Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 7 - Ch. 7 Bertengkar

Chapter 7 - Ch. 7 Bertengkar

Dahulu, dulu sekali, Petra pernah membaca sebuah dogeng tentang peri hujan. Sang peri akan muncul saat gerimis mulai turun, dan menampakkan diri kepada anak malang yang beruntung. Seperti undian berhadiah, dimana pemenangnya dipilih secara acak. Kemudian peri hujan akan mengabulkan satu permintaan anak malang tersebut. Lalu happy ending.

Jika ada satu keinginan yang boleh Petra minta kepada peri hujan, disaat gerimis sore itu, ialah ia ingin laki-laki bernama Lyon yang membuat Petra sakit kepala sepanjang jalannya rapat itu untuk lenyap dari hadapan Petra dan jangan pernah muncul kembali dalam hidupnya. Karena hal terakhir yang Petra inginkan dalam hidupnya yang sangat berharga ini ialah berurusan dengan manusia arogan bermata dingin bernama Lyon. Dan hal tersebut sebisa mungkin tidak akan pernah terjadi dalam hidup Petra. Memang, sepertinya peri hujan tidak mau datang kepadanya.

"Selamat datang di Kohiti Cafe." sapa Petra, formalitas layaknya pegawai lain ketika melayani para tamu. Tidak lupa Petra memberi senyum terbaik walau dengan amat sangat terpaksa. Kalau tidak memikirkan besarnya uang dari hasil bekerja di Kohiti Cafe dan begitu baik sang manager cafe, tentu saja Petra sudah mengusir Lyon keluar cafe. Kalau perlu akan ia hajar menjadi isian burger.

"Mengerikan sekali sambutanmu. Aku perlu meja kosong di pojok ruangan seperti biasa." sahut Lyon sesaat setelah melirik Petra yang tengah tersenyum paksa sekilas. Lalu berjalan dengan cepat menuju tempat yang ia maksud tanpa menunggu Petra menunjukkan jalan. Lyon bertingkah layaknya cafe tersebut seperti rumah sendiri.

"Tuan, meja yang biasa sedang dipakai. Mari saya antar ke meja yang lain." cegah Petra, dengan cepat menghentikan langkah kaki Lyon.

"Apa katamu?" mata Lyon melotot kesal. Ekspresi muka Lyon yang biasanya dingin namun kali ini sangat berbeda dari yang biasa Petra lihat saat datang ke cafe.

"Iya tuan. Meja yang biasa tuan pakai sedang digunakan untuk rapat oleh pegawai kantor seberang taman." jelas Petra dengan hati-hati. Ia tahu, lebih dari siapapun, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Lyon adalah hal yang paling masuk akal. Setidaknya hal tersebut akan membuat dia mengerti situasi bahwa cafe tersebut bukan miliknya.

"Akan aku bayar sepuluh kali lipat. Tidak. Tiga puluh kali lipat kalau perlu. Aku hanya butuh meja itu." geram Lyon dengan suara tertahan. Amarahnya sudah sampai puncak ketika tiba di depan pintu cafe, ditambah dengan meja favoritnya sedang dipesan orang lain. Mungkin ini adalah hari terburuk Lyon yang ke-seribu dua ratus lima.

"Maaf tuan. Ini bukan hanya soal uang." sanggah Petra masih berusaha sabar.

"Lalu apa? Bukankah pelanggan disini membayar untuk mendapat apa yang mereka mau dari cafe ini?" serbu Lyon tidak habis pikir dengan pelayan yang wajahnya tidak asing baginya.

"Betul. Itu benar tuan. Sebelum itu bisa tuan duduk dulu di tempat itu." tunjuk Petra mencoba mengalihkan perhatian Lyon dengan membawanya kearah meja yang dimaksud.

Anehnya, Lyon pun menuruti apa yang Petra katakan. Walaupun tidak bisa dipungkiri kalau wajah Lyon sudah memucat menahan marah.

Petra berjalan cepat menuju meja kosong di sudut ruangan cafe bagian sayap kiri. Letaknya agak ke belakang dan menghadap sebuah taman yang di tumbuhi aneka pohon perdu dan bunga mawar warna warni serta beberapa pohon cemara bonsai.

"Jadi ada hal lain selain uang?" tanya Lyon, masih mempertanyakan hal yang tadi ia pertanyakan kepada Petra. Lyon tidak habis pikir, kenapa ada seorang pelayan yang begitu berani menentang ucapannya. Bahkan membuat Lyon mengikuti perintahnya.

