Petra tidak pernah tahu siapa nama pelatih memanah dari klub panahan yang pernah dirinya ikuti saat menemani Lyon beberapa pekan yang lalu. Tetapi ketika mendengar ucapan orang itu, Petra langsung bisa mengetahui bahwa dia adalah orang yang sama. Sebagai pelatih memanah dengan suara berat dan berwibawa yang sangat khas.
Petra menyapa pelatih dengan penuh rasa hormat. Datang menghampirinya, berdiri lebih dekat sebelum menjawab ucapan pelatih itu.
"Iya pak pelatih. Saya datang bersama teman-teman untuk pergi berlibur dan kebetulan bertemu dengan keluarga Levi." ucap Petra sopan. Tersenyum ramah yang disambut dengan senyum pula oleh pelatih tersebut.
"Begitu rupanya. Lalu bagaimana dengan tangan kiri nona Petra, apa sudah merasa lebih baik?" tanya pelatih penuh perhatian. Tidak lupa melayangkan pandangan mata pada gips putih yang membungkus tangan kiri Petra. Tersenyum dengan penuh arti.
"Sudah lebih baik. Mungkin bulan depan sudah bisa lepas dan saya bisa menggunakan tangan kiri saya lagi untuk beraktivitas." jawab Petra yang tanpa sadar tangan kanannya mengelus gips pada tangan kirinya pelan seolah berkata kalau dirinya sudah tidak sabar lagi hanya hidup dengan melakukan aktivitas sehari-hari hanya dengan satu tangan. Yaitu tangan kanannya.
"Jangan terlalu dipaksakan nona. Aku tidak ingin calon atlet berbakatku merasa terbebani dan tidak semangat lagi. Itu bisa sangat menggangg proses penyembuhan luka itu sendiri. Tidak terburu-buru merupakan salah satu aturan mutlak dalam memanah nona Petra. Jangan pernah lupakan hal tersebut. Lagi pula jangan khawatir, masa depan nona Petra masih panjang dan selalu ada tempat untuk nona Petra di klub panahan. Jadi beristirahatlah. Datanglah kembali untuk latihan hanya jika dokter sudah mengijinkan." kata pelatih itu panjang lebar. Berkata pelan dan tertata serta penuh penekanan.
Nada bicara pelatih yang berat dan berwibawa itu seperti meresap dalam relung hati sanubari Petra. Bisa Petra rasakan sedikit perasaan tenang setelah mendengar nasihat pelatih tersebut. Kata-katanya lebih seperti penghiburan seorang ayah kepada anaknya.
"Baik pak pelatih. Akan saya ingat nasihatnya." kata Petra penuh keyakinan. Seperti ada semangat baru yang tiba-tiba muncul.
Sekalipun Petra tidak menyukai olahraga memanah apalagi harus selalu bertemu dengan Lyon disana, namun Petra tidak bisa abai begitu saja kepada orang yang bersimpati kepada dirinya seperti pelatih tersebut. Lagi pula panahan ternyata amat sangat membantu Petra dalam menajamkan fokus dan membantunya dalam konsentrasi belajar.
"Bagus sekali. Itu yang aku harapkan dari calon atlet berbakat." ucap pelatih tersenyum lebar. Senyum hangat layaknya sebuah senyum untuk menyemangati anak-anaknya yang tengah terpuruk.
Lalu, pelatih tersebut pergi meninggalkan Petra dan Chia menuju arena pacuan kuda.
"Kakak juga bisa memanah seperti paman Lyon?" celetuk Chia beberapa saat kemudian.
Suara Chia yang ceria mengagetkan Petra yang tengah melamun. Tanpa Petra sadari perbincangannya tadi dengan pelatih memanah membuat Petra sadar akan satu hal yang terlalu malu untuk ia akui, bahwa ternyata dirinya menyukai olahraga memanah. Walau pun rasa suka Petra pada olahraga tersebut belum terlalu besar seperti ketertarikan dirinya pada sosiologi, tapi rasanya saat Petra berkonsentrasi fokus pada busur serta anak panah untuk bisa tepat sasaran begitu mendebarkan. Sensasi penuh semangat berkobar dengan sendirinya saat itu. Sebuah pengalaman tersendiri itu tanpa sadar membuat Petra ketagihan untuk melakukannya lagi.
