Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 34 - Ch. 34 Senja

Chapter 34 - Ch. 34 Senja

Entah kenapa, sekeras apapun usaha Petra untuk melupakan Ken rasanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ken, adalah orang yang mengisi masa kecil Petra dengan penuh kenangan berwarna warni. Ken adalah seseorang yang sudah Petra anggap sebagai kakaknya namun kini telah menghilang seakan ditelan bumi. Ken yang membuat Petra pernah merasa bahagia dihari-hari monotonnya yang hanya diisi dengan belajar di Finelan dulu. Ken juga yang kini membuat Petra bersedih.

Dan saat melihat Lyon diatas pelana, Lyon yang sibuk untuk memenangkan lomba, Petra hanya bisa berdoa kalau pemuda arogan itu tidak akan berbuat hal yang sama seperti yang pernah Ken lakukan padanya. Walau dalam hati Petra tidak yakin akan hal tersebut. Hingga detik ini saja, Lyon sudah berulang kali menyakiti Petra dengan kata-kata yang selalu Lyon ucapkan. Kata-kata yang meluncur dari mulut manis pemuda itu tanpa sadar sudah menaubur garam diatas luka.

"Lihat pacarmu! Gadis mana yang tidak iri bisa mendapatkan kekasih sempurna seperti pangeran." celetuk Rita diantara sorak sorai satu tribun memberi semangat kepada Lyon.

"Kalian iri bukan?" cebik Petra dengan nada yang tidak bermaksud membuat orang lain tersindir. Namun lebih seperti mengkasihani diri sendiri.

"Bisa dibilang begitu. Tetapi, kami cukup sadar diri. Dari pada seperti itu kami lebih memilih sebagai penggemar Lyon. Itu cara teraman supaya hati tidak terluka terlalu dalam." ucap Teresa memberi penjelasan untuk kelakuan mereka yang memuja Lyon secara berlebihan.

"Iya, lebih baik seperti itu. Benar." desah Petra lebih seperti kepada diri sendiri.

Jujur Petra iri dengan keberania teman-temannya yang terbuka dengan perasaannya terhadap Lyon. Kalau dipikirkan kembali, dia dengan Lyon dengan status pacar palsu yang penuh kepura-puraan lebih buruk dari pada sekedar mencontek saat ujian semester. Lebih berat bagi Petra untuk menentukan posisinya antara rasa benci dengan penggemar. Salah satu atau keduanya Petra tidak bisa masuk dalam kategori tersebut.

Petra berdiri mematung menyaksikan Lyon menunggang kuda putih diantara riuh redam suara penonton yang ternyata sebagian besar diisi oleh kaum hawa. Beruntung mereka berada di bangku VVIP sehingga tidak terlalu bising dan membuat telinga sakit. Tetap saja hal itu tidak bisa meredam kehebohan saat Lyon dan kudanya melewati garis finish sebagai pemenang.

"Yeay, paman menang lagi?" teriak Chia histeris gembira.

Detik berikutnya Chia melakukan gerakan seperti menari tanpa irama yang jelas. Melihat bagaimana girangnya Chia atas kemenangan Lyon keempat gadis disampingnya hanya bisa tertawa melihat tingkah Chia yang lucu tersebut.

"Lagi?" ujar Petra tidak mengerti, setelah berhenti tertawa dan menahan perutnya karena sakit.

"Kamu juga tidak tahu kalau Lyon adalah altet pacuan kuda nomor satu dikelasnya?" seru Rita keheranan. Kedua matanya melotot seakan hendak keluar dari tempat saking herannya.

"Kekasih macam apa kamu Petra? Seharusnya untuk hal-hal seperti ini kamu sudah bisa mengetahui, jangan terlalu fokus dengan belajar saja." imbuh Teresa seolah menghujat Petra namun dengan nada yang lucu karena menahan tawa.

"Hei, jangan seperti itu kepada Petra. Dia kan dari Finelan, dan wajar saja kalau Petra tidak tahu hal-hal seperti itu." kata Hime berusaha membela Petra yang kini dengan wajah kebingungan memandang satu per satu temannya.

"Maafkan aku. Aku tidak tahu soal itu. Benar katamu Teresa, aku hanya peduli dengan pelajaran dan sekolah. Soal Lyon dan siapa dia aku tidak begitu peduli walau sebagai pacar." desah Petra pelan.

