Chereads / The Grey Married / Chapter 1 - Part 1

The Grey Married

annisa_rahmat
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 11.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Part 1

Bayu Prawira, seorang pengusaha sukses, mapan, tampan dan kaya. Kehidupannya hampir sempurna sebagai seorang pria, hanya satu yang belum dimilikinya— seorang pendamping hidup. Entah kriteria seperti apa yang diinginkannya hingga berumur hampir kepala tiga tapi masih betah melajang. Bukan karena dia tidak laku atau tidak ada yang mau dengannya sehingga memutuskan untuk menjomblo. Bukan, bukan karena itu, bahkan banyak kaum hawa yang tergila-gila dengannya dan berniat untuk menjadikannya suami, baik dari kalangan remaja bahkan sampai ibu-ibu rumah tangga, tidak jarang juga teman online yang tak pernah di kenalnya selalu bersikap manis padannya.

Bayu berdecak begitu melihat isi direct massage dari para penggemarnya. Lagi-lagi ngajak nikah, pacaran, bahkan ada yang mengajaknya menikah online. Bayu sampai geleng-geleng kepala membaca satu persatu pesan di instagramnya.

'Menikah online? Yang benar saja. bikinnya gimana coba? Hamilnya online juga? Terus anaknya di download.'

Bayu kembali berdecak, ada-ada saja pemikiran kaum hawa jaman now. Apa-apa online, memangnya mereka mau apa kawin online juga.

"Den Bayu dipanggil sama tuan."

Bayu menoleh, kemudian mengangguk, dia segera beranjak untuk pergi keruangan sang papa, karena jika pria paruh baya yang darahnya mengalir ditubuhnya itu sudah bersabda, maka bayu tidak boleh menolak.

"Duduk Bay!" Bondan menitahkan anaknya untuk segera duduk di sebelahnya begitu Bayu tiba di ruangan sang papa.

"Ada apa, Pa?"

Bondan menghembuskan napas lelah, kemudian menyentuh lengan putra semata wayangnya itu. bayu sempat mengernyit heran melihat tingkah sang papa, karena tidak biasanya lelaki paruh baya itu memperlakukannya demikian.

"Kamu tidak mau kawin?"

"Ha?!" Bayu terbelalak, kaget mendengar pertanyaan sang papa. Kawin? Dia kira dirinya di minta datang menemui sang papa untuk membahas masalah perusahaan, tetapi ternyata tentang perkawinan.

"Kenapa kaget? Sudah seharusnya lho Papa tanya demikian, umur kamu sudah matang, masa depan kamu juga sudah mapan, apalagi yang kamu tunggu?"

"Pa, ini bukan soal umur atau masa depan, tapi soal perkawinan, dimana-dimana yang benar itu menikah dulu baru kawin, Pa. Memangnya Papa mau anaknya mengawini anak orang sebelum—"

Bondan memukul kepala anaknya dengan tongkat, maklum saja pria yang ada didepan Bayu ini kalau berjalan memang sudah tak selancar dulu, jadi dia menggunakan tongkat untuk membantunya kemana-kemana. Tapi meskipun begitu Bondan masih bisa menyetir mobil, walaupun kadang-kadang Bayu akan sangat cerewet meminta papanya menggunakan supir.

Bayu meringis merasakan nyeri di kepalanya, tidak begitu keras, tapi mampu membuatnya meringis menahan sakit.

"Papa juga tahu kalau itu, memangnya kamu tidak tahu maksud Papa bagaimana? Percuma Papa sekolahin kamu tinggi-tinggi, masalah seperti itu saja tidak tahu."

Bayu hanya diam menerima omelan dari sang papa. Entahlah, kenapa tiba-tiba otak cerdasnya tidak berfungsi, padahal kalau sedang berbisnis laki-laki ini selalu berhasil memuaskan klien.

"Papa ini sudah tua, Bay. Kamu tidak ingin memberikan cucu pada Papa? Apa kamu tidak ingin melihat Papa dipanggil Opa sama anak kamu? Sekarang Papa tanya, umur kamu sudah berapa?"

Mendengar kata 'opa' mengingatkan Bayu pada segerombolan fansnya yang sering memanggilnya oppa, padahal ya, mereka itu udah pada tahu di Indonesia panggilan itu buat siapa. Jelas saja Bayu tidak mau mendapat panggilan seperti itu dari siapapun, dia tidak ingin di samakan sama kakek-kakek, sedangkan dirinya saja belum menikah, alias masih lajang.

"Pa, menikah itu bukan perkara gampang—"

"Kata siapa nggak gampang? Kamu tinggal bawa calon mu, manggil penghulu, wali, saksi, ijab qabul, selesai, memangnya alasan apalagi yang ingin kamu sampaikan sama Papa."

