Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 26 - Ch. 26 Benih

Chapter 26 - Ch. 26 Benih

Air matanya masih terus membanjiri kedua pipi Petra walau ia sudah berusaha untuk berhenti menangis. Bermenit-menit lalu Ken sudah tidak ada dalam jangkauan pandangan mata Petra namun dirinya masih saja tidak bisa untuk menenangkan diri.

Tempo hari, saat untuk kesekian lama Petra bertemu kembali dengan Ken, ia berharap bisa menjalin hubungan baik layaknya kawan lama tidak berjumpa. Bahkan Petra berencana akan sering berkunjung ke Taman Nasional Arca Mestonia jika diperlukan.

Tetapi, apa yang terjadi hari ini seolah menghancurkan angan-angan indah Petra dengan begitu telak. Kesempatan untuk bertemu kembali dengan Ken sudah tidak ada lagi. Harapan yang mati-matian Petra jaga kini lenyap menguap sudah.

Kini...Ken sudah benar-benar tidak ada.

Kini, Ken, Pangeran Salju-nya Petra tidak mau bertemu dengan dirinya lagi.

-

Sepanjang perjalanan pulang dari Taman Nasional Arca Mestonia, Petra diam membisu. Bahkan mengabaikan pertanyaan supir yang menanyakan tujuan mereka selanjutnya. Seakan kesadaran Petra masih tertinggal di Taman Nasional Arca Mestonia.

Kesunyian mengiringi jalanan yang diguyur hujan sore hanya semakin menambah kepiluan yang tengah Petra rasakan. Patah hati. Sakit hati yang Petra rasakan karena asa yang mati-matian dijaga kali ini telah hancur. Sekali lagi dihancurkan oleh Ken dengan begitu kejam. Oleh Ken, seseorang yang selama ini sudah Petra anggap seperti kakaknya sendiri.

Bahkan saat Lyon berdiri garang menatap Petra dari samping pintu mobil yang berhenti didepan teras rumah Lisa, gadis itu sama sekali tidak antusias meladeni ocehan Lyon. Suara Lyon yang biasanya dingin nan sadis kini hanya seperti kicauan burung pipit di langit biru bagi telinga Petra.

"Dari mana saja kamu bolos sekolah? Apa kamu pikir supir pribadiku itu suruhanmu yang seenaknya bisa kamu perintah kemana pun kamu mau?" oceh Lyon berkacak pinggang.

Lyon menatap Petra dengan tatapan seperti biasa saat pemuda itu sedang marah. Seperti elang kehilangan mangsa.

"TNAM. Ada barang yang hilang, coba aku cari. Tidak ketemu." lapor Petra sebelum Lyon mencecarnya lebih banyak pertanyaan yang tidak ingin Petra dengar saat ini.

Petra merasa lelah luar dalam.

"Kalau seperti itu, kenapa tidak katakan padaku tadi pagi. Aku juga ada keperluan di Upenina, asal kamu tahu. Jadi pada akhirnya sia-sia aku mempercayakan supir pribadiku untuk mengantarmu ke sekolah tepat waktu. Kalau ini balasannya lebih baik besok kamu berangkat sendiri ke sekolah naik bus." oceh Lyon lagi. Kali ini Lyon memelankan suara, namun nada bicaranya berubah menusuk telinga siapa pun yang mendengar.

"Sepertinya yang kurang sopan santun disini adalah dirimu, bukan aku." tepis Petra, berjalan berlalu meninggalkan Lyon di teras menuju kamar.

Hari ini Petra benar-benar ingin menangis sepuasnya. Namun sangat disayangkan, air matanya telah kering saat di Taman Nasional Arca Mestonia tadi siang.

"Tunggu dulu...apa katamu?" sontak Lyon mengejar Petra masuk kedalam rumah. Namun terlambat, Petra sudah lebih dulu mengunci kamar sebelum Lyon berhasil masuk untuk memaki-maki.

"Gunakan otak jeniusmu." seru Petra dari dalam kamar.

-

Rumah kembali sepi setelah Lyon sia-sia berusaha mencecar Petra karena tidak masuk sekolah. Dan hujan diluar pun seperti enggan berhenti. Hanya menambah kesedihan yang Petra rasakan hari ini.

Denting jam dinding dari ruang tengah rumah Lisa terdengar begitu keras ditengah malam. Petra masih terjaga. Kedua matanya tidak mau menutup untuk istirahat walau hanya sejenak. Mereka seolah sedang melakukan aksi mogok karena Petra hanya tidur-tiduran selepas kepergian Lyon.

