Fatur dan Leo memang berniat untuk menginap di rumah Nada malam ini. Mereka berdua berjaga-jaga, takut ada sesuatu hal yang terjadi lagi. Fatur memilih untuk membuat kopi untuk mereka berdua agar bisa berjaga lebih lama. Leo yang masih duduk di sofa, memandangi Nada yang terlelap dengan selimut tebal itu.
Leo bangkit dari duduknya untuk menghampiri perempuan itu, "Nad, pindah ke kamar gih! Nanti malah sakit lagi." Leo membangunkan Nada dengan menepuk pelan bahu perempuan itu, menyuruhnya untuk pindah ke kamar agar perempuan itu tidak jatuh sakit. Mengingat tadi siang perempuan itu pingsan akibat tidak sarapan pagi. Leo cukup mengkhawatirkan kesehatan teman-temannya.
"Enggg…" Nada sepertinya enggan untuk pindah dari tempat dia tidur saat ini, dan justru semakin mengeratkan selimut yang ia gunakan. Leo membuang nafasnya ketika melihat penolakan dari perempuan itu, kemudian ia melirik pada Fatur yang datang membawakan dua cangkir kopi untuk dirinya dan Leo.
Kemudian Leo berdiri dari tempatnya dan mendecak kedua pinggangnya, "Dia tidak mau pindah!" Jelas Leo pada Fatur, sang wakil ketua osis hanya tersenyum dan menyimpan kedua gelas di tangannya itu ke atas meja. Kemudian ia menghampiri Nada dan berusaha membangunkannya lagi, sama seperti apa yang di lakukan oleh Leo.
Fatur menepuk-nepuk pelan bahu Nada, dan membangunkannya dengan pelan. "Nad! Pindah ke kamar ya… Biar kita di sini, pintu kamarnya ga usah di tutup." Ucap Fatur, Nada pun terbangun dari tidurnya dan mengangguk. Perlahan perempuan itu bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan kea rah kamar, tanpa berbicara lagi dengan Leo ataupun Fatur.
"Dasar, bilang aja kalau kamu pengen di bangunin sama Fatur!" Leo bergumam kecil ketika Nada berjalan melewatinya. Tetapi tidak ada satu pun dari kedua sahabatnya itu mendengar apa yang ia ucapkan, karena memang ia tidak ingin ucapannya tersebut terdengar. Jika tidak, ia akan mendapatkan masalah dengan keduanya.
Nada sudah masuk ke dalam kamarnya, dan tidur di sana tanpa menutup pintu kamar, persis seperti apa yang di sarankan oleh Fatur. Sedangkan kedua lelaki itu saat ini duduk di ruang tamu dan saling mengobrol untuk menghilangkan kantuk mereka. Secangkir kopi itu tidak cukup untuk mengusir rasa kantuk itu sehinga keduanya kembali membuat secangkir lagi.
Waktu baru menunjukkan pukul 03:00 dini hari, dan keduanya sama-sama memutuskan untuk tidak tertidur setidaknya sampai jam 05:00. Mereka kini terdiam memainkan handphone mereka masing-masing, dan tidak banyak berbincang setelah mereka kehabisan topik untuk di bahas.
Teng… Teng… Leo dan Fatur saling bertatapan ketika mereka mendengar suara pagar rumah Nada yang terketuk. "Dhani?" Tanya Leo, ia memiringkan kepalanya dan mengerenyitkan dahi ragu menatap pada Fatur. Pasalnya ini sudah sangat larut, dan tidak mungkin anak penakut seperti Dhani keluar di malam hari hanya untuk datang ke rumah Nada yang berjarak sangat jauh dari rumahnya.
Fatur berdiri dari duduknya dan mengangguk. "Mungkin saja Dhani kemari dengan taksi." Ucap Fatur dengan prasangka baiknya. Ya… Mungkin saja anak lelaki itu nekad datang ke sana menggunakan taksi karena ia juga cukup mengkhawatirkan sahabat perempuannya itu.
Saat Fatur dan Leo membuka pintu masuk rumah Nada, mereka terkejut saat tidak mendapati Dhani di depan gerbang sana, melainan seorang wanita yang mengenakan jaket hitam dengan rambut panjang yang terurai. "Predict?" Mata Leo menyipit saat ia melihat perempuan itulah yang kini berdiri di sana.
Fatur segera berlari ke arah pagar untuk membukakan pagar tersebut, ia menatap Predict berdiri dengan kepala yang tertunduk.
Leo yang berjalan di belakang Fatur pun menatap pada perempuan itu. "Ngapain kamu malam-malam gini kemari, Dict?" Tanyanya pada Predict. Namun perempuan dengan tubuh mungil itu hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya.
