Bram sudah selesai bersiap, dia memakai stelan kantornya yang tertinggal di apartemen Clara. Selesai bersiap, dia pergi menuju ruang Clara dan terlihat Clara tengah berdiri di depan gaun pernikahan cantik yang terpajang di maneqquin.
"Aku akan ke Kantor, aku mungkin akan pulang terlambat," ucap Bram.
Clara berbalik dan melihat ke arah Bram sambil mengerutkan dahi.
"Apa kamu sedang pamit padaku?" tanya Clara bingung. Pasalnya, Bram tak pernah bilang padanya jika ingin pergi. Bram selalu saja datang dan pergi sesuka hatinya.
"Jika kamu pintar, kamu tak akan bertanya," ucap Bram dan meninggalkan Clara. Bram pun keluar dari apartemen dan pergi menuju kantor.
Sedangkan di ruang kerja Clara. Clara tampak kebingungan memikirkan sikap Bram yang berubah-ubah. Kemarin malam Bram begitu terlihat kesal, pagi tadi pun Bram tampak kesal lalu berubah baik. Kini, Bram pun justru izin pergi ke kantor padanya.
Entah apa yang merasukinya? gumam Clara sambil menggidigkan bahunya.
Sesampainya di Kantor.
Bram berjalan di sepanjang koridor kantor menuju ruangannya. Senyuman tipis menghiasi bibirnya.
Bram memikirkan apa yang Clara lakukan hari ini, dan tingkahnya yang terkesan konyol karena pamit pada Clara saat akan pergi ke kantor.
Sial! Sudah seperti Suami Istri saja, gumam Bram dan menggelengkan kepalanya.
Beberapa staf yang melihatnya merasa heran. Pasalnya, untuk pertama kalinya mereka melihat Bram tersenyum meski hanya sebuah senyuman kecil.
"Ikut ke ruangan Saya!" ucap Bram pada sekretarisnya.
Sekretaris Bram mengikuti Bram menuju ruangannya.
"Saya ingin semua pekerjaan di selesaikan dengan cepat," ucap Bram.
"Maksudnya, Pak?" tanya sekretarisnya bingung.
"Hm ... Maksud Saya, atur ulang semua jadwal meeting dengan client. Bila perlu, lakukan semua pertemuan dengan client di hari yang sama," ucap Bram.
Sekretaris Bram tampak terkejut. Tak biasanya Bram memintanya untuk mengatur semua jadwal pertemuan dengan client.
"Maaf, Pak. Apa yang membuat Bapak ingin Saya merubah jadwal pertemuan?" tanya sekretaris.
"Apa hakmu bertanya pada Saya? Kamu bekerja untuk mengikuti perintah Saya! Jadi, lakukan saja pekerjaanmu dan jangan banyak bertanya!" tegas Bram.
Sekretaris Bram terdiam, sebetulnya dia hanya ingin tahu alasan Bram agar bisa memberikan alasan logis pada para client-nya. Melakukan perubahan jadwal meeting tentu tak mudah. Bahkan bisa menjadi kacau karena jadwal para client pun tak memungkinkan selalu sama dengan jadwal Bram.
"Setelah itu, Saya akan cuti hingga perjalanan Ke Jerman," ucap Bram.
"Cuti?" ucap Sekretasi Bram bingung.
"Ya," ucap Bram.
"Baik, Pak," ucap sekretaris Bram dan meninggalkan ruangan Bram. Sekretarismya masih bingung dengan sikap Bram, Bram pun tak pernah meminta cuti selama dia bekerja pada Bram. Sayangnya dia tak ingin lagi bertanya lebih jauh. Dia tak ingin Bram menegurnya seperti sebelumnya.
Bram membuka ponselnya dan mengklik kontak seorang wanita. Dia mengetik sebuah pesan. Berkali-kali dia mengetik pesan yang sama dan menghapusnya kembali. Bram menghela napas dan meletakan ponselnya dengan cukup keras di atas meja kerjanya. Dia mengusap wajah kasar.
Kenapa ini sama seperti dulu? gumam Bram.
Entah apa yang ada dipikiran Bram, satu hal yang dia pikirkan. Bahwa, ada sesuatu yang sama seperti dulu dia rasakan pada wanita yang belum lama tadi dia klik nomor kontaknya. Rasa yang membuatnya ingin tersenyum saat mengingat wanita itu dan itu pernah dia rasakan dulu saat dekat dengan mantan kekasihnya.
Tak ingin larut dalam pikirannya yang mulai tak beres, Bram pun memilih mulai bekerja. Dia begitu antusias ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan ingin segera cuti. Dia ingin menghabiskan banyak waktu untuk bersantai dan bersenang-senang.
****
Di apartemen Clara.
Clara masih sibuk membuat sketsa design ulang gaun pernikahan Liora. Pekerjaannya jadi bertambah semenjak Bram menghancurkan ponselnya dan semua data yang belum sempat dia salin ke laptopnya menjadi hilang. Terpaksa dia pun harus mengingat keras bagaimana design sketsa awal untuk perubahan gaun pernikahan Liora.