"Iya, tapi belum terlalu baik." jawab Petra merendah. Karena Petra tidak mau terlalu ingin membahas salah satu cabang olahraga tersebut hari ini. Apalagi dengan anak kecil seperti Chia. Lagi pula, Chia terlalu cerdas untuk ukuran anak tiga tahun yang seakan mampu berbicara banyak hal. Petra masih ingin menyimpannya sendiri dalam hati.
Hari semakin siang dan matahari mulai meninggi. Bahkan area parkir sudah dipenuhi oleh jejeran mobil dan bus aneka jenis. Petra sudah membuat janji dengan teman-temannya untuk berkumpul didepan pintu masuk menuju tribun. Namun, dua teman Petra belum juga muncul. Hanya Hime yang sejak lima belas menit sudah bersama Petra dan bercanda dengan Chia.
"Apa Rita dan Teresa benar akan ikut?" tanya Petra tidak yakin.
Petra tidak pernah melihat dua temannya terlambat datang. Berbeda sekali dengan hari ini. Seperti bukan Rita dan Teresa yang biasanya.
"Entahlah. Tadi, sewaktu aku hendak kemari merekan sedang berbicara dengan pacar mereka di telepon. Seperti sedang bertengkar." jawab Hime tanpa beban.
"Pacar? Sejak kapan?" pekik Petra kaget bukan main.
Selama ini mereka berdua tidak pernah bercerita tentang pacar kepada Petra. Walau pun Petra tidak begitu dekat dengan mereka setidaknya berita semacam seperti memiliki pacar akan dia ketahui dengan mudah.
"Hei, mereka bukan seperti dirimu yang punya pacar sekelas Lyon yang digilai satu sekolah. Lagi pula untuk membicarakan hal pribadi seperti pacar mereka di sekolah bukanlah sesuatu hal yang akan mereka berdua lakukan." jelas Hime, menatap Petra kaget karena kaget mendengar ucapan Hime.
"Begitu rupanya. Maaf kalau begitu. Yah, bukan berarti aku ingin tahu atau mau ikut campur. Setidaknya mereka sedikit terbuka supaya kita tidak seperti ikan yang dijemur begini." ucap Petra menyeringai dan berusaha melucu karena merasa bersalah.
"Biarkan saja Petra. Berikan mereka berdua sedikit ruang hari ini, oke. Mungkin dengan begitu mereka akan menceritakan kepada kita dengan sendirinya. Lagi pula vitamin D bagus untuk tulang kan? Tidak sering loh, kita bisa berjemur seperti ini di sekolah." respon Hime berusaha berkelakar untuk menjawab lelucon Petra barusan.
"Iya benar. Hahahaha...bagaimana denganmu Chia?" tanya Petra kepada Chia yang sejak tadi hanya memperhatikan dua gadis disisi kanan dan kirinya berdebat ringan sambil menjilati es krim.
"Chia suka panas. Ibu Chia tidak suka panas. Paman Lyon benci panas." jawab Chia yang kini dua pipinya belepotan karena es krim.
"Ternyata itu rahasia Lyon supaya kulitnya tetap putih rupanya. Hei Chia...lalu apa lagi yang kamu ketahui tentang pamanmu itu?" pancing Hime penasaran.
Hime membungkuk di depan Chia lalu memberikan es krim miliknya yang belum tersentuh sedikitpun. Rupanya Hime tertarik hal-hal yang berkaitan tentang Lyon. Bagi Petra sendiri itu sangat aneh.
"Kenapa orang-orang begitu penasaran dengan Lyon?" desah Petra tidak senang karena hari ini semua orang membicaran pemuda arogan itu. Apalagi tentang bagaimana aksinya dalam berkuda yang Petra lihat biasa saja saat menemani Lyon latihan pekan lalu.
"Kamu ini yang aneh, Petra. Padahal dia pacarmu sendiri. Apa kamu tidak peduli tentang...seperti apa yang dia sukai, makanan apa yang tidak dia sukai, apa warna favorit, apa kegiatan yang paling dia sukai dan lain sebagainya?" celetuk Hime sedikit frustasi mendapati teman sekelasnya itu ternyata tidak peduli kepada pacar sendiri.
"Aku tidak tertarik." sanggah Petra spontan.
"Lalu bagaimana ceritanya kalian berdua bisa pacaran?" usik Hime kemudian.
Mendengar pertanyaan itu membuat Petra diam seribu bahasa. Petra tidak bisa memikirkan jawaban yang menyakinkan.
-tbc-