia itu tidak penting. Asal dia mau, apa yang tidak mungkin. Aku punya apa yang dia butuhkan. Di lihat dari situasinya, dia pasti tidak akan menolak kalau aku memberikan kehidupan layak padanya." wanita itu tampak begitu yakin. Mendengar siapa yang akan menjadi targetnya, wanita itu menjadi tidak sabar untuk menemuinya. Hanya saja, dia harus menjaga wibawanya sebagai seorang sponsor.

Pertandingan pun di mulai. Allandra bertarung dalam ring melawan Mike, seorang pemenang bertahan dari kompetisi dua season sebelumnya. Bima memberikan semangat bersama beberapa temannya. Sahabat Allandra itu merasa sedikit was-was mengingat siapa yang menjadi lawannya.

"Jangan pesimis, aku pasti menang." kata Allandra dengan percaya diri saat mereka berangkat ke lokasi pertandingan beberapa jam yang lalu.

Pertandingan berlangsung sengit. Di beberapa ronde awal, Allandra tampak sangat kewalahan karena Mike melawannya dengan kekuatan penuh. Tapi beruntung, di ronde terakhir, Allandra menjadi pemenangnya. Meskipun wajahnya mendapatkan beberapa luka yang cukup serius.

Bima merasa lega saat wasit mengangkat tangan Allandra sebagai pemenang kompetisi season kali ini. Dia dan beberapa orang temannya naik ke atas ring untuk memberikan selamat.

"Allan, aku nggak nyangka kamu benar-benar jadi pemenang. Aku pikir, badanmu hanya akan remuk sia-sia mengikuti kompetisi ini. Kalau begitu, mari kita pulang, kawan!" Bima dan Allandra tengah berada di halaman sasana, mereka hendak pulang kembali ke rumah. Mendadak sebuah mobil sedan keluaran terbaru berhenti tepat di hadapan mereka.

Seorang wanita yang usianya tampak lebih tua dari Allandra turun dari mobil tersebut. Aura kepemimpinan wanita itu merebak. Bima sedikit bergetar melihatnya, berbeda dengan Allandra, dia santai saja melihat kehadiran wanita itu.

"Kamu kenal sama dia?" bisik Bima ke telinga Allandra.

"Nggak kenal. Tapi, beberapa kali wanita itu tampil di televisi. Dia Sabilla, seorang desainer terkenal." balas Allandra.

"Maaf mengganggu, bisakah kita bicara bicara berdua?" Sabilla menatap Allandra, dan pria itu yakin, Sabilla mengajukan pertanyaan itu padanya.

"Tentu. Bima, kamu pulang duluan saja. Aku titip tasku." Allandra menyerahkan tas yang berisi uang hasil bertandingnya pada Bima.

"Kamu yakin?" tanya Bima ragu. Dia khawatir, ada hal tidak baik yang di rencanakan oleh wanita misterius di hadapan mereka itu.

"Ayahku bilang, harus percaya diri. Apalagi dia wanita." Allandra tidak merasa gentar sedikitpun. Dia berpikir, keberuntungan sebentar lagi akan berpihak padanya.Bisa jadi, Sabilla membutuhkan seorang pengawal atau pekerjaan lainnya untuknya.

Bima akhirnya setuju meninggalkan Allandra bersama Sabilla. meskipun sedikit ragu, dia yakin sahabatnya itu memiliki faktor keberuntungan yang tidak bisa di pungkiri. Contohnya kemenangannya malam ini.

"Silakan masuk, kita tidak akan bicara di sini." Sabilla mempersilakan Allandra masuk ke dalam mobilnya. Pria itu mengikuti kemauannya.

"Jalan, Pak. Ke kafe matahari." perintah Sabilla pada sopirnya, Pak Joko segera mengiyakan permintaan bosnya.

Allandra dan Sabilla duduk bersebelahan. Allandra membuat jarak di antara mereka, dia duduk sangat berdekatan dengan jendela. Melihat jarak di antara mereka terlalu jauh, Sabilla menggeser letak duduknya agar sedikit lebih dekat dengan pria itu.

