Setelah membiarkan Lyon yang terpaksa tersenyum manis, meladeni para gadis dan orang lain yang mendekat untuk memperhatikan kehebohan yang mereka lakukan selama lebih dari lima belas menit, Steven menarik lengan Lyon kembali untuk menjauh. Menepi dari keramaian dan keganasan gadis-gadis yang seakan sedang kelaparan karena melihat pesona Lyon dengan setelah jas hitam yang ia kenakan.
Dalam hatinya Lyon sangat berterima kasih sekaligus mengutuki Steven. Pasalnya pemuda super cerewet itu sengaja membiarkan dirinya yang benci dengan hal semacam itu tanpa merasa bersalah sedikit pun. Berlama-lama dengan para gadis dan orang tidak dikenal lainnya. Jika saja mereka tidak berada ditempat umum tentu Lyon sudah mematahkan tulang-tulang Steven menjadi seratus bagian. Kalau perlu membuangnya kedalam Lubang Hitam yang ada di kota Setoka.
Bukan rahasia umum jika lubang yang terjadi akibat fenomena mistis berabad-abad yang lalu itu sangat terkenal kengeriannya dan juga sangat tabu disebut oleh penduduk Mestonia sendiri. Legenda mengatakan ada kutukan disana. Dan Lyon amat sangat ingin mengucapkan nama tempat tersebut namun sadar diri kalau mereka sedang ada di tempat ramai dan tidak pantas dinodai dengan mengatakan nama tempat itu.
"Bagaimana rasanya setelah sekilan lama tidak dikelilingi oleh gadis-gadis? Bukankah itu hobimu dulu seperti itu? Kenapa sekarang wajahmu terlihat tidak senang?" goda Steven setelah mereka berdua ada diluar jangkauan orang-orang.
"Apa mau kamu sebenarnya, Stev?" kata Lyon geram.
Lyon mengepalkan kedua tangannya menahan diri untuk tidak meluapkan emosi yang mati-matian ia tahan sejak pertama kali menginjakkan kaki di hotel. Entah kenapa sejak tadi malam perasaan Lyon sudah tidak karuan. Ditambah lagi dengan ulah Steven yang tidak pernah kehabisan akal untuk menggoda dirinya.
"Seperti apa yang tadi aku katakan, Lyon. Hanya sekedar mengingatkan dirimu yang dulu." kata Steven enteng saja. Memasukkan tangannya kedalam saku celana dan membalas tatapan marah Lyon kepadanya.
"Memang seperti apa diriku yang dulu? Apa yang kamu tahu tentang diriku?" ucap Lyon memelankan suara.
Lyon mengalihkan pandangan matanya ketengah aula dan sialnya ada Petra berdiri disana bersama Hime sedang bercakap-cakap dengan wanita paruh baya bergaun warna biru. Entah kenapa Lyon menjadi gusar tanpa alasan. Maka dari itu Lyon membalikkan badan bermaksud untuk meninggalkan Steven dan pergi menyusul Lisa yang kini entah kemana.
"Apa kamu tidak suka aku bersama Petra?" selidik Steven dan berhasil menghentikan laju kaki Lyon seketika.
Detik selanjutnya Lyon membalikkan badannya kembali kearah Steven, berjalan cepat dan berdiri tepat dua langkah dihadapan Steven. Ada kilat aneh terpancar dari dua mata Lyon yang berwarna hijau zamrud. Mata yang tatapannya mampu melelehkan banyak gadis.
"Aku tidak pernah bilang begitu." tolak Lyon, mendesis tajam didepan wajah Steven yang terlihat bercahaya oleh temaram lampu dari cahaya ruang aula.
"Benarkah? Tapi kenapa tingkah lakumu aneh begitu, apalagi saat dirimu melihat betapa cantiknya Petra dengan gaun yang ia kenakan seolah matamu berkata tidak rela bersanding denganku di acara dansa nanti?" ucap Steven dengan perlahan dan memastikan setiap kata-katanya bisa dipahami oleh otak jenius Lyon.
"Imajinasimu berlebihan, Stev." kata Lyon merasa dituduh tanpa dasar seperti itu.
"Syukurlah kalau begitu. Kamu tenang saja Lyon. Sejak awal aku tidak bermaksud membawa Petra kemari sendirian kok. Lagi pula aku merasa kasihan kepada Petra jadi aku pun mengajak teman-temannya ikut, untuk menemaninya ketika aku tidak bisa melakukan hal itu sepanjang waktu." jelas Steven.
