Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 28 - Ch. 28 Sekolah

Chapter 28 - Ch. 28 Sekolah

Mendengar apa yang baru saja Petra katakan kepadanya, ekspresi wajah Lyon berubah drastis. Pias. Lebih terlihat dingin dari biasanya. Lyon juga tidak bisa berkata apa-apa. Lyon hanya menatap sinis Petra yang masih terus mengunyah burger ditangan kanan dengan begitu lahap. Seakan mereka tengah berbincang santai layaknya dua orang yang sedang berkencan, pada umumnya.

Bukan seperti ini kencan palsu pertama yang ingin Lyon jalani. Setidaknya bukan perang kata-kata seperti yang baru saja mereka lakukan. Hanya...Lyon sedikit berharap Petra akan peka dan memberi penghiburan untuk harinya yang berat. Walau pun mereka berdua sama sekali tidak mempunyai rasa ketertarikan, setidaknya mereka berdua bisa berbincang-bincang selayaknya orang normal pada umumnya?

Orang normal?

Seperti apa itu orang normal pada umumnya?

Lyon sendiri baru sadar kalau dirinya bukan termasuk bagian dari lingkaran orang normal pada umumnya seperti Petra atau teman-teman sekolahnya. Orang-orang bisa dengan mudah membicarakan tentang cuaca, pekerjaan rumah, acara gosip atau hal-hal sepele yang mereka temui saat perjalanan menuju kedai burger. Tetapi, Lyon tidak mempunyai kosakata semacam itu saat bersama teman-temannya. Lebih tepat adalah teman palsunya. Petra.

Lyon sangat menyadari bahwa semua yang tadi Petra katakan adalah benar. Lyon menggunakan Petra sebagai tameng untuk menutupi dirinya yang muak menghadapi keluarga sendiri, muak menghadapi dunia yang bagi Lyon tidak pernah berpihak kepadanya. Muak akan hidupnya yang sudah diatur sejak ia dilahirkan. Muak karena hidupnya seperti sebuah garis lurus, lancar tanpa hambatan sedangkan egonya sebagai seorang laki-laki merasa terluka akan hal tersebut.

Walaupun begitu, telinga Lyon tetap saja terasa panas saat mendengar ucapan Petra tentang dirinya. Darah Lyon pun ikut mendidih. Serta detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya akibat shock.

Hari ini, sejarah di kehidupan Lyon mencatat, untuk pertama kali dalam hidup Lyon ada orang yang berani terus terang berkomentar tentang dirinya tanpa malu-malu dihadapannya. Bahkan mengatakan hal menyakitkan itu secara sengaja dengan melakukan kegiatan lain yaitu mengunyah makanan didalam mulut. Sungguh tidak ada sopan santun atau pun etika, gadis berambut sebahu itu keterlaluan sekali.

"Sudah selesai berkata yang tidak pantas tentang diriku?" kata Lyon pada akhirnya.

Setelah jeda waktu cukup lama, butuh sekian menit untuk telinga Lyon mengantarkan hasil tangkapan indra pendengarnya ke otak di kepala hingga proses analisa dan pemahaman terhadap ucapan jelas selesai. Sekali pun Lyon ingin marah, dia tidak bisa melakukannya ditempat umum seperti saat ini mereka berada. Nama keluarga besar Levi yang dia benci mati-matian sebagai taruhannya. Bahkan untuk meluapkan rasa amarah saja Lyon tidak cukup memiliki kuasa. Lyon merasa benar-benar seperti pecundang. Seperti yang Petra katakan tadi.

"Iya, sudah. Aku lega, pada akhirnya bisa mengatakan kepadamu secara langsung. Dan, aku harap kamu tidak marah. Apa yang aku katakan tadi adalah respon untuk ucapanmu yang keterlaluan itu." jawab Petra, selesai mengunyah lalu minum susu kocok dari gelasnya sampai habis dalam satu tegukan.

Satu lagi yang membuat Lyon takjub melihat Petra, hari ini Lyon baru menyadari kalau gadis dihadapannya itu sangat ceroboh dan berbuat seenaknya sendiri. Dimana sikap lemah lembut murid penerima beasiswa terbaik di SMA Metropol. Sungguh Lyon tidak melihat hal itu ada dalam diri Petra saat ini. Yang Lyon saksikan sekarang adalah seorang gadis yang makan begitu lahap seperti orang kelaparan tidak makan selama tiga hari.