Disela pekerjaannya, Clara mendengar suara bel apartemen. Dia pun bergegas menuju pintu dan membukanya. Terlihat seorang pria yang sepertinya seorang kurir tengah memegang buket bunga mawar merah yang cukup besar.
"Apakah Anda Clara Wibisono?" tanya orang tersebut.
"Ya," ucap Clara.
"Ada kiriman buket bunga untuk Anda," ucap pria tersebut dan Clara pun mengambil buket bunga itu.
"Terimakasih," ucap Clara dan membawa masuk bunga tersebut.
Gerry? gumam Clara saat melihat kartu ucapan dan terlihat nama Gerry di sana.
Selamat beraktifitas, Clara. Semoga harimu menyenangkan.
-Gerry-
Clara tersenyum tipis mendapatkan perhatian dari Gerry. Ternyata Gerry tipe pria yang manis, bahkan mau repot-repot mengirimkan buket bunga itu untuk Clara.
Dia manis sekali, tak seperti manusia satu itu. Menyebalkan! gumam Clara kesal saat tiba-tiba saja terlintas wajah Bram dipikirannya.
Clara menyimpan bunga itu di atas sofa yang ada di ruang kerjanya. Dia memperhatikan bunga itu.
Dia tidak terlalu buruk, gumam Clara tersenyum.
Clara akui, pada awalnya memang tak tertarik mengenal Gerry. Namun, ketika kemarin malam dia mengobrol via chat dengan Gerry, ternyata Gerry orang yang cukup menyenangkan.
Waktu sudah menunjukan jam makan malam. Dengan senyuman penuh arti Bram keluar dari ruangan kerjanya dan pergi menuju Basemant. Bram memasuki mobilnya lalu melajukannya menuju apartemen Clara. Sesampainya di Basemant apartemen, Bram melihat Clara memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya keluar dari apartemen.
"Tinggalkan mobilnya. Pulanglah naik taksi!" ucap Bram pada sang supir.
Supir Bram pun mengiyakan dan keluar dari mobil Bram lalu memberikan kunci mobil itu pada Bram. Sementara Bram pergi menuju unit apartemen Clara.
Begitu memasuki apartemen Clara, Bram pergi menuju ruang kerja Clara. Entah mengapa hatinya mendorong dirinya untuk pergi ke ruangan itu. Bram melihat sekeliling ruangan yang tampak sedikit berantakan. Dia mengerti Clara sedang banyak pekerjaan.
Bram mengerutkan dahinya saat tak sengaja melihat buket bunga mawar merah. Dia mendekati bunga itu dan membaca kartu ucapan yang masih tersimpan di buket bunga tersebut.
Bram mengepalkan tangannya saat melihat nama Gerry.
Sial! Pria itu lagi! geram Bram.
Bram mengambil ponselnya dan memeriksa lokasi Clara berada.
Bodoh! Ingin bermain-main denganku! geram Bram sambil menyunggingkan seringai tak biasa saat Clara mematikan informasi lokasinya.
Bram tersenyum saat teringat mesin pelacak yang dia pasang di mobil Clara.
Dia bergegas keluar dari apartemen dan pergi menuju mobilnya.
Kita lihat, apa yang kamu coba sembunyikan dariku, Clara, gumam Bram.
Entah mengapa Bram mencurigai Clara memiliki hubungan dengan Gerry. Bagaimana pun Clara berhubungan dengannya hanya demi uang. Tentu saja Bram cemas Clara akan tertarik pada pria lain dan justru memiliki perasaan pada pria lain. Meski keduanya tak berhak mencampuri urusan pribadi masing-masing, tetapi Bram tak suka berbagi. Apalagi jika sampai Clara berbagi tubuhnya dengan pria lain. Sudah jelas Bram tak akan mengampuni Clara.
Bram melajukan mobilnya menuju tempat yang Clara tuju. Di mana Clara pergi ke klub biasa yang didatangi.
Sesampainya di klub, Bram memasuki klub dan mencari keberadaan Clara. Bram tampak menghela napas saat melihat Clara duduk bersama wanita yang Bram ingat adalah teman Clara yang pernah menampar dirinya saat mabuk di apartemen Clara.
Bram pun duduk di sofa yang berada cukup jauh dari tempat Clara. Clara pun tak menyadari keberadaan Bram meski di dalam klub itu masih belum ramai.
Cukup lama Bram duduk sendiri, waktu pun semakin berlalu. Bram bangun dari duduknya dan akan pergi dari klub tersebut saat menyadari tak ada sesuatu yang mencurigakan yang Clara lakukan. Namun, langkah Bram terhenti saat melihat pria yang dia kenali.
'Dia juga di sini! Apa mereka sengaja janjian bertemu' gumam Bram saat melihat Gerry.