Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 20 - Ch. 20 Arca

Chapter 20 - Ch. 20 Arca

Perjalanan lokakarya ke Upenina yang direncanakan pekan kemarin terpaksa diundur menjadi hari ini. Senin yang sibuk untuk seluruh murid kelas satu SMA Metropol. Apalagi untuk Petra, sebagai anggota organisasi intra sekolah yang ikut andil dalam perjalanan lokakarya ia lebih sibuk dari murid lain di kelasnya.

Lokakarya tersebut merupakan salah satu tugas wajib dalam mata pelajaran Sejarah Dunia Baru. Kota Upenina juga disebut sebagai kota sejarah bagi Mestonia. Selain dikenal dengan nama distrik perbukitan baik berupa bukit asli maupun bukit buatan, Upenina juga dikenal sebagai kota arca. Sejarah awal, asal muasal Mestonia ada di kota tersebut.

Dalam lokakarya kali ini, bukan hanya kelas Sosial yang wajib ikut tetapi juga dengan kelas Sains. Tanpa terkecuali. Dan tidak boleh ada yang absen. Dengan tujuan supaya terciptanya rasa cinta tanah air dan jiwa patriotisme terhadap Negara Kedaulatan Mestonia bagi para murid kelas satu SMA Metropol.

Adapun sejarah Mestonia sendiri bermula dari sebuah pemahaman akibat perang dunia kelima yang dirasakan oleh para anggota Dewan Perdamaian Dunia sangat tidak baik demi kestabilan planet bumi itu sendiri. Untuk kemudian sekretaris Dewan Perdamaian Dunia berinisiatif mendirikan sebuah negara percontohan yang selanjutnya disebut negara persemakmuran dunia.

Hingga proses panjang yang berbelit dan memakan waktu cukup lama, lebih dari lima tahun terbentuklah sebuah negara persemakmuran baru disalah satu pulau mandiri tak bernama di Samudera Pasifik. Tanggal 5 November diperingati sebagai hari kelahiran Negara Kedaulatan Mestonia.

Seratus lima puluh murid kelas satu berangkat menuju kota Upenina dalam empat bus. Perjalanannya sendiri memakan waktu dua jam lebih. Sebagian besar rute yang ditempuh ialah melewati pusat kota Dustena, distrik industri Mestonia. Distrik tetangga dari Metropol.

Kali ini Petra merasa sangat beruntung karena ia tidak akan bertemu dengan Steven atau pun Lyon. Hari ini Petra bebas bersama teman satu kelas. Hari yang sangat diharapkan Petra selalu ada selamanya. Hari tanpa ada gangguan. Hari hanya untuk dirinya belajar dan bersosialisasi dengan murid sekolah yang sewajarnya. Karena bagi Petra, dua makhluk tersebut bukan berasal dari dimensi dimana Petra hidup.

"Sepertinya kamu sangat senang tidak bertemu denganku, hari ini?" kata Lyon dari seberang telepon.

"Bukankah kamu sudah tahu jawabannya, kenapa masih repot bertanya...setidaknya aku bisa belajar dengan tenang hari ini." dengus Petra tidak senang.

Sebelum naik bus Petra merasa sangat bahagia sebab semua pengganggu tidak ada dalam bus yang sama dengan dirinya. Namun, kegembiraan Petra mendadak sirna ketika tahu siapa orang yang menelepon. Petra mengangkatnya setelah tujuh belas panggilan tidak terjawab.

"Oke. Kali ini aku maafkan. Aku hanya ingin memastikan ponsel barumu berfungsi dengan baik." ucap Lyon kemudian menutup panggilan telepon tanpa menunggu jawaban Petra.

"Dasar. Terlalu percaya diri." gerutu Petra, memasukkan ponsel kedalam ransel dalam-dalam. Petra bersumpah kalau dia tidak akan memakai ponsel itu hari ini.

Senyum cerah yang tadi menghiasi wajah Petra perlahan memudar akibat panggilan telepon tidak bermutu Lyon. Petra merasa tidak enak seperti menerima pertanda buruk. Seperti...saat di Upenina bahwa pemuda tidak tahu diri tersebut tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Seperti kejadian yang sudah-sudah.

"Sepertinya kamu sangat bahagia, Petra?" tanya teman duduknya. Hime, gadis keturunan campuran Jepang – Jamaika.

"Ah, bukan begitu. Dia itu...memang seperti itu." jawab Petra, tidak bisa meneruskan ucapannya karena ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada orang lain.

