"Kamu bilang sudah cukup sabar menghadapiku, bukan? Kalau begitu, akupun tak akan menahan sabarku menghadapi wanita sepertimu!" kesal Bram dan menindih tubuh Clara.
Clara terkejut saat Bram mencium bibirnya dengan kasar. Bibirnya yang mungil terasa ngilu akibat hisapan Bram yang cukup kuat. Tak sampai di situ, tangan Bram pun tak tinggal dia. Tangannya mulai menggerayangi tubuh Clara menyentuh bagian-bagian sensitif tubuh Clara. Clara tak tahan dengan itu, desahan pun lolos dari mulutnya.
"Aku tak suka dibantah! Berapa lama kamu mengenalku, tetapi kamu tidak mengerti juga?" tegas Bram.
Clara terkejut kala Bram membalik tubuh Clara dan menaikan kaos yang Clara pakai. Bram mengecup punggung Clara, Clara pun mengejang hebat. Di sana adalah bagian tersensitif tubuhnya.
"Auw ..." Clara memekik saat Bram menggigit punggungnya dan meninggalkan bekas merah yang cukup kontras dengan kulit putihnya.
"Jangan seperti ini, kamu menyakitiku!" ucap Clara.
"Instropeksi dirilah, apa yang kau tanam, maka itu yang akan kau tuai," ucap Bram.
Clara semakin terkejut saat Bram memasuki dirinya. Entah sejak kapan bagian bawah tubuhnya sudah tak terhalangi satu helai benang.
"Pelan-pelan!" ucap Clara.
Bram benar-benar kasar dan tak mempedulikan ucapannya. Beberapa menit berlalu, Bram merubah posisi Clara dan dirinya. Bram membuka lebar kaki Clara dan kembali menghujami milik Clara, membuat Clara benar-benar tak tahan lagi. Clara menjerit keras saat mencapai puncaknya. Membuat Bram semakin bersemangat dan ingin segera mencapai puncaknya.
Beberapa saat kemudian, Bram mendesah tertahan dan mencapai puncaknya, dia mengeluarkan benihnya di dalam rahim Clara.
Setelah itu dia berbaring di samping Clara. Napas keduanya tampak tak beraturan. Tentu saja kegiatan tadi membuat tenaga mereka cukup terkuras.
"Jangan melawanku lagi, Clara. Jika tidak, aku akan membekukan semua card milikmu!" tegas Bram dan beranjak menuju kamar mandi.
Clara pun terkejut mendengar ancaman Bram.
Clara mengepalkan tangannya.
'Apa-apaan dia? Berani sekali mengancamku! Jika dia benar-benar melakukannya, aku akan meninggalkannya. Yang benar saja, masih banyak pria kaya di luar sana yang tertarik padaku!' gumam Clara.
Clara memalingkan wajahnya begitu Bram keluar dari kamar mandi. Tanpa mengatakan apapun Bram keluar dari kamar setelah selesai memakai pakaiannya.
Clara semakin kesal dibuatnya, semakin lama Bram semakin beritngkah seenaknya.
Dia benar-benar tidak sopan, memangnya dia siapa? Dia benar-benar seenaknya, ini bahkan apartemenku! kesal Clara.
Ya, walaupun pakai uang Bram, gumam Clara.
Clara beranjak menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang berkeringat. Kegiatan panasnya tadi bersama Bram cukup menguras tenaganya. Setelah ini dia pun akan tidur.
Di mini bar.
Bram menenggak minumannya, dia teringat ucapannya pada Clara tadi, bagaimana bisa dia bicara seperti itu, kenyataannya Bram dan Clara memiliki perjanjian bahwa tak ada yang boleh mengganggu privasi masing-masing, kecuali Clara menjalin hubungan dengan pria lain. Mungkin tak adil, karena Clara tak boleh berhubungan dengan pria selain dirinya tetapi tidak dengannya. Dirinya bebas berhubungan dengan wanita mana saja yang dia inginkan, tentu saja kekuasaanya membuat Clara menyetujui hal itu. Bram pun sadar bahwa Clara hanya menginginkan uangnya, dan dia cukup menikmati tubuh Clara.
Bram teringat pada Gerry, pria yang pernah datang ke apartemen Clara. Dia pun menjadi penasaran dan ingin tahu lebih jauh tentang pria itu. Bram menghubungi orang kepercayaannya, dan meminta bantuan untuk mencari tahu pria tersebut.
