Dengan langkah berat Petra keluar dari rumah sakit. Lebih tepat ia diseret paksa oleh Lyon untuk segera meninggalkan konter pengambilan obat setelah sesi kontrol dengan dokter tulang selesai bermenit-menit yang lalu.
Petra enggan untuk pulang ke rumah Lisa. Ada terlalu banyak penghuni disana. Terlalu berisik. Belum lagi kepulangan Lisa dan Chia tadi siang pasti akan membuat kondisi rumah menjadi ramai, seperti seharusnya.
Petra hanya menginginkan suasana yang sepi untuk hari ini, jauh dari hiruk pikuk ramai dipehuni orang-orang. Seperti di rumah sakit. Tetapi, untuk pulang ke rumah sewa yang sudah dibeli Lyon atas namanya juga tidak mungkin Petra lakukan. Pemuda egois yang otoriter itu melarang keras kepada Petra kembali pulang sekedar melihat pintu rumahnya sendiri. Petra dilarang pulang sebelum tangan kirinya benar-benar pulih total. Tidak ada hukuman yang lebih mengerikan daripada tinggal satu atap dengan Lyon.
"Hei, jujur katakan padaku apa yang sedang kamu lakukan di rumahku sebenarnya?" hardik Petra.
Gadis itu menatap tajam kearah Lyon berdiri disamping kirinya dengan tatapan seolah hendak memakan pemuda itu hidup-hidup.
"Bukan apa-apa. Hanya bersih-bersih dan sterilisasi. Rumah itu sangat tidak layak menyangkut kebersihan tau." jawab Lyon pendek, lebih karena kaget mendengar Petra tiba-tiba melayangkan pertanyaan kepadanya. Padahal sejak tadi gadis itu mendiamkan Lyon seolah keberadaannya tidak diinginkan.
"Kamu pikir rumahku apa? Kandang unggas? Gudang jerami? Atau apa?" oceh Petra dengan nada kesal yang disengaja.
Sepertinya Petra sangat ingin meluapkan semua kekesalannya kepada pemuda berhati dingin disampingnya. Seperti yang selalu Lyon lalukan terhadapnya. Berbicara dengan Petra dengan kata-kata mengintimidasi.
"Bisa dibilang begitu. Tapi, bukankah seharusnya kamu berterima kasih padaku karena aku melakukan dengan senang hati? Tanpa meminta imbalan. Oh, iya. Mana mungkin kamu sanggup membayar biaya kebersihan yang harganya...selangit, kalau katamu." sindir Lyon tidak mau kalah diperlakukan kecus oleh Petra.
"Terima kasih tuan muda Lyonardo Levi. Puas kan?!" gerutu Petra. Kemudian berjalan cepat masuk kedalam mobil. Dan memalingkan muka saat Lyon masuk dan duduk disampingnya.
Sore menjelang malam jalanan menuju pulang ke rumah Lisa sangat ramai karena banyak pekerja kantoran pulang. Bahkan menjadi sangat macet saat mereka melintasi pertigaan atau pun perempatan. Suara klakson terdengar silih berganti menggema hingga ke angkasa, membuat semakin gaduh suasana jalan protokol kota Metropol yang sibuk. Kota yang tidak pernah tidur.
"Karena tanganmu cedera maka aku tidak bisa latihan golf." cebik Lyon dengan suara cukup keras. Berharap Petra akan merespon dengan serentetan makian, seperti Petra yang biasa.
"Apa salah tanganku." respon Petra datar.
"Salah karena aku harus latihan sendirian sementara pesuruhku tengah terbaring tidak berdaya karena tangannya patah." sahut Lyon mendramatisir ucapannya. Alhasil, mau tidak mau Petra tersenyum menahan tawa sementara tangan kanannya menahan perut.
"Baru kali ini aku mendengar seorang Lyonardo Levi mencoba berkata lucu. Tetapi sangat disayangkan ucapanmu barusan sama sekali tidak ada lucu-lucunya." gelak Petra yang akhirnya tidak bisa menahan tawa lebih lama lagi.
"Aku juga masih manusia biasa, asal kamu tahu itu, Petty." cebik Lyon dingin. Dia tidak terima dengan respon berlebihan Petra.
"Begitu rupanya. Kalau begitu, bagaimana kalau kamu mentraktirku makan sebagai ganti atas pujianku tadi." Tawar Petra meringis menahan lapar.
Baru Petra menyadari kalau dirinya sama sekali belum makan sejak tadi malam. Sekarang seisi lambung menuntut untuk diisi dengan makanan.