...

Efek bergadang semalaman membuat Petra terus menguap sepagian saat sarapan, saat didalam bus perjalanan ke sekolah, saat jam pelajaran pertama dimulai. Kali ini Petra merasa sangat mengantuk yang tidak tertahankan.

"Tidak biasanya seorang Petra mengantuk di sekolah." celetuk Hime, teman kelas yang duduk disamping Petra.

"Benar. Padahal aku cuti kerja dari Kohiti Cafe dan tidak minum kopi seharian kemarin. Namun entah kenapa...atau karena tangan kiriku yang terasa pegal ngilu sejak kemarin." kata Petra menimpali, mencoba membuat alasan yang masuk akal namun masih dalam koridor kenyataan yang terjadi.

"Sebaiknya kamu periksakan ke dokter untuk tangan kirimu itu." ujar Hime menepuk lembut keatas tangan kiri Petra tersebut.

"Iya, jadwalnya nanti sore aku harus ke rumah sakit. Kalau beruntung bebatan ditangan ini bisa dilepas." ucap Petra meringis mencoba melucu.

Namun, wajah Petra yang terlihat jelas sangat mengantuk membuat ekspresi wajah Petra tampak seperti gadis yang sedang menahan sakit karena datang bulan. Beruntung Hime adalah anak yang baik, untuk menghormati Petra ia pun ikut tersenyum sebagai balasan.

Hingga akhirnya Petra tidak kuat lagi menahan kantuk dan pada jam pelajaran kosong karena guru mata pelajaran Kebudayaan Modern berhalangan tidak bisa mengajar ia pun tertidur diatas mejanya. Terlelap kelelahan tanpa ada apapun yang bisa mengganggunya.

"Wah...hebat Petra. Kamu berhasil memecahkan rekor terbaru di SMA Metropol loh. Tidur pulas saat jam pelajaran hingga sekolah selesai." puji Steven menyindir penuh kemenangan melihat wajah Petra yang kebingungan saat menyadari isi kelasnya sudah kosong.

"Kenapa kamu bisa ada disini. Ini bukan kelas tiga kalau kamu melupakannya. Cepat pergi." usir Petra yang hendak meletakkan kepalanya kembali keatas meja, untuk melanjutkan tidur.

"Apa kamu tidak ingin pulang? Ayo aku antar." kata Steven menawarkan diri.

"Apa maumu sebenarnya Stev?" tanya Petra kesal, memalingkan wajah ke arah yang berlawanan.

"Tidak ada. Mungkin hanya ingin menghiburmu karena kehilangan kakak imajinermu itu." bisik Steven setengah tertawa.

"Bukan lelucon, asal kamu tahu saja. Lagi pula aku tidak perlu penghiburan darimu sama sekali." celetuk Petra tidak senang mendengar perasaan yang tadi malam ia coba benahi terpaksa diobrak abrik dengan sengaja oleh Steven.

"Aku serius loh. Apa kamu lihat wajahku yang sedang bercanda? Tidak kan?" ucap Steven membela diri.

"Justru wajah tidak bersalahmu itu yang menandakan kamu sedang mengejekku dengan serius." tukas Petra kesal bukan main. Semakin dilayani ocehan Steven semakin tidak jelas arah ujung pangkal pembicaraan yang dia katakan.

"Hahahahaha, itu yang aku suka darimu Petra. Jujur, apa adanya." imbuh Steven lalu melangkah pergi meninggalkan Petra sendirian dikelas sore itu.

"Terserah kamu saja." desah Petra lirih.

Petra memandang kearah jendela disamping kirinya. Langit sore berwarna orange bercampur birunya langit dengan awan putih hanya mengingatkan Petra akan masa kecilnya.

Terlepas dari itu semua, ada yang tidak Petra sadari adalah sosok pemuda yang sejak tadi memperhatikan dari jauh. Saat Petra masih pulas tertidur dikelas. Saat Steven diam-diam memasuki kelas Petra yang mulai kosong. Saat Petra berbicara dengan Steven. Saat Steven yang enggan pergi meninggalkan Petra, namun segera menyadari kehadiran dirinya sehingga terpaksa melangkah menjauh.

Lyon ada disana, dipojok lorong memperhatikan Petra dengan tatapan dinginnya yang biasa.

-tbc-