Chapter 16 - Sabar Ya Demir

Dee tertidur setelah mendapatkan perawatan dari Demir. Jam sudah menunjukkan jam delapan pagi. Sudah saatnya mereka sarapan ke bawah. Keluarga besar mereka masih berada di hotel karena mereka juga menginap di hotel.

Dua keluarga besar memutuskan liburan bersama pasca Dee dan Demir menikah. Nayla dan Luna juga ikut menginap karena telah dianggap keluarga. Nayla yang paling bahagia di dunia ini karena bisa pacaran plus liburan bersama Rico.

Pintu kamar diketuk dari luar. Demir jalan ke depan membukakan pintu.

"Mami," panggil Demir pada Nona. "Masuk mi."

Nona masuk dalam kamar dan matanya memendar menatap sekeliling kamar.

"Dee mana?"

"Bobok mi."

"Kok masih bobok sich? Kamu bikin dia kecapaian ya hingga badannya remuk?" Tanya Nona penuh selidik.

"Enggak mi," jawab Demir singkat.

"Pengantin baru kok wajahnya muram gitu?" Goda Nona pada anak sulungnya.

"Enggak ada murung kok mi. Mami salah liat kali." Demir mengelak.

"Abang jangan bohongin mami. Percuma mami hamil kamu sembilan bulan jika tidak tahu kamu bermuram durja. Pengantin baru itu harus senyum yang manis. Kan abis belah duren." Goda Nona mencubit dagu Demir.

"Boro-boro mi yang ada Dee sakit perut gara-gara mensnya datang semalam." Demir menggerutu kesal sembari mencibirkan bibirnya.

"Pantesan cemberut gitu. Anak mami belum dapat jatah rupanya. Bangunkan Dee kita sarapan dibawah!"

Demir menatap Dee yang tertidur nyenyak. Melihat Dee tidur Demir jadi tidak tega untuk membangunkannya.

"Dee nyeri mi gara-gara mens hari pertama. Itu baru tidur abis dikompres perutnya pake air hangat. Tadi abang kasih JSR ke dia. Minta pihak hotel membuatkannya"

"Ya udah kalo Dee enggak bisa turun. Mami akan minta pihak hotel untuk antarkan sarapan kalian ke kamar. Sabar ya abang tunggu Dee selesai mens. Tujuh hari enggak lama kok," ucap Nona beranjak pergi.

"Mami," cebik Demir kesal. Dalam situasi seperti ini Nona masih saja mengoloknya jika itu Onya sudah Demir lempar ke rawa-rawa.

Nona tertawa cengengesan melihat penderitaan si anak sulung. Tidak bisa melakukan malam pertama. Pasti kepala Demir cenat cenut sekarang apalagi kepala bawah.

"Ya udah mami pergi dulu ya abang. Bye bye." Nona melambaikan tangan dan memberikan ciuman jarak jauh.

Sesampainya di restoran hotel para keluarga keheranan karena Nona datang sendirian.

"Dee dimana mbak?" Tanya Vira, mami Dee.

Nona mendekati Vira dan berbisik, "Dee lagi tidur?"

Mata Vira membola, tersenyum manis, "Kecapekan malam pertama kali mbak."

Nona melambaikan tangan ke udara, "Bukan mbak." Nona tersipu malu.

"Lantas?" Vira semakin kepo.

"Dee datang bulan," balas tertawa cekikikan.

"Apa Dee datang bulan?" Tanya Nayla dan Luna serentak. Tak sengaja mereka mendengar percakapan Nona dan Vira.

"Kalian ini. Enggak boleh nguping obrolan orang tua," gerutu Vira bergerak akan menjewer kuping Nayla dan Luna namun kedua segera menghindar.

"Enggak kena mami." Luna malah memprovokasi Vira.

"Dasar kalian!" Cebik Vira kesal. Matanya sampai melotot.

"Udahlah mbak enggak usah marah sama mereka. Dinding bertelinga," tepis Nona. Ia lalu menoleh pada Nayla da Luna. "Onya mana?"

"Sibuk main tik tok tante. Dia mau review hotel ini," kata Luna menjawab.

"Anak itu udah gila gara-gara tik tok. Kayak ada di dunia lain gitu. Sibuk sendiri." Nona menggerutu.

"Mau bagaimana lagi tante. Onya itu salebgram," ucap Nayla. Tawa Luna pecah gara-gara ucapan receh Nayla.

