Chereads / The Grey Married / Chapter 3 - Part 3

Chapter 3 - Part 3

Bayu keluar dari kamar mandi dan mengusap rambutnya perlahan, pandangannya jatuh pada seorang gadis yang menunduk dengan masih menggunakan pakaian pengantin. Zahra. Gadis yang telah dinikahinya beberapa jam yang lalu, akhirnya ia mempunyai istri juga, dengan orang yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

"Kamu tidak mandi?"

"Eh? I... iya nanti."

"Nanti? Bentar lagi mau sholat magrib lho, keburu waktunya habis entar." Setelah mengatakan itu Bayu berjalan menuju lemari pakaian dan mengambil baju kokonya, saat ini dia memang hanya memakai handuk saja, sengaja tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi karena tidak terbiasa. Masa bodoh jika sekarang ada penghuni baru dikamarnya, toh mereka sudah halal.

Zahra masih saja diam, meskipun tadi sudah mengatakan iya pada Bayu. Ia sebenarnya masih canggung dan bingung harus apa karena masih ada Bayu di kamar.

"Kenapa masih diam saja. Perlu saya mandiin?"

"Oh... Engg... nggak usah, aku bisa sendiri." Zahra segera mendorong kursi rodanya dan mengambil pakaian yang ada di dalam koper, setelah itu ia bergegas ke kamar mandi dengan menahan panas di pipinya karena omongan Bayu barusan.

Pernikahan mereka memang tidak di gelar secara mewah, hanya resepsi sederhana meskipun Bayu adalah putra dari Bondan Prawira. Bukan karena dia malu duduk bersanding bersama Zahra yang masih memakai kursi roda, hanya saja dia memang tipe pria yang tidak suka di pajang di depan pelaminan kemudian di tonton banyak orang. Sungguh itu bukan dirinya.

Beberapa menit setelah berada di dalam kamar mandi, Zahra keluar dengan tubuh yang terlihat lebih segar. Diurainya rambut panjangnya yang hanya sebahu, terlihat cantik meskipun tanpa polesan make up di wajahnya.

"Su... sudah sholat?" Zahra mencoba bertanya, dia bingung hendak memanggil Bayu dengan sebutan apa, ingin memanggil Mas, takut Bayu marah, karena yang ia ketahui Bayu menerima pernikahan ini secara terpaksa, terbukti kadang pria itu ketahuan menatapnya tajam, apalagi saat mengutarakan niatnya kepada ayahnya Wawan, meskipun mertuanya Bondan terlihat sangat senang, tapi ia bisa membaca ekspresi Bayu yang ogah-ogahan. Sebenarnya Zahra juga ingin menolak perjodohannya dengan Bayu, tapi Wawan terus saja meyakinkannya kalau keluarga Bayu adalah keluarga baik-baik, meskipun kasta mereka jauh berbeda, ia yakin Bayu dan Bondan tidak akan mempermasalahkannya. Dan yang paling tidak bisa ditolak Zahra adalah permintaan sang ayah yang menginginkannya untuk segera menikah, karena terlalu takut akan kondisi Zahra, meskipun Zahra sudah mencoba menjelaskan bahwa dia tidak apa-apa dengan kondisinya sekarang, tapi tetap saja Wawan tidak setuju, lelaki paruh baya itu ingin yang terbaik untuk putrinya, dan pada akhirnya Zahra pun menerima pinangan lelaki yang bernama Bayu itu.

"Kamu tanya siapa? Saya?" Bayu menunjuk dirinya.

"Iya."

"Saya belum sholat. Lain kali kalau memanggil saya kamu kasih nama atau panggilan apa gitu, kalau kamu tanya dengan cara seperti itu siapa yang akan tahu."

Ekspresi Bayu memang datar, tapi nada bicaranya sedikit terdengar sinis. Ngilu sekali hati Zahra, padahal ini adalah malam pengantin mereka, tapi wanita yang kini menjadi istri Bayu itu tidak mengambil pusing, karena apa yang dikatakan suaminya memang benar.

"Maaf. Kalau begitu aku panggil Mas boleh? Mas Bayu?"

Bayu mengangkat sebelah alisnya, kemudian menoleh sebentar ke arah istrinya. Ada rasa geli yang menggelitik hatinya, baru kali ini dia dipanggil seorang wanita dengan sebutan demikian.

"Terserah."

