Demir menarik tangan Onya keluar dari kamarnya. Pak dosen mau memberikan kesempatan pada istri dan sahabatnya untuk bicara dari hati ke hati. Demir beruntung Dee memiliki sahabat yang sangat loyal seperti Nayla dan Luna. Kedua sahabat Dee memberikan nasehat yang benar untuk istrinya.
Untung saja Nayla dan Luna mencegah Dee ikut campur dalam urusan Bryan dan Citra. Menurut Demir tak seharusnya Dee ikut campur karena ia hanya orang luar. Seharusnya Dee bersyukur. Andai malam itu Dee yang menemui Bryan pasti dia yang akan dinodai oleh Bryan. Bisa jadi pernikahan mereka tidak akan terjadi.
"Bang kenapa lo tarik gue keluar dari kamar sich?" Onya memprotes tindakan abangnya. Tangannya sakit efek tarikan Demir.
"Lo bisa lembut dikit gak sih?" Cebik Onya kesal melepaskan tangannya dari genggaman Demir.
Demir menghentikan langkah dan berbalik menatap Onya.
"Lo bukan bini gue. Ngapain harus lembut?" Demir menjulurkan lidahnya.
"Gue adik lo bang."
"Makanya karena adik gue enggak perlu lembut sama lo."
"Kampret lo bang."
"Pilkada udah berakhir Onya enggak perlu panggil gue kampret atau cebong segala."
Onya tertawa terkekeh-kekeh mendengar humor receh abangnya. Selera humornya sangat rendahan. Gini aja udah ketawa.
"Bang kok lo tinggalin mereka bertiga di kamar? Harusnya lo marah kami datang mengganggu kalian." Onya mengompori Demir.
"Enggak usah jadi sumbu pendek." Demir membelai rambut Onya.
"Enggak ada gue jadi sumbu pendek." Onya mengelak padahal iya.
"Enggak usah bohong sama gue. Sembilan belas tahun gue kenal sama lo. Enggak bisa lo bohongi."
Onya tertawa cekikikan. Abangnya memang terbaiklah. Walau jarak usia mereka jauh tak mengurangi keakraban mereka.
"Lo enggak marah soal Bryan gitu? Bule ganteng itu naksir berat sama bini lo bang."
"Jangan bilang dia ganteng di depan gue. Yang ganteng itu gue," balas Demir narsis. Demir merentangkan tangan dan mengangkatnya ke atas seolah memperlihatkan pesonanya pada sang adik.
"Gaya lo lebay. Gue enggak bakal terpesona," ucap Onya telak. Demir menghentikan aksi narsisnya.
"Karena lo adik gue makanya enggak terpesona. Coba lo mahasiswa gue udah klepek-klepek."
"Ya Allah PD lo ketinggian bang mengalahkan puncak Himalaya."
"Lebih tinggi daripada itu?"
"Bang kita mau kemana ini?"
"Jalan-jalan keliling hotel asal enggak ketemu mami," balas Demir cepat.
"Gue bukan bini lo."
"Emangnya jalan-jalan sama istri gitu?" Wajah Demir garang.
"Ceritanya beda bang. Lo lagi honeymoon gitu."
Demir menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Emang gue honeymoon ya?"
"Kadang kegoblokan haqiqi lo bikin gue geram sekaligus kesal bang. Untung lo abang gue kalo enggak udah gue buang ke rawa-rawa dan gue ganti sama bang Ojun."
"Bang Ojun siapa?" Demir berpikir keras.
"Park Seo Joon. Aktor Korea paporit gue. Kalo namanya di Indokan enaknya panggil bang Ojun," balas Onya mau membuat Demir muntah. Adiknya benar-benar pecinta drakor kelas wahid.
"Kampret lo. Gue kira apaan." Demir tergelak tawa mengambil posisi duduk. Mereka berada di taman belakang hotel dan duduk di saung yang menampakkan pemandangan sawah yang tengah menghijau.
Udara segar menyergapi Demir. Matanya benar-benar dimanjakan dengan pemandangan hijau yang mengeliling hotel. Di Jakarta mana ada tempat sesejuk dan sehijau ini. Pantasan saja orang Jakarta butuh hiburan ke alam karena yang mereka lihat setiap hari gedung pencakar langit.
"Bang kenapa lo enggak nasehatin kak Dee sih?"
"Ngapain gue nasehatin jika para sahabatnya sudah mengingatkan dia. Gue ingin Dee dewasa dan bisa memilah dengan baik mana yang pantas mana yang tidak. Jika dia tahu kedudukannya sebagai istri gue, dia enggak bakal temui Bryan dan ikut campur urusan mereka."