Fatur yang sudah membukakan pintu pagar itu pun melirik ke arah kanan dan kiri untuk mencari seseorang yang datang bersama Predict. Saat ia tidak menemukan siapapun di sana, ia kembali menatap pada perempuan itu. "Kamu kesini sama siapa, Dict?" Tanya Fatur, ia ingin mengetahui dengan siapa Predict datang selarut ini.
"Sendiri!" Itulah jawaban yang di dapat keduanya dari Predict. Hal yang membuat keduanya terkejut adalah jarak yang di tempuh oleh perempuan itu, karena rumah Predict berjarak paling jauh dari seluruh sahabat-sahabat mereka. Bakhan dari sekolah mereka.
"Dict, aku gak nyuruh kamu kesini… Kenapa kamu datang selarut ini sih?" Fatur memprotes kedatangan Predict yang menurutnya tidak perlu itu. Ia memprotes perempuan itu karena ia peduli, ia takut jika sesuatu hal yang buruk akan terjadi pada Predict ketika dia pergi malam-malam seperti ini.
"Bener kata Fatur, harusnya kamu gak perlu kesini. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, gimana?" Sambung Leo menimpali dan membenarkan ucapan Fatur. Ketiganya masih berdiri di depan gerbang dan tidak segera masuk karena percakapan itu.
"Tapi buktinya, aku sampai di sini kan!" Predict membalas teguran itu dan mengadahkan kepalanya untuk menatap Leo dan Fatur. Kedua lelaki itu terkejut saat mendapati sebuah luka goresan yang ada di kening Predict. Meskipun luka itu sudah tidak mengeluarkan darah karena mungkin sudah kering beberapa puluh menit yang lalu. Tetapi luka itu masih terlihat terbuka, membuat Leo mengerenyit ngeri, sementara Fatur menjadi sangat khawatir.
"I-ini kenapa?" Fatur bertanya dengan menunjuk luka yang ada di dahi perempuan itu. Predict sepertinya tidak menyadari adanya luka tersebut dan mengerenyit bingung, kemudian ia hendak mengusap luka yang ada di dahinya tersebut. Tetapi Fatur yang berdiri di hadapannya segera menahan tangan Predict.
"Jangan di pegang! Nanti bisa infeksi." Cegah Fatur. Kemudian lelaki itu terdiam beribu bahasa saat merasakan tangan perempuan yang saat ini ia genggam begitu dingin. Fatur memilih untuk menatap wajah Predict, dan ia pun semakin terkejut serta kebingungan ketika menyadari bahwa wajah cantik perempuan itu lebih pucat dari biasanya.
Fatur melirik pada Leo dan memintanya untuk mengunci kembali pagar itu dengan memberikan kuncinya pada Leo. Leo pun segera menutup pintu gerbang yang terbuka itu dan menguncinya.
Fatur membawa Predict masuk ke dalam rumah Nada, karena udara di luar begitu dingin. Leo yang selesai mengunci pintu pagar itu segera menyusul Fatur dan Predict masuk ke dalam rumah Nada.
Saat ini Predict terduduk di sofa dekat pintu, menghadap kearah dapur rumah Nada. Sementara Fatur dan Leo duduk di sofa yang ada di samping sofa Predict, yang memiliki arah menyamping dari arah Predict saat ini.
Leo berinisiatif membuatkan susu hangat untuk Predict dan segera menarunya di hadapan perempuan itu. Tetapi saat ia duduk di samping Fatur, Leo menyadari bahwa Predict lebih diam dari biasanya sehingga ia berbisik pada sahabatnya itu. "Fat, perasaan ku saja atau memang Predict lebih diam sekarang?" Tanyanya. Fatur hanya menganggukkan kepalanya, membenarkan hal tersebut sebab ia merasakannya juga.
Keduanya memperhatikan perempuan itu yang terlihat menatap ke arah depan dengan tatapan yang kosong seperti melamun. Membuat Fatur dan Leo saling bertatapan bingung, "Predict… Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Fatur saat ia merasakan remasan tangan Predict yang mengerat dalam genggamannya yang sedari tadi belum ia lepas itu.
"T-tolong!" Satu kata itu yang dapat di dengar oleh Fatur dan Leo, yang semakin membuat keduanya kebingungan. Beberapa saat kemudian, terlihat darah mengalir dari kedua mata Predict seperti air mata yang mengalir begitu saja. Membuat Fatur dan Leo lagi-lagi merasa terkejut, mereka terkejut tak henti-henti. Belum lagi saat Leo menyadari bahwa kaki milik perempuan cantik itu tidak menginjak keatas tanah meski ia berada di posisi duduk.
Belum sempat Leo memberitahu sahabatnya tersebut bahwa perempuan itu bukanlah Predict. Jemari Fatur yang bergetar ketakutan itu terangkat untuk menghapus air mata berwarna merah itu dari pipi perempuan berwujud Predict tersebut. Detik berikutnya sosok tersebut menghilang dari hadapan keduanya, membuat mereka terdiam untuk waktu yang cukup lama.