"Lalu bagaimana ceritanya kamu bisa menaklukan Lyon, playboy nomor satu SMA kita?" tanya teman duduknya lagi penasaran.

Mendengar pertanyaan seperti itu tentu saja membuat Petra binggung sendiri. Bahwa tentang kabar dia dengan Lyon telah berpacaran langsung tersebar seantero sekolah dari mulut ke mulut hanya dalam waktu singkat. Bukan tidak pernah Petra mendapat ancaman atau sindiran dari gadis lain yang cemburu atau marah kepadanya, hanya saja Petra tidak pernah menanggapi dengan serius. Kali ini, didepan teman kelasnya, Petra jadi tidak berdaya.

Namun, kali ini berbeda. Petra disodorkan pertanyaan yang sebenarnya sangat biasa itu oleh teman kelas sendiri. Ditanya secara pribadi seperti itu membuat Petra hanya bisa diam. Hanya untuk mengucapkan kata-kata bohong terlalu berat.

Dalam hati Petra berujar kalau saja mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi tentang hubungan yang tidak lebih dari tuan dan budak. Iya, sekarang Petra merasa seperti budaknya Lyon. Budak pesuruh yang mengharuskan dirinya serba bisa.

"Rumit ceritanya." jawab Petra singkat, menyunggingkan seulas senyum kepada teman disampingnya. Berharap tidak ada pertanyaan aneh yang lebih serius dari itu.

Tiba-tiba Petra merasa sangat lelah jika itu berhubungan dengan Lyon.

"Syukurlah kalau begitu. Setidaknya dia takluk oleh gadis yang tepat sepertimu, Petra. Sekarang Lyon seperti lebih terlihat bersinar dari yang dulu. Apa ya namanya...oh iya, seperti malaikat yang telah menemukan jati dirinya." kelakar teman duduk Petra tertawa riang, hingga membuat kedua matanya tidak kelihatan. Hime Jiodo.

"Perumpamaanmu itu ada-ada saja." timpal Petra ikut tertawa riang.

Baru kali ini Petra mendengar secara langsung pendapat orang lain mengenai kedekatan dirinya dengan Lyon, tuan muda pembuat masalah dalam hidup Petra.

Tidak terasa perjalanan menuju Upenina berakhir di sebuah taman observasi relikui yang dikelola pemerintah kota setempat. Taman Nasional Arca Mestonia, dan biasa disebut sebagai TNAM.

Sebuah taman terbuka dengan luas sekitar 1000 meter persegi, dipenuhi dengan berbagai jenis dan ukuran arca dari batu yang berasal bukan dari Mestonia. Relikui import dari berbagai negara di dunia yang memiliki arti sendiri-sendiri.

Arca – arca tersebut tersebar di seluruh wilayah taman. Tidak kurang dari 300 arca berbagai bentuk dan ukuran dengan tema tertentu disetiap kelompok.

Saat memasuki wilayah kelompok arca mistis, Petra melihat pada sebuah literatur disamping salah satu arca siluet manusia dengan api dan udara. Namun, sayangnya literatur tersebut ditulis dengan bahasa asing yang Petra sendiri tidak tahu itu bahasa apa. Seperti tulisan Mesir kuno namun berbeda dalam lengkungan huruf.

"Ini adalah bahasa sansikarta yang artinya kurang lebih adalah seperti ini, berhati-hatilah dengan hatimu karena hati itu bisa seperti api dengan udara yang suatu hari akan menecelakaimu jika tidak dikendalikan dengan bijak." jelas penjaga taman kepada rombongan Petra.

"Apa semua arca berisi nasihat seperti ini, paman?" tanya Petra penasaran. Ia tidak puas mendengar hanya satu kisah.

"Tentu tidak, nona. Arca-arca ini adalah nilai-nilai yang dimiliki Mestonia dari awal pembentukan hingga saat ini masih relevan." jelas penjaga taman.

"Begitu rupanya," ujar Petra mengerti.

Ada begitu banyak bentuk arca yang membuat takjub Petra, hingga tanpa dia sadari terpisah dari rombongan. Saat Petra menyadari hal itu, Petra mendapati dirinya berasa disebuah ruang sirkulasi aneh.

"Petra, kamu kah itu?" tanya sebuah suara dari ujung ruang sirkulasi.

Mendengar namanya disebut Petra berusaha mencari asal suara. Alangkah terkejut Petra saat mengetahui siapa pemuda itu.

Ken.

-tbc-