"Oke. Karena aku sedang malas kemana-mana maka ada baiknya kita mencoba untuk melakukan sesuatu selayaknya pacaran itu. Lagipula perutmu sudah sangat berisik minta diisi." kata Lyon setuju.
"Kencan? Kamu sedang deman atau salah makan tadi pagi?" pekik Petra kaget mendengar ucapan Lyon.
"Kamu lupa? Bahwa aku tidak akan pernah melakukan perbuatan yang tidak mendatangkan keuntungan bagi diriku sendiri. Tidak mau?" desah Lyon frustasi diejek Petra seperti itu.
"Baik, baik tuan muda. Terserah apa mau kamu saja. Asalkan aku bisa makan." setuju Petra tersenyum getir.
"Lihat dirimu yang hina. Bahkan demi mendapatkan makanan kamu mau menuruti yang aku pinta. Sepertinya otakmu yang sudah tidak waras sejak jatuh di Taman Nasional Arca Mestonia." ujar Lyon tidak habis pikir. Ternyata Petra lebih parah dari dirinya.
-
Mobil yang membawa mereka menepi disebuah kedai burger kentang, makanan favorit Petra selama tinggal di Metropol. Kedai sederhana dengan tampilan depan seperti rumah tua dimana material bangunan kebanyakan dari kayu.
Petra yang pertama keluar dari mobil, disusul Lyon yang sepertinya enggan mengikuti Petra masuk kedalam kedai tersebut. Bukan gaya Lyon makan ditempat sederhana semacam itu.
"Kamu memilih tempat yang salah untuk kencan pertama palsu kita. Seleramu tidak bisa ditebak. Manusia macam apa yang makan burger kentang? Memang orang miskin selalu mempunyai cara untuk bertahan hidup rupanya." komentar Lyon saat mereka mendapat tempat duduk disamping jendela menghadap ke jalan raya.
Kata-kata pedas nan menusuk yang keluar dari mulut Lyon barusan membuat Petra mencebik, memalingkan wajah ke jendela disamping kanannya. Petra menghela napas panjang. Berusaha bersabar lebih lama bersama manusia perwujudan ular berbisa didepan Petra.
"Aku tidak salah dengar kan, ketika tadi kamu bertanya kepadaku kemana kita akan pergi?" desah Petra berusaha berbicara sewajarnya. Entah kenapa jika Petra bersama Lyon selalu menguji kesabaran hingga batas yang tidak bisa Petra tolelir.
"Benar." jawab Lyon mengiyakan.
"Jadi makan saja. Dan diam jika ucapanmu hanya membuat telingaku semakin sakit." perintah Petra tegas.
"Pecundang tidak bisa memberi perintah apapun kepada pemenang, bukan begitu?" oceh Lyon sinis. Harga diri Lyon merasa tersakiti saat mendengar kalimat perintah yang Petra layangkan padanya.
"Pecundang? Maksudmu aku ini orang yang kalah, begitu? Memang benar aku orang seperti itu. Hidup dari belas kasihan dari tuan muda Lyon yang terhormat. Tapi, bisakah kali ini kamu tidak menabuh genderang perang?" sanggah Petra tidak terima akan hinaan yang baru saja Lyon katakan. Tepat disaat Petra hendak menyantap burger kesukaannya.
"Tentu. Didalam pelajaran di kelas Sosial-mu tentu banyak ungkapan semisal..." kata Lyon dengan sangat tenang. Seolah bersiap sedia melakukan pertahanan saat musuh menyerang balik.
"Aku mengerti. Kalau begitu, tentu aku boleh saja memanggilmu dengan ujaran seperti yang kamu katakan barusan. Pecundang..." bisik Petra penuh arti. Memakan burger ditanganya dengan potongan besar. Lalu mengunyah dengan kecepatan tinggi. Seperti orang yang sedang kesal.
"Apa pula maksudmu mengatakan hal tidak pantas begitu?" hardik Lyon tidak terima. Bahkan Lyon harus mengorek-ngorek dua telinganya demi memastikan pendengarannya masih berfungsi.
"Pecundang...karena kamu sudah menipu diriku dengan uangmu. Menipuku dengan menyeret diriku ke dalam masalah yang terjadi dalam keluargamu sendiri. Pecundang bagiku adalah orang yang suka menipu orang lain, menggunakan orang lain sebagai tameng karena dia terlalu pengecut." jelas Petra berapi-api.
-tbc-