Chereads / Kau Nakhodaku dan Aku Penumpangmu / Chapter 25 - Menemukan Melodi

Chapter 25 - Menemukan Melodi

Dareen berlari menuju mobilnya, jika kalian ingin tau dia di mana sekarang, maka jawabannya adalah lelaki itu masih di  kantornya. Saat Reno menelepon tadi lelaki lajang itu sedang meeting, tidak ingin membuat pihak seberang kecewa maka ia berusaha menyempatkan diri untuk mengangkat telepon yang sudah pasti penting itu.

Dareen menyetir mobilnya keluar dari basement, melewati satpam penjaga kantor besar sang Tuan Muda. Dareen melajukan mobilnya, menuju satu tempat yang menjadi titik fokusnya saat ini. Rumah Raka.

***

"Udah tau demam, berani-beraninya lari dari rumah. Kalau lu mati gimana?! Gue gak mau ya, dituduh sebagai tersangka atas matinya lu di rumah gue!" celoteh gadis berambut sebahu, yang 'tak lain dan 'tak bukan adalah sahabat karib seorang Melodi Auristela yang sedang terbaring lemah di atas kasur itu.

"Berisik," balas gadis itu dengan mata yang setia tertutup. Wajahnya masih pucat pasi, dengan tubuh yang bergetar menahan rasa dingin yang serasa menusuk kulit hingga ke tulang. Sehingga berlembar-lembar selimut menutupi tubuh si gadis saat ini, dan hanya menyisakan kepalanya saja.

Melodi tau Rena mengomel begini sebenarnya karena khawatir pada gadis itu. Lihatlah sekarang, bahkan gadis itu masih berceloteh meski air matanya terus beruraian karena sangat khawatir.

"Lo ya! Dikasih nasehat malah balesnya gitu hiks hiks ...."

"Udahlah kompres aja! Jangan banyak bacot."

Rena segera meremas kain yang ia bawa dengan air yang di letak di baskom tadi. Setelahnya gadis itu segera menaruhnya dengan kasar di kepala Melodi. "Tolong Ya, Allah. Angkat penyakit cewek bego ini, gue pengen tarung bebas sama dia," ucap gadis itu yang membuat Melodi berdecak kesal.

"Lu kalau nangis, nangis aja! Khawatir boleh, ngebacot jangan. Pala gue pusing," kesal Melodi yang membuat Rena semakin keras isakannya.

Gadis itu berusaha mengusap air matanya yang terus keluar, hingga berakhir memeluk Melodi dengan erat.

"Jangan mati dulu! Dosa gue ke elu masih banyak! Hiks hiks ...," pekiknya menangis sambil memeluk Melodi yang hanya tersenyum gemas tanpa membalas pelukan sahabatnya.

"Gila bener otak lu, ya kali gue mati secepet itu. Gue masih pengen sukses dan nikah kali. Udah, obatin gue aja sampe sembuh. Jangan nangis gini ...." Melodi melepas pelukan keduanya, lalu  memberikan kain kompresan di keningnya yang hampir jatuh tadi pada Rena.

"Ya muka lu lesu banget tau! Pucetnya minta ampun, gue takut hiks ...."

Melodi menghapus segera air mata sahabatnya itu, lalu memeluk Rena lagi sambil berkata pelan, "Gue bangga punya sahabat kayak lu, Ren. Yang selalu ada buat gue dan selalu ngurus gue. Gue seneng lu nangis gini, walau kepala gue agak sakit dengernya tapi gue tetep bangga. Gak nyangka gue lu sekhawatir ini."

"Udah, ya. Nangis-nangisnya! Sekarang Melodi harus makan," ucap seseorang membawakan bubur ke kamar Rena.

Melodi tersenyum canggung, masih segan pada Dito yang selalu ada untuknya juga. Apalagi mengingat lelaki itu yang menolong Melodi saat berjalan sambil menenteng tas di malam hari sendirian.

Lelaki itu tidak sengaja bertemu Melodi, dan dengan rendah hatinya lelaki itu menghampiri Melodi untuk menolong si gadis. Lalu berakhir dengan mengantarkan gadis itu ke rumah Rena. Sesuai dengan permintaan Melodi sendiri.

Tetapi sesampai di rumah Rena, Melodi malah demam tinggi. Bahkan membuat Dito khawatir hingga pagi-pagi buta lelaki itu kembali ke rumah Rena untuk menjenguk sang mantan.

"Gue sepupunya Rena, jadi jangan heran kalau gue udah kayak terbiasa di rumah Rena. Karena emang itu adanya, dari kecil gue emang sering bertandang disini," jelas Dito, barangkali Melodi heran melihat Dito yang dengan santai membuatkan bubur di rumah Rena.

Melodi terkejut, tetapi berusaha untuk merubah ekspresinya agar terlihat biasa saja.

"Mau makan sendiri atau gue suapin?" tawar Dito menggoda, tetapi langsung gagal ketika Rena yang tiba-tiba mengambil nampan dari tangan Dito.