"Siapa namamu?" tanyanya pada Allandra yang sejak tadi sedikit tegang.

"Allan." jawabnya. Dia pikir tidak perlu menyebutkan nama panjangnya.

"Sesuai, namamu setampan wajahmu. Terima kasih sudah mau mengikutiku."

"Karena aku tahu, pasti Anda punya penawaran yang bagus untukku, bukan begitu?" sahut Allandra cepat. Dia ingin memastikan, apakah dugaannya benar atau ada hal lain yang menyebabkan Sabilla menemuinya.

"Ternyata kamu cukup peka. Penawaran yang menarik, itu memang benar. Nanti kita akan bicarakan detailnya. Boleh aku tahu, apa kamu masih kuliah?" tanya wanita itu, Allandra sedikit risih karena Sabilla sepertinya akan banyak mengorek informasi pribadinya.

"Tidak. Aku sudah lulus." jawabnya singkat.

"Aku sudah mendengar kecerdasan ayahmu dalam berbisnis, kamu pasti memiliki kecerdasan yang sama dengan ayahmu." gumam Sabilla, Allandra hanya menyunggingkan senyum. Dia senang di samakan dengan ayahmya, meskipun sedikit keras dalam mendidik, Allandra diam-diam mengagumi Andra, dia ingin menjadi pemimpin yang seperti ayahnya. Sampai hari ini, dia masih belum percaya, kenapa ayahnya bisa bangkrut. Sedikit tidak masuk akal, tapi semuanya itu nyata.

Mereka sampai di Kafe Matahari. Allandra dan Sabilla memilih ruangan eksklusif. Ini adalah kafe berbintang yang dulunya juga sering Allana kunjungi bersama Raya. Dia sedikit teringat masa itu saat memasuki kafe.

"Jadi, apa tujuan Anda mengajakku kemari? Aku lelah dan ingin segera pulang." Allandra tidak ingin basa-basi lagi. Sabilla paham, apalagi wajah Allandra memang memar-memar.

"Tenang, aku tidak akan mengulur waktu. Aku akan segera membahas tujuan utamaku mengajakmu bertemu. Jadi, aku ingin kamu menjadi suamiku." kalimat terakhir Sabilla membuat Allandra melongo, dia menggerakkan bibirnya tanpa bisa mengeluarkan kata-kata.

"A..., a.., apa aku tidak salah dengar? Bu..., bukannya kamu sudah memiliki suami? Om Suryo, pengusaha itu? Dan lagipula usia kita terpaut jauh, aku yakin Anda lebih tua dariku!" Allana tampak tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Menurutnya permintaan Sabilla sangat aneh.

"Suryo? Pria tambun itu? Haha, ya... dia memang suamiku. Lalu, kenapa? Aku ingin kamu menjadi suami simpananku. Kamu tidak perlu takut, aku bisa menjanjikan segala yang kamu inginkan. Aku yakin, kamu pasti sudah sangat terbiasa hidup mewah dan aku bisa mengembalikan kemewahan itu dalam hidupmu." Allandra menatap Sabilla dengan seksama. Tatapan wanita itu mengabarkan padanya kalau dia benar-benar serius.

"Tapi...,"

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang. Kamu bisa menghubungiku nanti, ini kartu namaku. Sekarang aku akan mentraktirmu sebagai ucapan selamat atas kemenanganmu. Jangan sungkan." Sabilla menyodorkan kartu namanya yang berwarna emas. Seolah di suruh, tangan Allandra secara otomatis mengambil kartu nama itu dan memasukkannya ke dalam kantong kemejanya.

Mereka berdua memesan beberapa jenis minuman makanan ringan. Allandra sejenak melupakan segala kepenatan yang mengganggu pikirannya. Dia seakan lupa dengan semua kemalangan yang tengah menimpanya akhir-akhir ini. Malam itu, Allan menganggap masalahnya hilang, bebas dan lepas.