"Mudah sekali kamu katakan itu setelah melukai harga diriku?" sanggah Lyon tidak terima.

"Harga diri kamu bilang?" pekik Petra terkaget mendengar ucapan Lyon barusan. Petra hampir saja tersedak oleh air liurnya sendiri karenanya.

"Iya." yakin Lyon dengan mantap.

"Boleh aku beli harga dirimu dengan uangku? Bukannya kemarin kamu bisa membeli harga diriku yang tidak berharga?" sindir Petra antusias. Tiba-tiba Petra menjadi kesal kembali. Setelah membuat Petra kenyang dengan dua buah burger kentang, Lyon kini sedang mencoba membuatnya kembali lapar dengan kata-kata yang terlontar dari mulut sadisnya itu.

"Sudah cukup. Tidak ada gunanya meladeni ocehanmu. Aku pergi." kata Lyon lalu berdiri dari kursinya dan melangkah keluar cafe meninggalkan Petra sendirian.

Lyon benar-benar meninggalkan Petra di kedai burger itu. Setelah masuk ke dalam mobil, pemuda itu langsung memerintahkan supirnya untuk segera pergi. Pulang.

"Cihh, dasar bocah. Kalau sudah tersinggung langsung kabur." komentar Petra sebal.

Dalam hati Petra menggerutu karena dia harus mengeluarkan uang sakunya yang sedikit untuk ongkos pulang ke rumah Lisa. Tidak ada jalur bus yang menuju rumah Lisa di malam hari seperti ini, jadi Petra terpaksa memanggil taksi untuk bisa pulang.

-

Sudah tiga hari Lyon tidak mau berbicara dengan Petra. Bahkan untuk memandang Petra pun dia tidak sudi. Lyon benar-benar marah kepada Petra sejak kejadian di kedai burger tempo hari.

Di sekolah pun Lyon menjaga jarak dengan Petra sejauh-jauhnya. Dan dengan jelas menyatakan garis batas antara tuan dengan pelayan. Antara Lyon sebagai tuan dan Petra sebagai pelayan merangkap pacar palsunya.

Bagi Petra, hal tersebut tidak menjadi masalah untuknya. Justru sebaliknya, Petra sangat bersyukur karena dia akhirnya bisa sedikit bernapas lega untuk beberapa hari. Petra tidak harus meladeni ocehan Lyon yang membuat telinganya selalu sakit.

"Liburan tiga hari besok kamu berencana pergi kemana, Petra?" tanya Hime dari samping tempat duduk Petra yang tengah menyalin materi dari buku pelajaran Sejarah Dunia Baru. Tugas makalah yang melelahkan.

Dalam kalender Mestonia, terdapat tiga hari libur pada tiga tanggal terakhir di bulan Agustus. Tiga hari tersebut diperingati sebagai Hari Kebebasan Nasional Mestonia, dimana dalam sejarah mencatat bahwa pada tiga hari tersebut terdapat sebuah peristiwa penting dimana pemerintah negara Mestonia berhak mengatur negaranya secara mandiri tanpa intervensi Dewan Keamanan Dunia.

"Entahlah. Tanganku belum sembuh benar. Untuk pulang ke Finelan jelas tidak mungkin. Aku tidak mau membuat keluargaku disana khawatir." jawab Petra jujur.

Memikirkan kembali tentang dirinya yang hingga saat ini belum memberitahukan bibi Mia soal tangan kirinya membuat Petra menekuk wajah masam. Petra merasa sangat bersalah.

"Bagaimana kalau ikut kami ke pantai? Kerja paruh waktumu sedang cuti kan, Petra?" ajak Hime kemudian. Menyunggingkan sebuah senyum manis untuk merayu Petra. Atau setidaknya membuat Petra mempertimbangkan ajakannya itu.

"Lilibel? Pasir putih?" kata Petra balik bertanya dengan nada penuh penasaran.

Dari sebelah disrtrik kota di Mestonia, ada sebuah distrik yang bernama Lilibel. Kota para orang tua, kebanyakan populasi distrik kota tersebut dihuni oleh para lansia yang ditinggalkan anak-anak mereka di panti jompo. Lilibel juga disebut sebagai kota panti jompo. Namun, di kota Lilibel juga terdapat banyak pantai pasir putih yang sangat indah.

"Benar sekali. Yah...otak seorang murid penerima beasiswa terbaik memang berbeda ya." ucap Hime mengiyakan.

-tbc-