Hanya itu yang di ucapkan Bayu, setelahnya ia segera menggelar sajadah dan mengumandangkan takbir begitu sang istri sudah memakai mukenanya.

***

Bayu menuruni tangga perlahan, dirinya begitu haus setelah bangun tidur. Saat mulutnya menguap lebar, sayup-sayup pendengarannya menangkap pembicaraan asisten rumah tangganya yang begitu asyik bercengkrama.

'Tumben sekali,' batin Bayu tak ingin perduli. Tapi saat ia hendak membuka pintu kulkas— Yanti ART nya tiba-tiba saja berceletuk.

"Den Bayu baru bangun ya. Ehem! Pengantin Baru." Yanti mencoba menggoda putra majikannya itu. Meskipun kadang bersikap dingin, tetapi Bayu bukan tipe majikan yang semena-mena pada pembantunya.

"Apaan sih, Yan. Kerja tuh yang bener," kesal Bayu karena kurang suka dengan kata pengantin baru.

Yanti terkikik, tidak memperdulikan kekesalan sang majikan. "Beruntung sekali lho, Den. mempunyai istri seperti Mbak Zahra, sudah cantik, ramah, pintar masak juga lagi."

Bayu melirik Yanti sebentar, kemudian matanya memindai isi dapur, tapi tidak menemukan keberadaan perempuan yang tengah di bicarakan.

"Nyari Mbak Zahra ya, Den, tadi—"

"Nggak, saya cuma... cuma mau ngambil gelas." Bayu meraih gelas yang tak jauh dari dirinya, kemudian kembali membuka pintu kulkas dan menuangkan air kedalamnya, setelahnya ia hendak menuju ke kamar. Tapi tepat saat langkahnya genap dua langkah, dirinya di kejutkan dengan keberadaan Zahra yang hampir menabraknya. Bayu sampai menahan napas beberapa detik hingga suara sang istri menyadarkannya.

"Mas Bayu mau sarapan?"

"Nggak, saya cuma ngambil minum." Setelah mengatakan itu, Bayu berlalu meninggalkan istrinya dan dua asisten rumah tangga yang tertawa cekikikan menlihat tingkah tuan mudanya.

Bayu memaki dirinya begitu tiba di kamar, merutuki sikapnya yang terlihat bodoh. Mengapa dia harus terlihat gugup seperti itu sampai di tertawakan ke dua ARTnya, Yanti dan Santi. Harusnya dia terlihat biasa saja di depan Zahra, toh dia tidak menyukai wanita itu.

Bayu berdecak sambil mengacak rambutnya kasar, kemudian meletakkan gelas di atas nakas, baru kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai dengan ritual mandinya, Bayu di kejutkan dengan keberadaan Zahra di kamarnya, wanita itu tengah membersihkan kamar. Meskipun masih memakai kursi roda, tapi istrinya itu tidak begitu kesulitan.

Zahra menoleh begitu pintu kamar mandi tertutup, lagi-lagi melihat tubuh suaminya yang hanya di balut handuk, sebenarnya memang masih canggung, tapi dia harus membiasakannya.

"Mas mau sarapan sekarang?" Zahra mendekati Bayu yang mengernyit melihat baju ganti sudah ada di atas ranjang.

"Kamu yang menyiapkan baju saya?" Bukannya menjawab, Bayu malah balik bertanya. Heran dengan wanita yang sekarang menjadi istrinya. Bagaimana mungkin dia bisa mengambil baju di dalam lemari dengan kondisi seperti itu.

"Oh. Iya, Mas. Kenapa? Mas nggak suka ya sama bajunya?"

"Bukan. Tapi lain kali kamu nggak perlu siapin baju buat saya lagi, kondisi kamu masih seperti itu, saya tidak ingin nanti kamu malah jatuh atau celaka."

Entah kenapa hatinya berdenyut sakit mendengar Bayu mengatakan itu, meskipun di akhir kata suaminya sudah mengatakan kalau tak ingin dirinya celaka, tapi tetap saja sakit. Dia hanya berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri, kalau hanya menyiapkan baju saja itu perkara yang tidak menyulitkan, tapi karena Bayu yang memerintah untuk tidak lagi menyiapkan, maka dia harus menurut.

"Iya, Mas. Tadi aku ngambil bajunya masih bisa di jangkau kok."

