Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 37 - Ch. 37 Mimpi

Chapter 37 - Ch. 37 Mimpi

Detik berganti menit. Menit berkumpul menjadi satu jam. Hingga kini Lyon terus berjalan mondar mandir didalam kamar, padahal esok hari adalah perlombaan golf yang harus ia ikuti. Entah kenapa Lyon terus merasa gelisah. Banyak hal menjadi berputar-putar dikepalanya, membuat Lyon tidak bisa tidur. Bahkan untuk memjamkan mata pun tak mampu, sekedar mengistirahatkan indera penglihatan miliknya beberapa menit.

Hal yang paling membuat Lyon frustasi adalah tuduhan Lisa yang menganggap dirinya sama sekali tidak memperhatikan atau memperlakukan Petra secara tidak layak. Tuduhan kejam semacam itu membuat Lyon sakit hati. Mana mungkin Lyon berani melakukan perbuatan pengecut semacam itu. Walaupun pada kenyataannya dia tidak menyukai Petra sebagai perempuan.

Lagi pula Lyon sudah mengeluarkan uang cukup banyak hanya untuk Petra, maksudnya untuk mempekerjaan Petra sebagai asisten keuangan sekaligus pacar palsunya. Belum lagi dana yang Lyon gelontorkan demi merenovasi rumah yang ia beli atas nama Petra yang ternyata tidak sedikit seperti yang Lyon kira sebelumnya. Nyatanya memperbaiki rumah kecil tidak layak seperti itu memakan biaya yang cukup banyak. Hidup memang kejam.

"Bukan berarti aku tidak peduli padanya. Bahkan dia sendiri tidak tahu tentang keluarganya sendiri, Valeri. Atau jangan-jangan dia sedang bersandiwara? Tapi...sepertinya itu tidak mungkin. Gadis lugu seperti dia hanya peduli dengan belajar dan uang. Lagipula kejadiannya sudah lama sekali. Mustahil juga dia ingat. Sedangkan keluarga di Finelan hanya mantan pengasuh." bisik Lyon kepada dirinya sendiri. Memegang secarik kertas yang berisi riwayat hidup Petra dan beberapa informasi lain yang baru saja ia terima dari detektif swasta sewaan.

Dari pada berusaha memperlakukan Petra seperti layaknya perempuan, Lyon lebih tertarik tentang latar belakang paman dan bibi Petra yang tinggal di Finelan. Ada banyak pertanyaan seputar keluarga petani tersebut. Namun, untuk mencari tahu secara diam-diam tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya sendiri itu cukup berbahaya. Dan Lyon yakin kalau ibu atau ayahnya mengetahui latar belakang Petra dan memilih bungkam. Atau setidaknya salah satu dari kedua orang tuanya bersedia dengan senang hati memberitahu padanya tentang Petra atau semacamnya. Memikirkan kemungkinan semacam itu hanya membuat Lyon semakin frustasi.

Belum lagi dengan nama keluarga Valeri yang misterius dan terkesan tertutup. Koneksi yang Lyon punya tidak cukup mampu untuk mengorek lebih banyak informasi selain tentang sebagian besar keluarga Valeri tinggal di Estonia dengan posisi penting di pemerintahan. Nama Valeri sebagai nama keluarga bisa dibilang sangat jarang di Mestonia. Hanya mereka yang sebagian besar politisi dengan popularitas tidak terekspos namun memegang peranan yang krusial di Negara Kedaulatan Mestonia. Setidaknya Lyon harus berhati-hati kepada Petra. Dia tidak boleh gegabah dan menjaga sikap. Salah bertindak bisa berakibat fatal dan membuat nama keluarga Levi tercoreng. Lyon tidak mungkin bisa melakukan hal itu sekalipun dia sangat membenci nama Levi sebagai nama keluarganya.

"Tetapi, bahkan ibu dan ayah seakan tidak mempermasalahkan tentang Petra dan bagaimana aku mengenalkan dia kepada mereka. Jika seperti itu, mungkin Petra benar-benar anak yatim piatu yang malang. Apa aku harus mengikuti saran Lisa dan mengesampingkan segala kemungkinan yang ada." desah Lyon meletakkan kepala diatas sandaran sofa berwarna gading tidak jauh dari jendela kamarnya. Duduk mematung beberapa lama.