"Tentu saja. Coba tuan jelaskan kenapa tuan ingin sekali dengan meja yang biasa tuan pakai itu? Jika tuan benar-benar memiliki uang yang sangat banyak, kenapa tidak tuan membuat cafe yang serupa dengan cafe ini lalu membuat dekorasi yang sama persis?" tanya Petra balik.

Lyon hanya bisa duduk mematung. Lebih karena kaget dengan seorang pelayan yang berani menjawab pertanyaan dengan berbalik mengajukan pertanyaan kepadanya.

"Itu bukan urusanmu. Tugasmu hanyalah melayani tamu kan?" delik Lyon kesal kepada pelayan bebal dihadapannya.

"Benar. Itu juga yang akan dikatakan orang yang sudah memesan meja tersebut sejak satu bulan yang lalu tuan." Kata Petra tidak kalah kesalnya menghadapi makhluk asing yang menyamar sebagai tamu cafe didepannya tersebut.

"Sudah cukup. Sebenarnya apa mau kamu? Bukankah kamu juga murid SMA Metropol? Kenapa kamu sengaja mencoreng reputasi sekolah dengan kerja rendahan disini?" oceh Lyon kalut. Ponsel dalam genggaman tangan kirinya ia remas karena menahan kesal. Bukan kepada Petra, tetapi kepada dua temannya yang ia sangka sebagai teman baik ternyata membelot. Berkhianat. Entah berapa kali sudah terjadi aksi pengkhianatan seperti ini. Temannya menusuk Lyon dari belakang karena uang.

"Apa salahnya mencari uang dengan bekerja disini?" sahut Petra diambang batas kesabaran. Hari ini benar-benar hari yang menguras emosi Petra.

"Jadi...uang juga kan masalah yang kamu hadapi dalam hidupmu?" tanya Lyon sinis.

Lyon tidak menyangka, amat sangat tidak mengira, sepanjang hidup Lyon tinggal di Metropol, baru kali ini ada orang yang tanpa ragu mengatakan kalau apapun akan dilakukan untuk mendapatkan uang. Dan itu dikatakan oleh siswi penerima beasiswa di sekolahnya. Lyon tidak habis pikir dengan kebijakan ibunya dalam mengelola yayasan sekolah SMA Metropol. Bagaimana mungkin ibunya meloloskan anak perempuan mata duitan seperti orang yang tengah berdiri dihadapannya.

"Itu bukan urusan tuan. Jadi apa menu pesanan kali ini?" celetuk Petra mencoba abai dengan ejekan Lyon yang jelas sekali sedang merendahkan harga diri Petra. Apa salahnya bekerja untuk mencari uang di cafe ini?

"Seperti biasa. Pesan dua porsi." jawab Lyon sekenanya. Lalu menyibukkan diri dengan ponselnya.

Sepeninggal Petra, Lyon mencoba menghubungi dua temannya yang berubah menjadi pengkhianat untuk sekedar bertanya tentang alasannya mereka melakukan hal tersebut. Lyon melakukan hal konyol tersebut hanya untuk menguatkan hipotesanya tentang sabotase yang diam-diam dilakukan oleh ayah. Penjegalan oleh orang tuanya sendiri. Dan kali ini sudah entah keberapa kali Lyon merasa sakitnya dikhianati oleh teman sekaligus rekan kerjanya. Lyon pikir dengan tindakan licik orang tuanya akan membuat dirinya kembali pulang ke rumah dan kembali menjadi anak penurut. Tentu salah besar. Hal itu hanya membuat Lyon semakin ingin menjauh dari cengkeraman orang tua kandungnya sendiri yang tidak manusiawi.

Lyon harus memikirkan cara lain lagi supaya tidak lagi merasakan sakit dikhianati, dan itu membuatnya pusing tujuh keliling. Lyon kehabisan ide kali ini. Ditambah lagi kegiatannya di sekolah, program les dan kursus yang orang tuanya paksakan serta ancaman Lisa yang berniat hengkang dari bisnis mereka. Semua itu bercampur aduk menjadi satu. Dan puncaknya hari ini, dimana ia berusaha menawarkan solusi yang paling mungkin untuk organisasi intra sekolah SMA Metropol yang berujung dengungan tidak setuju dengan alasan anggaran biaya. Lagi-lagi soal uang.

"Kamu...menyukai uang?" tanya Lyon spontan saja kepada Petra, saat gadis itu tengah meletakkan pesanan Lyon di atas meja.

Hal itu sontak membuat Petra terperangah dan membelalakan mata. Menatap Lyon dengan tatapan tajam, yang bisa diartikan dengan --dasar orang gila yang terlalu banyak yang--.