"Selebgram kali." Vira meralat omongan Nayla.

"Kalo yang benarnya selebgram kalo Onya mah salebgram," timpal Luna lagi.

"Dee kalo mens biasanya sakit perut kan La?" Luna menoleh pada Nayla.

"Iya. Biasanya satu hari tu anak bakal ada dalam kamar. Tiap mens hari pertama dia akan meringkuk dalam kamar dan tidur."

"Selalu kayak gitu ya?" Nona bertanya.

"Iya tante. Tiap mens hari pertama kayak gitu. Parahnya dia bisa sampai jambak orang kalo lagi sakit." Luna menjelaskan. Selama empat tahun mereka satu kost ya pasti tahulah kebiasaan masing-masing.

"Waduh parah juga ya." Nona meringis membayangkan Demir dijambak Dee karena sakit datang bulan.

"Tante kok bengong?" Luna melambaikan tangan tepat di wajah Nona.

"Membayangkan betapa menderitanya Demir kena jambak sama Dee."

Vira, Luna dan Nayla tertawa cekikikan. Entah kenapa mereka bisa tertawa membayangkan Demir disiksa Dee.

Luna menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Enggak kuat bayanginnya. Berasa dosa sama dosen sendiri. Membayangkan malam pertama mereka yang tertunda udah miris apalagi itu."

"Gue sudah bisa bayangkan bagaimana wajah Pak Demir kusut kayak kaset rusak tahu bininya mens. Ekspektasi dan realita tak pernah sama." Lanjut Nayla tertawa cekikikan.

"Dasar murid durhaka. Dosen sendiri diketawain." Nona menegur keduanya.

"Tadi tante liat wajahnya Demir kusam dan tak semangat."

"Gimana enggak kusam tante. Angan-angan dan kenyataan berbanding terbalik. Berharap buka puasa eh ternyata masih puasa hingga seminggu ke depan. Kasian si Joni," ucap Luna keceplosan. Efek suka nonton bokep ya gini. Otak rada miring dan mesum.

"Siapa Joni?" tanya Vira keheranan. Ia sampai berhenti mengunyah makanan karena penasaran.

"Kasih tahu enggak ya?" Nayla malah menggoda Vira.

"Nayla," ucap Vira pelan tapi mengintimidasi. Bulu kuduk Nayla langsung meremang.

"Janji enggak marah kan mi?"

"Janji."

"Joni itu nama adek kecilnya cowok."

Makanan yang dikunyah Vira menyembur wajah Nayla karena kaget. Cantik-cantik ternyata mereka porno.

"Kalian ini." Vira marah dan melototkan matanya.

"Tadi mami udah janji," kata Luna membela Nayla.

"Udahlah mbak enggak usah marah. Anak-anak udah dewasa wajar aja pembicaraan mereka sudah tahap sana." Nona menengahi.

"Mereka baru 21 tahun mbak." Protes Vira.

"Zaman kita kalo tinggal di kampung. Umur 21 tahun dah punya anak tiga mbak." Nona tertawa receh lalu melanjutkan sarapannya. "Aduh sampai lupa. Minta petugas hotel antar sarapan ke kamar pengantin baru."

Nona beranjak dari tempat duduknya dan mencari staf hotel. Setelah selesai Nona kembali ke mejanya.

"Lun hubungan kamu sama dr Tomi gimana?" tanya Vira memecah kesunyian.

"Aman mi. Kami baik-baik saja walau mantan istrinya selalu datang merecoki kita."

"Bukannya apa-apa. Mami kurang setuju kamu sama dia?"

"Kenapa mi?" Luna terlihat kecewa karena hubungannya tak mendapatkan restu dari Vira yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.

"Kamu masih muda dan cantik. Masih bisalah milih. Masih banyak dokter-dokter yang single dan jomblo. Kenapa harus sama duda? Wanita tidak akan minta cerai sama suaminya jika tak tersakiti," ucap Vira lagi.

Selera makan Luna mendadak hilang. Jika Tomi duda apa salahnya? Toh dia tidak mengambil suami orang.

"Mungkin kamu marah dan kecewa karena mami enggak setuju kalian pacaran tapi mami udah anggap kamu seperti anak makanya mami ingin yang terbaik buat kamu. Jika ada dokter yang single tapi masih bujangan why not?"

Nayla mengelus punggung Luna memberikan dukungan. Mendung menghinggapi wajah Luna. Tiba-tiba ia ingin menangis.