"Lalu apa gunanya kamu meminta ijin jika itu yang terjadi?" kata Lyon mulai terpancing dengan ucapan Steven.
"Kamu tanya kenapa? Bukankah sudah pernah aku katakan kalau Petra itu pacarmu jadi wajar jika kakak kelasmu ini meminta ijin kepada adik kelas. Siapa tahu tidak mengijinkan karena mengira aku akan membawa kabur pacarmu. Seperti melarikannya ke planet Pluto." Kata Steven menyunggingkan senyum, mencoba melucu untuk mKamu tanya kenapa? Bukankah sudah pernah aku katakan kalau Petra itu pacarmu jadi wajar jika kakak kelasmu ini meminta ijin kepada adik kelas. Siapa tahu tidak mengijinkan karena mengira aku akan membawa kabur pacarmu. Seperti melarikannya ke planet Pluto." kata Steven menyunggingkan senyum, mencoba melucu untuk mencairkan suasana yang semakin memanas. Ternyata Lyon memang tidak bisa diajak bercanda.
"Untuk apa dirimu sampai harus membawa Petra ke planet yang keberadaannya diperdebatkan?" ujar Lyon, menelengkan kepala ke kiri dengan wajah tampak serius.
"Hei, aku hanya bercanda. Itu hanya perumpamaan kok. Apa kamu selalu serius seperti ini ya?" gelak Steven tidak bisa menahan tawa lebih lama.
Steven tertawa terpingkal-pingkal. Steven bahkan harus memegangi perutnya karena sakit menahan tawa akibat melihat ekspresi wajah Lyon yang terlihat begitu kebingungan. Disaat yang sama Lyon memandangi Steven dengan tatapan tidak percaya.
"Tapi aku tidak Stev." desis Lyon menahan kesal karena perkataan konyol Steven untuk yang ke seribu lima ratus tujuh puluh sembilan.
"Baik, baik. Aku minta maaf kalau begitu. Aku benar-benar minta maaf Lyon. Aku tidak tahu kalau ternyata dirimu itu tidak punya selera humor sama sekali. Dan aku penasaran bagaimana Petra bisa tahan denganmu yang sangat kaku begini." kata Steven setelah berhenti tertawa.
Steven bahkan mengelap air mata dari kedua matanya akibat tertawanya yang terlalu keras tadi. Didepannya, Lyon menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bagaimana pemuda setengah dewasa dihadapannya bisa menangis akibat tertawa berlebihan? Tidak ada rumus kimia atau fisika yang bisa menjelaskan fenomena tidak masuk akal seperti yang baru saja dia saksikan di depan kedua matanya sendiri.
"Aneh saja. Aku bahkan tidak menemukan sesuatu pun yang membuat itu menjadi lucu." kata Lyon, berjalan meninggalkan Steven.
"Tentu saja. Bagimu yang saat ini sedang merasakan sesuatu yang bahkan dirimu sendiri tidak bisa pahami, mana mungkin mengganggap fakta yang aku ucapkan tadi sebagai lelucon." kata Steven setengah berteriak.
Sekali lagi, perkataan Steven barusan berhasil membuat Lyon kembali menghentikan langkah kakinya.
"Memangnya apa yang kamu bisa memahami lebih dari diriku sendiri?" tanya Lyon kepada Steven tanpa membalikkan badan.
"Hanya satu kata Lyon. Cemburu." bisik Steven, yang entah sejak kapan berdiri mengekor dibelakang Lyon.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Steven berlalu pergi mendahului Lyon menuju aula untuk bergabung bersama Petra dan teman-temannya.
Sekali lagi Lyon berdiri mematung setelah mendengar ucapan Steven yang sudah meninggalkannya. Kali ini Lyon seorang diri berdidi dipojok ruangan yang menghadap taman buatan gedung lantai tujuh tersebut. Memandang jauh lurus kedepan menembus langit berbintang sebagai penghias malam yang tidak biasanya tampak begitu cerah.
Perasaan Lyon yang sejak tadi sudah campur aduk kini bertambah tidak karuan karena ulah Steven. Atau...pada dasarnya sudah cukup lama rasa gemuruh dari dalam dada Lyon rasakan dan selalu ia tepis keras-keras.
-tbc-