"Ah.. masa bodoh. Lebih baik kita lihat dari bagaimana cara Petra menjaga sikap saja. Tidak ada cukup waktu untuk melayani ide konyol Lisa, dasar nenek sihir tua." oceh Lyon mengacak-acak rambut kepala sendiri karena frustasi sendiri.

Kemudian Lyon kembali bangkit berdiri, berjalan mondar mandir seperti yang tadi dia lakukan. Seolah dengan seperti itu, Lyon bisa menemukan jawaban atas rasa gundah yang sejak tadi ia rasakan. Atau karena perasaan tidak enak yang sejak tadi terus ia abaikan. Entahlah.

-

Malam telah larut, Petra dan teman-teman sudah lama tidur dikamar mereka masing-masing dan membawa mereka ke alam mimpi. Banyak hal yang terjadi tadi siang membuat tidur Petra tidak nyenyak. Bahkan Petra bermimpi buruk karenanya. Mimpi aneh.

Didalam mimpi Petra melihat ada sebuah rumah berlantai dua dengan cat berwarna kuning gading. Disekeliling rumah tersebut, tepatnya disamping kanan rumah itu terdapat deretan pohon zaitun sejauh mata memandang hingga menuju bukit dibelakang rumah. Sementara disamping kiri rumah itu berjejer pohon kelapa gading hingga ke tepi pantai pasir putih. Pantai dengan bebatuan disekitar bibir pantai, seperti yang ada di pantai Fatamorgana.

Tidak jauh dari rumah berlantai dua tersebut ada sebuah tanah lapang seluas lapangan tenis yang ditumbuhi oleh rumput liar dengan tinggi satu kaki. Pada tanah lapang tersebut anak kecil perempuan yang usianya tidak lebih dari dua tahun tengah berlari mengejar kedua orang tuanya yang menyebar disudut-sudut tanah lapang. Gadis kecil itu begitu gembira, jelas terlihat dari betapa renyah cara dia tertawa.

Namun, kegembiraan tersebut tidak berlangsung lama. Tiba-tiba saja, entah dari mana ada kobaran api menjalar dari arah bibir pantai. Terus merambat melahap pohon-pohon kelapa kemudian rumah kuning gading itu pun perlahan ikut terbakar.

Gadis kecil itu menangis dalam dekapan ibunya. Semantara sang ayah berusaha memadamkan api yang membakar rumah mereka dengan kekuatan yang tidak bisa Petra percayai. Pria itu bisa mengeluarkan api tetapi berwarna biru dan ajaibnya api biru tersebut seakan bertarung melawan api merah yang mencoba membakar rumah. Pelan tapi pasti rumah mereka bisa diselamatkan walau masih ada percikan api merah kecil di sekeliling rumah.

Kemudian, giliran ibu dari anak itu yang maju berdiri disamping rumah mereka. Wanita itu menurunkan hujan gerimis dari atas langit. Hanya awan diatas rumah itu saja yang terlihat mendung hitam pekat. Air hujan turun dari awan tanpa petir itu. Mengguyur sisa-sisa api yang membara, menyelamatkan rumah mereka dan pohon-pohon yang terbakar.

Asap kelabu mengepul dari sisa-sisa batang pohon kelapa yang terbakar, membuat gadis kecil menangis hingga terbatuk-batuk. Gadis kecil itu mencari-cari kedua orang tuanya yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi.

Disana, didepan rumah mungil yang setengah terbakar gadis kecil itu meraung memanggil ayah dan ibunya. Hanya ada angin berhembus kencang sebagai jawaban atas panggilan gadis kecil tersebut. Hal itu yang membuat tangis sang gadis kecil semakin keras dan terdengar pilu. Hingga membuat Petra terbangun dengan jeritan tertahan.

Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Petra. Terengah-engah seperti habis berlari kencang. Kemudian, saat Petra mencoba melihat sekeliling kamar yang gelap. Jam dinding menunjukkan pukul tiga pagi. Masih terlalu dini untuk bangun tetapi Petra juga tidak bisa melanjutkan tidurnya kembali. Mimpi itu benar-benar mengguncang Petra hingga membuat badannya menggigil ngeri.

"Kenapa...kenapa aku merasa kalau anak kecil itu adalah aku?" bisik Petra sangat lirih.

Kedua tangan Petra letakkan didada. Masih mencoba mengatur napas dan berusaha menyakinkan diri kalau tadi itu benar-benar hanya sebuah mimpi, bukan bagian dari masa lalunya yang tidak bisa ia ingat.

-tbc-