Lagi-lagi Bondan memutus pembicaraan putranya, hal ini dia lakukan karena Bayu seringkali berasalan, bahkan kadang tak masuk akal. Salah satu alasannya dulu dia belum mau menikah karena dia terkena bisul, dan dia tidak mau menikah sebelum bekas bisulnya itu ilang. Dan sekarang... pria itu sudah kembali bersih, mulus, tanpa noda koreng sedikitpun tapi tetap saja mencari alasan.

"Pa, maksud Bayu bukan seperti itu, Bayu ingin istri bayu itu yang 'klop' sama Bayu, kita saling mencintai dan dia mau nerima Bayu apa adanya, bukan karena tampang Bayu apalagi harta."

"Alasan saja kamu, Bay. Pokoknya Papa nggak mau tahu, tahun ini kamu harus menikah, Papa akan pertemukan kamu sama pilihan Papa. Besok kamu datang ke restoran yang alamatnya udah Papa kirim ke hp kamu. Kalau sampai kamu nggak dateng, Papa pecat kamu sebagai ahli waris Papa!"

Skakmat!! Bayu tidak bisa berkata apa pun, sudah dibilang 'kan, kalau sang papa sudah bersabda, maka Bayu akan tunduk tak bisa berkutik. Jelaslah! Mana mau dia kismin, eh, miskin maksudnya sebelum waktunya, mau dikemanakan hasil usahanya selama ini membantu perusahaan sang papa.

***

Seperti apa yang dikatakan sang papa kemarin, Bayu sekarang berdiri di depan restoran, tempat pertemuannya dengan calon pilihan papanya.

"Harus banget apa kayak gini," gerutunya sambil memasuki restoran.

Setibanya di dalam dia menelusuri setiap orang yang ada di sana. Beberapa saat kemudian pandangan matanya berhenti pada gadis berbaju merah yang tengah memandang keluar jendela.

"Dia nggak ya orangnya? Kata papa sih bajunya merah. Coba dipastiin dulu deh." Setelah beragumen sendiri Bayu akhirnya melangkahkan kakinya menuju gadis itu. setelah sampai didepan wanita itu dia kembali melihat layar ponselnya, memastikan wajah yang ada di dalam benda pipih itu sama persis.

'Bener, dia orangnya.'

Wanita yang ada dihadapannya ini sedikit risih diperhatikan seperti itu, tapi ia mencoba menyapa, mungkin saja lelaki ini yang sedang ia tunggu.

"Hai, kamu Bayu ya?"

Bayu mengangguk sambil tersenyum. Ternyata benar, ini wanita yang dipilihkan sang papa untuknya.

'Cantik, bening juga nih cewek.' Bayu membatin setelah selesai memindai penampilan wanita berbaju merah itu.

"Kenalin, saya Anindita, kamu pasti bayu 'kan, anaknya pak Bondan." Anin mengulurkan tangannya tapi tidak dibalas dengan bayu.

"Duduk aja, maaf ya, tadi tangan ku abis aku gunain buat bersihin hidung, jadi tadi beberapa upil ada yang nempel, belum sempat cuci tangan lagi. Kamu nggak mau 'kan, tangan cantik kamu kena upilku." Bayu terkekeh kemudian duduk di depan Anin, sedangkan wanita yang ada di depannya ini hanya ber-oh ria dan kembali duduk. Sesekali tangannya menyusir rambutnya kebelakang telinga sambil tersenyum, terlihat sekali bahwa gadis itu salah tingkah.

"Iya, saya Bayu, udah dua kali lho, kamu tanya ini."

Anin kembali tersenyum, dia bingung harus bicara apalagi, karena pria di depannya ini sepertinya rada enggan menemuinya, entahlah, tapi kenapa dia mau datang kesini jika enggan bertemu. Apalagi sikapnya tadi tidak mengenakan, baru kali ini dia di perlakukan pria seperti itu, biasanya dimanapun dia berada pasti akan selalu dipuja karena kecantikannya. Sedangkan Bayu Prawira? Pria ini tidak memandangnya demikian ternyata.

"Mau pesan apa?" Bayu mulai membuka obrolan setelah saling diam cukup lama. Dia sedang membolak-balikan buku menu. Satu hal yang membuat Anin kurang suka dengan sikap Bayu, lelaki itu bertanya tanpa menatap ke arahnya.

"Eh? Kalau kamu sendiri, mau pesen apa?" Anin balik bertanya, dia mencoba memaklumi sikap Bayu, mungkin saja pria itu kurang nyaman dengan orang yang baru ia temui, jadi ia mencoba membuat Bayu nyaman agar nantinya bisa lebih akrab lagi.

"Apa ya? Menunya susah amat sih, di eja, ini nggak ada buaya krispi apa ya? Atau telur cicak asam manis gitu, susah amat bacanya." Bayu menggerutu, entahlah dia terlihat semakin aneh di depan Anin, padahal dia tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya.

"Kamu lucu banget sih, Bay. Ini kan restoran jepang, mana ada makanan begituan. Atau kamu mau pesen susi, biar aku pesenin ya."