"Biar gue yang suapin!" tegas gadis berambut pendek itu.

Tok!

Tok!

Tok!

Baru saja Rena ingin menyuapi sahabatnya, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kamarnya. Membuat Dito yang hanya berdiri sambil bersidekap dada tadi berjalan untuk membuka pintu kamar sang sepupu.

"Kenapa, Tante?" tanya Dito menatap wanita paruh baya yang terlihat berdiri di ambang pintu. Siapa lagi kalau bukan ibunya Rena.

"Ada tamu, nyariin Melodi katanya," ucap ibu Rena sambil menatap gadis yang tengah duduk di atas kasur itu.

Melodi masih diam, membuat Rena mengerti lalu meletak nampan makanan itu ke atas nakas.

"Biar Rena aja yang nemuin, Ma," sahut Rena berjalan keluar, menemui sesosok lelaki muda yang ternyata sudah duduk di ruang tamu.

"Siapa?"

"Saya Dareen, mantan calon suami Melodi," ucap lelaki itu tersenyum manis sambil berdiri.

"Ada ya gitu?" gumam gadis itu heran tanpa sadar didengar oleh lelaki di depannya tadi.

"Kenapa?"

"Eh, kagak! Ada apa ke mari?"

"Saya nyari Melodi, dia kabur dari rumah. Barangkali ada di sini," jelas lelaki itu, dari raut wajahnya dapat Rena lihat lelaki itu sangat berharap Rena memberi kabar baik.

"Maaf, gue gak tau Melodi di mana. Lagian tadi Om Reno juga udah nelpon gue, dan jawaban gue masih sama. Gue gak tau dia di mana, terakhir kali kita ketemunya kemaren doang," jelas Rena dengan nada tegas, seakan Dareen harus memercayainya.

"Kamu gak kasihan lihat orang tua Melodi yang mengkhawatirkan putrinya, ibu Melodi bahkan menangis tadi saking khawatirnya."

"Terus sangkutannya sama gue apa?"

"Saya mohon bawa dia keluar, ayah ibunya mencarinya. Saya tau dia di sini."

Rena terdiam, 'tak tega ketika mendengar kabar orang tua sahabatnya itu yang kalang kabut mencari putri mereka. Terlebih lagi saat tau ibu Melodi yang menangis sakingkan khawatirnya.

'Kalau gini gue harus gimana?' batinnya bingung.

"Sekali lagi saya mohon ...."

Rena menunduk sebentar lalu akhirnya berjalan meninggalkan Dareen. Membuat lelaki tampan itu tersenyum lega, ternyata tidak salah lagi sendal yang ia lihat di rak dekat pintu barusan. Sendal itu milik Melodi.

Lama Dareen menunggu akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang.

Melodi datang bersama Rena yang membantu sang gadis untuk melangkah. Senyum Dareen mengembang, namun langsung luntur ketika melihat Dito yang menyusul mereka dari belakang.

Melodi duduk di salah satu sofa ruang tamu Rena, membuat Dareen yang berdiri tadi ikut duduk menatap khawatir gadis yang berwajah pucat itu.

"Kamu sakit?" tanya Dareen khawatir.

"Gue gak mau pulang," jawab Melodi terus terang, enggan menjawab pertanyaan sang lelaki.

"Kenapa kabur?" tanya Dareen lagi.

"Kepala gue pusing, lu pulang aja. Bilang sama Bunda dan Ayah, gue di rumah Rena. Gue baik-baik aja," tegas Melodi ingin pergi dari sana, namun dengan cepat di cekal oleh Dareen.

"Kamu harus pulang, jangan buat orang tua makin khawatir. Kamu sakit, bagaimana bisa saya mengatakan kamu baik-baik saja di depan mereka."

Melodi menghempas tangan Dareen yang mencekal tangannya. "Bohong aja apa susahnya, sih?!" bentak gadis itu di hadapan Dareen.

"Tolong jangan kekanakan, Melodi. Pikirkan orang tua kamu," ujar Dareen menatap jengah gadis keras kepala itu.

"Gue lagi gak mau bertengkar, jadi tolong lu pulang aja," pinta sang gadis menutup kedua telinganya seakan menyatakan tidak ingin lagi mendengar balasan Dareen, bahkan melihat keberadaan sang lelaki di sana.

Dareen menghembus nafasnya kasar, lalu mengangkat Melodi seakan karung beras di pundaknya. Membawa sang gadis keluar dari sana, tanpa menghiraukan Dito dan Rena yang menatap heran keduanya sambil duduk di sofa.

"Apa gue bantu aja, Ren? Gak suka gue dia maksa gitu," tanya Dito pada Rena yang duduk di sampingnya itu.

Lelaki itu benar-benar tidak betah menyaksikan perlakuan Dareen pada Melodi.

"Jangan, biarin aja. Melodi harus nyelesaiin masalahnya," tegas Rena menatap punggung Dareen yang sudah menghilang dari ambang pintu utama.

TBC.