"Iya kalau kamu bisa menjangkau, kalau tidak? Sudahlah, lain kali saja kalau kamu sudah benar-benar sembuh. Lagi pula saya sudah biasa melakukan ini sendiri."

Zahra hanya mengangguk, sebenarnya kurang setuju dengan permintaan suaminya, dia hanya ingin menjadi istri yang bisa melayani Bayu, tapi yang dikatakan suaminya juga ada benarnya. Lagi pula kalau terjadi sesuatu dengan dirinya yang ada malah semakin merepotkan.

"Mas mau sarapan sekarang?" Zahra kembali mengulangi pertanyannya begitu Bayu sudah selesai berpakaian. Lelaki itu menatap wajahnya kemudian menggeleng pelan.

"Kamu sebaiknya mandi dulu, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu."

"Aku sudah mandi tadi. Mas Bayu mau bicara apa?"

Bayu duduk di atas tempat tidur dan menyuruh Zahra untuk mendekat. "Saya langsung to the point saja." Bayu menatap istrinya sejenak, kemudian kembali melanjutkan bicaranya. "Kamu pasti tahu alasan saya, kenapa menikahi kamu."

Zahra mengangguk. Tentu saja dia tahu, sikap suaminya saja sudah menjelaskan semuanya.

"Saya ingin kita tidak perlu mencampuri urusan masing-masing. Kamu dengan privasi kamu, saya dengan privasi saya. Kita cukup menjadi layaknya pasangan suami-istri kalau di depan keluarga, baik itu keluarga kamu maupun saya. Tapi kalau di luar itu, kamu bebas ngelakuin apapun, selagi itu tidak merugikan saya dan keluarga saya, termasuk jika kamu menemukan seseorang yang benar-benar layak menjadi suami kamu." Bayu menjelaskan panjang lebar, mencoba membuat gadis di depannya ini paham dengan apa yang baru saja ia utarakan.

"Jadi Mas mau menceraikan saya nanti?"

Ngilu sekali Zahra mengatakannya. Tenggorokannya saja sampai tercekat seperti menelan bongkahan batu.

"Bukan, tapi kalau kamu memang sudah menemukan seseorang yang mencintai kamu, dan kamu ingin berpisah, saya akan menurutinya."

"Kalau papa curiga gimana, Mas? Kalau papa mau kita tetap bersama bagaimana?" Zahra mencoba menjelaskan kemungkinan-kemungkinan lain. Baginya menikah hanya sekali seumur hidup, meskipun usianya masih muda, tapi ia tetap akan berusaha menjadi istri yang baik. Ia akan berusaha untuk tetap mempertahankan rumah tangganya.

"Itu perkara gampang, saya yang akan menjelaskannya sama papa, saya tidak akan menyalahkanmu jika nanti hari itu datang. Kamu tenang saja."

Zahra hanya menatap Bayu tanpa mengatakan apa pun, dia sendiri bingung harus menanggapi apa. Tapi satu pikiran tiba-tiba saja melintas, suatu kejadian yang pernah ia baca dalam novel.

"Mas mau mengajukan pernikahan kontrak? Membuat pernyataan bahwa kita akan menyepakati suatu persepakatan."

Bayu tertawa, tawa pertama yang pernah Zahra dengar. 'Polos sekali pemikirannya' begitu kiranya isi hati Bayu begitu mendengar perkataan sang istri. "Zahra, kamu kira ini kisah novel, ini kenyataan. Saya tidak membuat kesepakatan apa-apa, saya tidak membuat kontrak yang meminta kamu untuk tanda tangan atau apapun itu. Sayan hanya minta kamu untuk mengerti keadaan kita satu sama lain. Tidak lebih."

'Satu sama lain? Yang benar saja, bukannya semuanya terasa lebih berat di aku." Zahra ikut membatin, lagi-lagi kurang setuju dengan pemikiran suaminya.

"Satu lagi suatu hal yang harus kamu penuhi." Bayu menatap Zahra dengan seksama, mencoba menyelami mata gadis yang telah menjadi istrinya itu.

"Apa? Mas ingin pisah ranjang?"

Bayu menggeleng. "Jangan sampai buat saya jatuh cinta sama kamu."

Zahra mengangkat ke dua alisnya. Bayu melarangnya untuk tidak membuatnya jatuh cinta? Yang benar saja, bukankah dari awal lelaki di depannya ini memang tidak mencintainya.

***

Yuhu,, gimana sama part ini? semoga banyak yang suka ya,