Akira tengah berdiri diatas potongan pohon, kakinya diangkat ke atas melewati kepalanya. Ia tengah dihukum oleh bapaknya lantaran ketahuan menggunakan ilmu bela diri yang dimilikinya untuk melawan segerombolan anak yang tidak menguasai bela diri.
Ia di hukum dari ba'da magrib hingga sekarang. Bapaknya tetap mengawasinya malah Rahman memindahkan meja dan kursi ke luar agar dapat mengawasi putranya itu.
Pekerjaannya yang belum selesai ia kerjakan disana. Tidak ada belas kasihan untuk Akira. Jika ia terjatuh dari kayu, sudah di pastikan ayahnya akan menambah hukuman untuknya.
"Pak, sudahlah. Jangan terlalu keras pada Saep dia masih anak-anak". Ucap Minah tidak tega melihat Akira yang sudah kelelahan. Kaki anak itu sudah gemetaran. Keringatnya, jangan ditanya lagi, sudah membasahi bajunya sadari tadi.
"Biar anak ini paham kalau orang yang menguasai bela diri tidak boleh sembarangan menggunakan kekuatannya". Ucap Rahman kekeh.
"Tapi Saep masih anak-anak. Lebih baik memintanya untuk meminta maaf pada anak-anak itu dari pada menghukumnya seperti ini. besok dia akan ke sekolah". Ucap Minah melobi suaminya.
Rahman terus saja mengetik, ia tidak peduli dengan ucapan Minah. Kesal hanya di diamkan minah menutup keras laptop yang sadari tadi di pelototi suaminya itu.
Rahman menoleh kea rah Minah dengan tatapan tidak bersahabat.
"Apa". Tantang Minah. Ia sudah terlampau kesal dengan sikap suaminya yang keras kepala.
"Kau menantangku?". Ucap Rahman tidak terima Minah meninggikan suara terhadapnya.
"Iya". Ucap Minah berkacak pinggang.
Mereka kemudian berjalan ke sisi yang lebih luas. Baku hantam diantara keduanya tidak terelakan lagi. Mereka saling menyerang satu sama lain. Sementara Akira yang melihatnya, ia bingung dengan sikap kedua orang tuanya. Ia merasa mereka kekanak kanakan.
Sudah cukup lama mereka saling baku hantam. Minah tidak mungkin bisa menang dari suaminya, apalagi melihat keadaan Rahman yang marah. Sebuah ide licik muncul dari kepalanya. Minah berpura-pura kehilangan keseimbangan membuat Rahman memegang pinggangnya agar tidak jatuh.
Melihat rencananya berhasil, Minah segera menarik tengkuk leher suaminya mendaratkan sebuah ciuman.
Sayangnya Rahman menyadari ide licik istrinya hanya terdiam, ia tidak membalas ciuman Minah. Tidak kehabisan akal, Minah menggigit bibir bawah Rahman dengan keras, hingga membuatnya membuka mulutnya. Minah langsug mengakses masuk ke dalam mulut Rahman, ia membelit lidah suaminya menari diatas langit-langit mulutnya.
Rahman kalah, ia membalas ciuman istrinya. Bagaimana ia bisa menolak jika diperlakuakn seperti itu.
Disaat seperti itu apakah mereka melupakan keberadaan seorang anak kecil yang tengah dihukum. Dasar orang tua tak berprasaan. Mata Akira ternodai. Tuhan tolonglah anak kecil ini.
Kembali ke para orang dewasa.
Mengetahui suaminya telah terbuai, Minah mendorong tubuh Rahman mengakhiri ciumannya.
"Kamu curang". Ucap Rahman.
"Yey, aku menang. Saep cepat turun nak, bapakmu sudah kalah". Ucap Minah kegirangan. Ia membantu Saep untuk turun.
Dibimbingnya Saep masuk ke dalam rumah. Lalu mengurut kakinya yang terasa mati rasa. Sambil mengurut kaki Saep ia terus menggurutu menyalahkan suaminya yang begitu keras kepala.
Melihat istri cantiknya sedang mengurut Akira, Rahman menghampi mereka. Ia berbisik ditelinga Minah. "Kamu telah membangunkan juniorku. Akan ku buat kau tidak bisa tidur sampai pagi".
Mendengar perkataan seperti itu Minah memukul kepala suaminya. Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini ia berbicara seperti itu.
"Itu hukuman untukmu karena telah membantu Saep". Ia kemudian pergi ke dapur membuat kopi.