Dareen memasukkan tubuh gadis yang meronta-ronta itu ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Raka. Mengapa Raka bisa ada di sana?
Jawabannya karena lelaki itulah Dareen sampai di sini. Lelaki itu yang membantu Dareen mencari Melodi hingga ke rumah Rena.
"Gak gue sangka lu berhianat, Ka," ucap Melodi terkesan dingin pada Raka yang duduk di depan, tepatnya di samping Dareen yang tengah menyetir. Sedangkan Rena sedang duduk di jok belakang.
Raka nyengir kuda, membuat Melodi benar-benar ingin melibasnya menggunakan samurai. Supaya cepat matinya.
Dareen hanya diam, tanpa meminta maaf sedikitpun karena sudah lancang menyentuh Melodi. Membuat Melodi ingin melibas lelaki itu juga.
"Kalau lari yang keren dikit, masa di tempat yang hampir rumah kedua buat lu. Gak menantang," remeh Raka yang tidak di pedulikan oleh Melodi.
"Mana larinya pas lagi sakit lagi."
"Itu yang menantangnya, coba deh lu lari pas udah mau sekarat," sahut Melodi membuat Raka terkekeh.
"Ya kali, yang ada gue nyari mati."
"Berarti nyali lu cuma sebesar biji jagung, padahal itu yang namanya menantang," remeh Melodi yang langsung membuat Raka bungkam.
Tanpa keduanya sadari, Dareen diam-diam tersenyum kagum pada Melodi.
'Sakit aja masih sempat-sempatnya debat," batin lelaki itu terus tersenyum.
***
Melodi sudah berbaring di atas kasur kesayangannya, menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran kosong.
"Aduh ... haus," gumam gadis itu tiba-tiba lalu turun dari kasurnya.
Melodi berjalan pelan menuruni tangga tanpa berniat melirik ruang tamu yang masih di isi oleh bincang riang Dareen, Raka, dan kedua orang tua Melodi.
Melodi berjalan memasuki dapur untuk mengambil minuman dingin di kulkas. Setelah mendapatkan sebotol air mineral dingin yang ia cari, dengan cekatan gadis itu membuka tutup botol tersebut. Setelah terbuka, dengan tidak sabaran sang gadis langsung ingin meminumnya. Namun terhentikan saat tiba-tiba ada tangan yang datang merampas botol itu darinya.
"Bilangnya mau sekarat, tapi sempat-sempatnya minum air es. Mau sekarat betulan?" tanya seorang lelaki yang tidak lain adalah Dareen. Dareen lah yang merampas air mineral itu dari tangan Melodi.
Dareen meletak botol itu ke atas meja, lalu kembali menatap Melodi yang menatapnya dengan tatapan laser.
"Kapan lu bener-bener hilang dari hadapan gue?" tanya Melodi sinis.
Dareen diam sejenak, lalu tersenyum semanis mungkin dan menjawab, "Saya pun tidak tau, ketika saya ingin menjauh dari kamu selalu saja ada cara dunia untuk mempertemukan saya dan kamu. Saya rasa kita ditakdi--"
"Stop ngomongin takdir, lu bukan Tuhan yang seenaknya menetapkan takdir seseorang," tegas Melodi yang membuat lelaki itu kembali tersenyum.
"Ternyata dua orang tadi membawa pengaruh besar pada kamu. Bahasamu berubah-ubah terus pada saya. Dari kasar, lembut, formal, dan sekarang kembali lagi ke awal. Kasar seakan ingin merobek saya yang ada di depanmu." Jelas sekali saat ini Dareen sedang menyinggung Dito dan Rena. Membuat Melodi semakin kesal.
"Lu ngomong apaan sih?! Udahlah, sekarang gini aja. Kita buat perjanjian untuk gak usah ketemu lagi."
"Saya gak mau, berjanji hanya menyakiti hati saya. Luka dari menepati janji kemarin saja masih basah, dan kamu masih mau melukai saya lagi," ucap lelaki itu penuh makna, membuat Melodi terdiam. Gadis itu membuang nafasnya kasar lalu pergi dari sana.
"Makin sakit kepala gue ngomong sama lu," ucapnya kelewat menyakitkan.
Gadis cantik itu berjalan menuju meja makan untuk meminum air putih biasa yang siap ia tuang di gelas. Selepas meneguk segelas air putih itu, Melodi segera pergi dari sana tanpa menghiraukan Dareen yang masih setia berdiri menatapnya dari sana.
