Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 22 - Ch. 22 Jatuh

Chapter 22 - Ch. 22 Jatuh

Patung batu berbentuk kuda perang itu bisa bergerak. Bahkan bisa berlari kencang layaknya kuda perang sungguhan. Bukan hanya satu, melainkan satu lusin arca kuda perang berlarian dari ujung lorong menuju ujung selasar. Berlari ketakutan. Seolah mereka sedang dikejar sesuatu.

Dentuman itu terdengar cukup keras. Membuat Ken terkejut. Ken melihat dengan kedua matanya bagaimana arca kuda diujung lorong menjadi hidup disaat yang tidak tepat kemudian berlari kencang kearahnya. Dan bagaimana Petra tiba-tiba melayang ke udara, terlontar cukup jauh dari tempatnya berdiri kemudian menghantam sebuah tiang akibat ulah salah satu kudanya. Petra langsung jatuh terkulai tidak sadarkan diri saat itu juga.

Kejadian itu membuat Ken marah dan frustasi. Ken menatap tajam kepada kuda-kudanya seolah sedang berkata penuh amarah. Detik berikutnya, Ken berbisik sangat pelan. Dia seolah sedang berbicara kepada arca kuda tersebut sesuatu.

Ajaibnya, mereka langsung berhenti ketika Ken menyuruhnya dengan merapalkan sejenis mantra kuno. Ken begitu panik saat mengetahui Petra yang tiba-tiba tergeletak dilantai tidak berdaya, setelah terpelanting cukup jauh akibat senggolan salah satu patung batu kuda perang yang berada dibarisan paling depan. Kemudian mereka kembali berubah menjadi arca-arca yang diam seperti sedia kala.

Lalu Ken berlari kearah Petra. Memastikan kondisi Petra yang tidak sadarkan diri. Terkulai lemas. Pelipis kiri Petra berdarah, seperti akibat benturan keras dengan salah satu tiang selasar tidak jauh dari posisi Petra tergeletak.

"Petra, Petra. Kamu...apa yang kamu rasakan?" bisik Ken ditelinga kanan Petra yang terpejam.

Kemudian Ken memeluk Petra lembut. Membisikkan sesuatu dengan bahasa yang tidak diketahui selain dirinya sendiri. Seperti sebuah nyanyian kuno tanpa irama. Hingga akhirnya Petra dapat membuka matanya perlahan. Sangat pelan.

"Kakak Ken, aku merasa...seperti tulang tangan kiri patah." ucap Petra begitu lirih. Kemudian Petra kembali tidak sadarkan diri.

"Tenanglah, Petra. Akan aku bawa kamu ketempat yang aman." bisik Ken kemudian mengangkat tubuh Petra keluar.

-

Rumah sakit sejak jaman dahulu selalu identik dengan warna putih. Atau setidaknya warna yang mirip putih menghiasi tembok-temboknya. Namun, saat Petra susah payah membuka mata yang ia dapati adalah warna pink pastel. Menandakan jika dirinya berada di rumah sakit bangsal khusus perempuan.

Di Mestonia, disetiap rumah sakit yang ada, terdapat kebijakan untuk memisahkan pasien perempuan dengan laki-laki. Dan itu tercermin dari pemilihan warna cat tembok. Pink pastel untuk pasien perempuan. Biru laut untuk pasien laki-laki. Aturan tersebut wajib dilaksanakan diseluruh rumah sakit yang ada di Mestonia tanpa terkecuali.

Ada sebuah buket bunga lily putih tergeletak diatas meja samping tempat tidur Petra. Itu adalah pemberian Ken.

Ken yang mengantarnya ke rumah sakit. Dan hanya Ken pula yang tidak ada lagi saat Petra sadarkan diri.

"Hai. Sudah merasa lebih baik?" tanya sebuah suara yang berasal dari depan pintu. Steven. Tersenyum sedih dengan membawa sekotak buah jeruk.

"Iya. Lebih baik." jawab Petra lirih. Sedikit kecewa karena tidak menemukan keberadaan Ken disekitarnya. Petra masih mempunyai beberapa pertanyaan yang belum sempat ia katakan.

"Syukurlah. Aku sangat panik saat mendengar kabar tentangmu yang jatuh dari lantai dua gedung musik." ucap Steven. Dia sudah duduk saja di samping tempat tidur.

"Jatuh dari gedung musik...apa maksudnya?" ujar Petra binggung. Tidak serta merta percaya dengan yang Steven katakan. Karena seingat Petra ia tidak sadarkan diri karena diserang arca atau semacamnya dan dia sedang bersama Ken.