"Gimana ceritanya cewek itu hamil anak Bryan? Bukannya bule itu bucin banget sama istri lo?"
"Dia mabuk lalu berhalusinasi liat sekretarisnya sebagai bini gue. Dia memperkosanya." Demir bicara apa adanya.
"Astagfirullah." Mulut Onya menganga hingga Demir menutup dengan telapak tangannya.
"Masuk nyamuk ntar," balas Demir.
Onya shock dan tak percaya dengan cerita Demir. Masa bule tampan nan keren, memiliki roti sobek nan aduhai bisa menjadi pemerkosa.
"Bang masa iya si Bryan itu perkosa sekretarisnya ampe hamil. Sulit dipercaya. Terlalu," ucap Onya menirukan meme Rhoma Irama bicara pada Ani.
"Tu buktinya dia perkosa sekretarisnya. Udah ekspresi lo jangan lebay. Biasa aja kali. Bule kayak gitu enggak usah lo kagumi. Kagumi aja abang lo yang ganteng ini." Demir menaruh jarinya di pipi dengan gaya sok imut.
"Bang geli gue liat gaya lo kayak gitu. Sumpah enggak lo banget. Lo belum sarapan kan?"
Demir menggeleng. Onya menarik tangannya.
"Mau kemana?"
"Sarapanlah."
"Enggak mau gue." Tolak Demir halus.
"Kenapa?"
"Jadi pertanyaan atuh. Masa gue enggak turun sama Dee? Biarkan para keluarga mengeluarkan argumennya sendiri karena kami enggak turun."
"Mereka tahu Dee datang bulan. Jadi lo enggak bisa malam pertama." Onya mentertawai abangnya.
"Bahagia liat gue menderita?"
"Bahagia banget liat lo jijit jari enggak bisa malam pertama. Itu bukan malam pertama namanya bang. Malam kedelapan nanti." Onya memegangi perutnya tak kuasa menahan tawa.
"Asem banget lo." Demir mengacak-acak rambut Onya hingga berantakan. Biar pun mereka kayak Tom and Jerry namun Demir sangat menyayangi Onya melebihi apa pun.
Demir merangkul sang adik. Meletakkan tangan ke bahu Onya namun ditepisnya.
"Kenapa?"
"Lo belum mandi. Ketek lo bau." Onya menutup hidungnya.
"Enggak ada akhlak lo jadi adik."
"Sejak kapan gue ada akhlak sama lo bang?"
"Gue lupa."
"Apakah lo bahagia bang?" Onya dalam mode serius memegang tangan kakaknya.
"Kok lo tanya kayak gitu?"
"Selama ini lo sangat dingin dan skeptis dengan cewek. Bertemu kak Dee lo baru sehangat dan enggak sekaku dulu bang. Gue turut berbahagia atas pernikahan lo." Onya mulai menangis terharu.
"Kok lo nangis?"Perasaan Demir ikut tercabik melihat tangisan adiknya.
"Gue nangis bahagia bang. Akhirnya lo nikah juga. Semoga setelah nikah enggak kaku kayak dulu lagi dan banyakin senyum. Kak Uty udah bahagia dengan pernikahannya semoga lo lebih bahagia bang. Dosen gaek kayak lo dapet mahasiswi muda dan bening."
Demir memeluk Onya merasa terharu dengan ucapan adiknya.
"Makasih adik gue yang cantik dan satu-satunya. Sebenarnya lo doain gue apa menghina gue?"
"Kok lo bilang gue menghina?"
"Kenapa lo bilang gue dosen gaek?"
"Emang lo udah tua bukan? Umur sekarang 32 tahun bentar lagi ulang tahun ke 33. Teman lo udah pada nikah dan punya anak. Lo belum."
"Kan lo mulai kampret lagi." Demir menunjuk sang adik.
"Bukan gue namanya jika enggak bisa bikin lo marah bang." Onya tergelak tawa.
Ketika mereka asik berbincang-bincang mereka berpapasan dengan Nona dan Vira.
"Kalian kok jalan bareng?" Vira kaget melihat keduanya.
"Dee mana?" Nona menimpali.
"Dee ada di kamar mami. Abang ajak Onya jogging. Berhubung kak Dee lagi datang bulan dan meringkuk dalam selimut makanya Onya yang temani."
"Aduh Demir enggak setia kawin banget sih. Harusnya istri lagi enggak enak badan ditemani bukan ditinggalin jogging." Nona memberikan ceramah panjang lebar.
Gini kalo ketemu mami nyerocos aja trus kayak jalan tol. Enggak berhenti kalo ngomong! Gerutu Demir sebal.