"Setidaknya cara berpakaianmu yang tidak berubah cukup membuat hati saya sedikit lebih tenang, Melodi," gumam kecil Dareen dengan tatapan sendu. Senyum manis tadi berubah menjadi getir.
***
Lima hari telah berlalu, bersamaan dengan kejadian kaburnya Melodi saat itu. Sejak kejadian itu pula Dareen tidak pernah lagi menampakkan dirinya di hadapan Melodi. Sesuai permintaan si gadis. Tidak hanya itu, perlahan sakit Melodi juga mulai sembuh. Membuat gadis itu bebas sekarang kemana saja tanpa harus di khawatirkan oleh Diana.
"Indomie, minyak goreng, terigu, telur, Frisian Flag. Apa lagi yang kurang ya ...?" gumam si gadis mengecek keranjangi
belanjaan yang ia tenteng.
Merasa semuanya sudah cukup, Melodi langsung berjalan ke kasir.
"Totalnya 67.000.00, Kak," ucap wanita pernjaga kasir di super market tersebut.
'Mampus! Mana Bunda ngasihnya lima puluh ribu doang!' batin gadis itu dengan wajah yang sudah menahan malu.
"Kak?" panggil penjaga kasir tadi lagi.
"E-eh, bentar ya, Mbak," balas Melodi mengambil dua kotak susu Frisian Flag di meja kasir tadi untuk dikembalikan.
"Biar saya aja yang bayarin ini semua, Mbak," ucap seorang wanita yang tiba-tiba memberi beberapa lembar uang di meja kasir.
Melodi yang sudah setengah jalan menuju lemari pendingin tadi sontak berbalik, merasa tidak asing dengan suara itu.
"Kak Oliv?" Melodi membulatkan matanya terkejut, lalu berjalan kembali ke tempat kasir tadi.
"K-kak Oliv, 'kan?" tanya Melodi setelah mencolek bahu wanita yang menyerahkan uang tadi.
Sontak saja hal itu membuat wanita itu berbalik dan ikut membulatkan matanya saat melihat Melodi.
"Melodi?! Wah ...!" heboh Oliv langsung memeluk Melodi, keduanya berpelukan seakan sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Membuat penjaga kasir tadi kebingungan.
"Gak nyangka ternyata yang ku tolong orang yang ku kenal sendiri," ucap Oliv tersenyum senang setelah melepas pelukan mereka.
"Mbak, susu Frisian Flagnya gak mau dibungkusin?" sela penjaga kasir tadi menghentikan obrolan mereka.
"Eh, tapi ini mau dibalikin, Mbak," jawab Melodi walau agak ragu.
"Udah bungkus aja semuanya, udah Kakak bayarin, kok," tegas Oliv membuat Melodi berterimakasih berkali-kali. Merasa beruntung bertemu dengan orang baik di sana, sehingga malunya tidak berlarut-larut di sana.
***
"Ngelanjut di mana kamu?"
"Belum tau, Kak. Masih bingung," jawab gadis berhijab syar'i itu yang duduk di kursi depan super market bersama Oliv.
Keduanya saat ini sedang sama-sama meminum susu Frisian Flag.
"Loh, kamu udah mau tamat, lho! Masa belum ada cita-cita mau kemana?" tanya Oliv heran tetapi hanya dibalas gelengan dan cengengesan dari Melodi.
"Adiba mana, Kak?"
"Di rumah, betah main masak-masakan sama Om-nya," jawab Oliv tanpa mengetahui ekspresi terkejut dari Melodi.
Entah kenapa ketika Oliv mengatakan 'Om-nya', Melodi berfikiran---Dareen kah itu?
"Makin cantik, yah adek Kakak ini," ucap Oliv memajukan tubuhnya untuk mencubit pipi mulus Melodi.
Melodi tersenyum malu, cukup terharu dengan sikap kakak Dareen ini padanya. Menganggap Melodi seperti adik kandungnya sendiri.
"Sabtu Kakak mau ke Jepang," ucap Oliv tiba-tiba dengan wajah murung. Membuat Melodi penasaran.
"Ngapain, Kak?" tanya gadis itu sontak.
"Ngehadiri pertunangan Dareen."
TBC.