"Eh, nggak usah. Saya sebenarnya lagi malas makan, nanti biar saya pesen minuman aja." Bayu menurunkan tangan Anin perlahan yang tadi sempat terangkat karena hendak memesankannya makanan.

"Oh, ya udah." Anin tersenyum, sebenarnya dia agak malu karena tadi sudah mengangkat tangan hendak memanggil pelayan.

"Mbak pesen jus jeruk satu ya— eh kamu mau pesen apa?" Bayu mencoba menawarkan Anin yang tadi sempat mengotak-atik ponselnya.

"Eh, sa... samain aja kayak kamu," jawab Anin tersenyum, dia mulai cengar-cengir sendiri melihat tingkah Bayu, dia mengira Bayu melarangnya memanggil pelayan karena lelaki itu sendiri yang ingin memesankan untuknya.

Setelah menerima pesanan dari tamunya, pelayan itu kembali pergi dan terjadilah keheningan diantara mereka. Bayu sendiri memang tidak begitu berminat dengan perjodohan ini, makanya dia ogah-ogahan berbicara manis, sudah datang aja syukur alhamdulilah.

Beberapa saat setelah keheningan itu, pelayan itu kembali lagi dan mengantarkan pesanan mereka.

"Umur Bayu berapa?" Anin kembali membuka obrolan, dia berharap Bayu bisa lebih dekat lagi dengan dirinya, walaupun sebenarnya dia sudah tahu berapa usia pria itu, tapi ia tetap ingin mendengar langsung dari orangnya sendiri, karena lelaki yang ada di depannya ini cukup menarik perhatiannya, tampan, kaya, dan sedikit jutek. Anin merasa tertangtang untuk bisa mendapatkan Bayu.

"Papa bukannya udah ngasih tahu ya?"

"Eh? I... iya, sih, cuma aku pingin denger langsung dari kamu."

"Seperti yang kamu tahu, umur saya sudah 29 tahun"

"Berarti bener ya apa yang dikatakan om Bondan."

Bayu mengangguk, kemudian kembali membuka suara. "Iya, benar. Boleh saya tahu sesuatu tentang kamu?"

Anin kembali tersenyum, hatinya bersorak, Bayu sudah mulai respeck dengannya. "Boleh, kamu mau tanya apa?"

"Kenapa kamu mau dijodohkan sama saya? Sedangkan kamu sendiri tahu di usia saya yang segitu saya sudah tidak muda lagi buat kamu."

Anin terdiam, dia sendiri bingung ingin menjawab apa, karena pada dasarnya dia mau di jodohkan atas permintaan papa nya yang ingin membangun kerja sama dengan perusahaan papanya Bayu. Bondan.

Cukup lama Anin terdiam, dan akhirnya ia mengeluarkan suara juga. "Emm... aku—"

"Tidak perlu di jawab, saya sudah tahu." Bayu memotong pembicaraan Anin, kemudian dia menghembuskan napas kasar. Anin sendiri bingung dengan perkataan Bayu, memang apa yang di ketahui pria itu.

"Tahu soal apa?" tanya Anin bingung.

"Saya tidak menginginkan istri yang menikah dengan saya terpaksa atau karena permintaan dari orangtuanya, saya juga tidak menginginkan istri yang memandang saya hanya dengan melihat fisik saya. Saya rasa kamu tahu maksud saya— oh iya satu lagi, saya kurang suka dengan cara kamu berpakaian, itu sangat terbuka, seperti kekurangan bahan. Padahal Papa kamu sendiri kaya."

Mata Anin membulat, ia tidak terima dikatakan seperti itu, sungguh mulut Bayu memang pedas, sepedas bon cabe level akhir. Memangnya lelaki itu tidak tahu apa kalau pakaian yang ia gunakan ini model terbaru. Bayu benar-benar keterlaluan. Cukup sudah, dia tidak ingin melanjutkan perjodohan ini apapun alasannya. Tidak pernah sekalipun dia diperlakukan pria seperti ini, dan lelaki di depannya ini... siapa dia? Bayu Prawira? Heh? Lelaki tua yang menyebalkan, dia masih bisa mencari lelaki muda yang mau bersanding dengannya.

Dengan perasaan kesal Anin segera menyambar tas nya dan pergi meninggalkan Bayu. Akhirnya pria itu berhasil menggagalkan rencana papanya, sekarang tinggal mengurus sang papa yang akan menceramahinya tiada henti. Tapi saat dia hendak pergi, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi menampilkan sang papa.

'Kok cepet banget ya sampainya. Papa benar-benar hebat, feelingnya ngalahin film oppa-oppa kuriyah.'

Bayu berdehem sebentar, mencoba memasang mental dan telinga untuk menerima amarah sang papa, tapi saat benda pipih itu tertempel dikupingnya, dan suara Bondan sudah berbunyi seketika itu mata Bayu membulat. Semua tidak seperti yang ia duga sebelumnya.

***