"Betul." jawab Steven mantap.

"Lalu tangan kiriku yang terluka? Apakah patah?" tanya Petra mencoba meyakinkan diri sendiri kalau apa yang ia alami bukan sebuah halusinasi semata.

"Iya benar. Ada apa denganmu Petra? Apa atau siapa yang menyebabkan dirimu sampai terjatuh seperti ini?" tanya Steven, menelengkan kepala kearah kiri seolah sedang mencari tahu apa yang Petra katakan benar keluar dari kesadaran penuh Petra atau karena efek obat bius yang masih tersisa.

"Tadi aku bersama Ken. Lalu...siapa sebenarnya Ken? Dimana dia sekarang? Jawab aku Stev!" teriak Petra frustasi.

Apa dirinya sudah gila? Kenapa Petra harus diperlakukan tidak adil oleh Ken seperti ini? Lagi dan lagi. Setidaknya, atau Petra berharap Ken menulis pada secarik kertas kata-kata perpisahan atau semacamnya. Sebagai bukti bahwa ingatan dirinya tentang Ken itu nyata. Bukan sekedar omong kosong gadis gila.

Melihat Petra yang histeris dan berteriak seperti itu membuat Steven terdiam. Lebih karena terkejut. Steven tidak menduga pertanyaan itu yang Petra ucapkan kepadanya, disaat baru saja Petra sadarkan diri. Disaat yang mungkin saja efek obat bius akibat operasi tangan kirinya masih tertinggal dan membuat pikiran Petra kacau.

"Tenangkan dirimu Petra." hibur Steven menepuk pada gips yang terpasang ditangan kiri Petra. Mencoba mengisyaratkan kepada gadis itu kalau dirinya masih dalam keadaan sakit. Ada tangan dari bagian tubuhnya yang terluka dan membutuhkan istirahat.

"Tolong Stev. Katakan siapa Ken sebenarnya? Jangan katakan kalau selama ini aku sedang bermimpi." deru Petra tidak sabar.

Steven menarik napas panjang. Menegakkan punggung dan menyesuaikan posisi duduknya sebelum kembali menjawab rentetan pertanyaan Petra.

"Tenang Petra. Siapkan dirimu. Dan percaya padaku, oke?" lanjut Steven.

"Oke." jawab Petra mulai tidak sabar lebih lama.

"Ken...adalah...sebenarnya, bisa dibilang sebagai mahluk spiritual yang menjaga Upenina. Ken berdiam diri di Taman Nasional Arca Mestonia dan dia tidak bisa lagi keluar dari taman tersebut. Setidaknya setelah usia Ken mencapai tujuh belas tahun, dimana tugas utama yang harus dia pikul mulai membebaninya. Jadi itulah alasan dia tidak bisa datang lagi ke Finelan. Masa-masa Ken untuk bermain-main sudah selesai." jelas Steven.

"Apa maksudmu Ken itu bukan manusia?" sanggah Petra bingung.

"Bisa dibilang Ken itu manusia tapi bukan manusia. Setelah mencapai usia 17 tahun, Ken hanya bisa hidup di Taman Nasional Arca Mestonia untuk menjaga para arca itu tetap diam ditempatnya berada saat ini." imbuh Steven.

"Iya aku melihat arca kuda itu hidup dan yang membuatku seperti ini Stev. Atau mereka sebenarnya kuda hantu?" ucap Petra, berusaha mencerna maksud dari perkataan Steven.

"Yang kamu lihat itu memang arca kuda sungguhan. Hanya saja, saat waktu tertentu mereka akan hidup. Lebih tepat ada sejenis akuma dalam kepercayaan orang Jepang merasuki benda tersebut." terang Steven lagi.

"Akuma, apa itu?" tanya Petra semakin tidak mengerti.

"Akuma bisa diartikan sebagai iblis namun tidak jahat sama sekali. Kalau dalam catatan keluargaku mereka disebut roh halus." jawab Steven, memelankan suara.

"Ken ada di dunia klenik? Lalu apa hubungannya dengan keluargamu?" selidik Petra.

"Iya, jika itu yang menjadi pemahamanmu. Tidak, karena Ken hanya salah satu penjaga sekaligus mediator sejak lahirnya Mestonia. Dan keluarga Hartson merupakan ahli sejarah baik itu yang nyata maupun tidak kasat mata." ucap Steven.

-tbc-