Apa yang Petra katakan barusan adalah kejujuran. Karena itu, mulai saat ini Petra akan berusaha untuk mengenal Lyon. Walaupun dalam hati Petra begitu membenci pemuda itu. Tetapi sebagai pacar palsunya Petra tidak boleh abai. Setidaknya untuk menyelamatkan diri sendiri disaat yang seperti ini. Petra merasa begitu bodoh karena baru menyadarinya sekarang.

Gelanggang kuda kembali bersorak ketika menampilkan lomba untuk kelas putri dimana Lisa berdiri diantara perserta lainya di garis start dengan memegang tali kekang kuda cokelat muda. Model pakaian yang Lisa pakai sama persis dengan yang dipakai Lyon saat lomba. Pakaian khusus keluarga Levi saat mengikuti lomba pacuan kuda. Saat Lisa melambaikkan tangan kepada seluruh penonton Chia kembali berteriak histeris gembira.

"Ayo, ibu pasti menang!" teriak Chia sekeras mungkin. Tentu saja suara kecilnya tidak akan sampai hingga ketempat Lisa berada namun Chia tetap saja berteriak. Petra dan teman-temannya hanya bisa berdiri disamping Chia dengan menatap Lisa, berdoa dalam hati supaya Lisa bisa memenangkan pertandingan seperti yang Chia harapkan.

"Lalu bagaimana dengan Lisa, apa dia bisa menang?" tanya Petra kepada Hime penuh rasa ingin tahu.

"Entahlah, biasanya Lisa mampu meraih salah satu posisi di tiga besar atau lima besar pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk tahun ini banyak pemain baru dan lebih muda usianya dari Lisa. Kita lihat saja. Lagi pula keahlian Lisa bukan di pacuan kuda. Tetapi golf." jawab Hime panjang lebar.

Salah satu anggota keluarga Hime merupakan staff penyelenggara lomba yang ada di Lilibel, jadi wajar saja jika Hime pun bisa dengan mudah mendapatkan informasi para peserta lomba. Tentang berapa jumlah peserta lomba, dari mana asal para peserta, siapa nama-nama perserta hingga informasi pribadinya dengan mudah bisa Hime dapatkan.

"Apa pertandingan golf juga akan diadakan disini?" timpal Rita yang tiba-tiba ikut bergabung dalam pembicaraan antara Hime dengan Petra.

"Tentu saja. Besok acaranya. Lokasinya ada diseberang bukit tempat kita menginap. Sekitar satu kilometer jaraknya." kata Hime menjelaskan.

"Asyiiik." seru Rita dan Teresa bersamaan. Mengepalkan salah satu tangan mereka keatas.

Tidak lama kemudian para gadis kembali terdiam. Mereka kembali fokus menyaksikan lomba yang ternyata lebih seru dari pada ketika Lyon bertanding. Karena mereka dapat dengan mudah siapa yang akan memenangkan pertandingan pacuan kuda tersebut tanpa bersusah payah. Seolah pertandingan pacuan kuda tadi memang khusus untuk dimenangkan oleh Lyon.

Kembali kearena lomba, dimana saat ini Lisa menempati urutan kelima. Lisa berusaha menyusul lawan dengan nomor punggung tiga belas, dimana kuda hitam sebagai tunggangannya. Tidak lama berselang Lisa sudah sejajar dengan pemain nomor tiga belas tersebut. Persaingan sengit terjadi. Kedua kuda melaju dengan kecepatan sama. Lisa dan lawan mainya berusaha terus memecut kuda mereka untuk berlari lebih cepat, bergerak kedepan. Saat berikutnya, Lisa berhasil menggungguli pemain nomor 13 dan berlari mengejar kuda lain didepannya.

"Petty sayang..." sapa sebuah suara dari arah pintu ruangan VVIP dimana Petra dan temannya terhanyut oleh pertandingan yang masih terus berlangsung sengit.

Suara itu familiar ditelinga Petra. Namun nada bicaranya terdengar berbeda, lebih sopan dan lembut dari biasanya. Sebenarnya Petra enggan untuk menengok kearah asal suara, hanya untuk melihat sang pemilik suara itu.

Dalam teriknya siang yang hendak berganti senja, pemuda itu menyunggingkan seulas senyum manis yang tidak biasa. Menatap kearah Petra dengan penuh kelembutan dan akan membuat siapa saja yang melihatnya akan langsung meleleh ditempat.

-tbc-