Orang yang Bram suruh, tentunya merasa bingung karena Bram tak memberikan fotonya. Bram sendiri tak memiliki foto pria itu, dan yang lebih mengenaskan bagi orang kepercayaannya, karena Bram pun tak tahu namanya. Yang benar saja orang itu diminta oleh Bram untuk mencari tahu sendiri para pengusaha di Indonesia dan mencari tahu siapa saja yang pernah datang ke apartemen Clara. Bram sendiri dapat melihat dari style pria itu. Meski barang-barang yang dipakai pria itu tidaklah seharga dengan barang-barang yang biasa dia pakai, tetapi Bram pun tahu barang-barang tersebut memiliki harga jual yang lumayan.
Tak lama Clara keluar dengan sudah memakai piyamanya. Dia melihat ke arah Bram yang juga tengah melihatnya.
Clara memalingkan wajahnya.
Apa-apaan dia? Sok tampan sekali, gumam Clara.
Clara mengambil segelas air putih dan meminumnya. Dia pun mengisi kembali gelas tersebut dengan air putih dan membawanya ke kamar.
Bram masih tetap diam, larut dalam pikirannya. Ada yang ingin dia katakan sebetulnya pada Clara. Dia ingin mengajak Clara pergi bersamanya ke Jerman menemaninya dalam perjalanan bisnis yang diakhiri dengan hari libur. Dia pun bosan karena harus bepergian tanpa pasangan. Setidaknya ada yang menghiburnya jika Clara ikut dengannya. Dia pun tak hanya membayangkan Clara jika suhu tubuhnya meninggi.
Hanya saja, Bram ragu dan takut Clara menolaknya. Sungguh, dia tak menyukai penolakan.
Bram beranjak dari mini bar setelah menghabiskan tenggakan terakhir minumannya dan pergi ke kamar, terlihat Clara tengah terbaring sambil memainkan ponselnya. Lampu kamar sudah meredup tergantikan oleh lampu tidur. Clara tak menghiraukan kehadiran Bram, dia masih fokus pada ponselnya. Sesekali dia terkekeh dengan pandangan yang tak lepas dari ponselnya.
Bram pun merasa tak peduli dan duduk bersandar di kepala tempat tidur tepat di samping Clara. Bram membuka majalah bisnis, mencari informasi terbaru yang terjadi dalam dunia bisnis.
Bram berhenti sejenak, fokusnya agak terganggu saat mendengar kekehan Clara.
Bram hanya menghela napas dan kembali melihat majalah tersebut.
Ha-ha-ha ...
Bram membulatkan matanya saat Clara tertawa cukup keras. Sontak Bram melihat ke arah Clara dan Clara pun melihatnya.
"Jika merasa terganggu, tidur saja di kamar tamu," ucap Clara.
Bram semakin terkejut mendengar ucapan Clara.
"Kamu mengusirku?" tanya Bram.
"Tidak, itu saran dariku," ucap Clara santai tanpa melihat ke arah Bram dan masih fokus melihat ponselnya.
Bram menghela napas dan merebut ponsel Clara. Bram tak sengaja melihat pesan yang ada dalam ponsel Clara.
Clara pun mencoba merebut ponselnya kembali tetapi Bram langsung menghindar.
Bram penasaran dengan nama yang ada dalam pesan tersebut, Gerry nama itu dia klik dan ternyata difoto itu adalah pria yang pernah datang ke apartemen Clara. Ini adalah pertama kalinya Bram melihat ponsel Clara dan Bram merasa tak nyaman melihat isi pesan tersebut.
Prank!
Clara terkejut saat melihat Bram melemparkan ponselnya ke atas lantai dan seketika ponselnya hancur.
"Apa kamu sudah gila? Kenapa menghancurkan ponselku?" tanya Clara geram sambil menatap Bram.
Clara terkejut sekaligus meringis kesakitan kala Bram mencengkram kuat dagunya.
"Jangan bicara dengan nada tinggi padaku! Kamu harusnya sadar, jika bukan karena aku, kamu bukanlah siapa-siapa, Clara!" tegas Bram dan menghempaskan Clara hingga tersungkur ke lantai.
Clara mengepalkan tangannya kuat dan menatap ponselnya yang hancur berserakan di lantai.
Pekerjaanku, gumam Clara.
Clara merasa menyesal karena sikap Bram. Di ponselnya terdapat semua pekerjaannya dengan klien termasuk dengan Liora.
"Aku akan membuatmu menyesal!" kesal Clara dan pergi menuju cermin.
Dia menatap wajahnya yang terdapat bekas merah dari cengkraman tangan Bram tadi.
Apa dia sudah tidak waras? Sejak kapan dia menjadi pria kasar? gumam Clara.
Clara tak habis pikir pada Bram. Akhir-akhir ini Bram selalu kasar dalam ucapan, bahkan kini berani bermain tangan.