Chereads / Black Death Operator / Chapter 5 - Chapter V: Yang Tak Terduga

Chapter 5 - Chapter V: Yang Tak Terduga

"Hemlock dari Frauwt?"tanya seorang peneliti. Hemlock mengangkat tangannya, "Saya," Peneliti itu memandangnya, lalu berbalik, "Ikuti aku,"

Luar biasa, tempat ini seratus tidak seribu kali lebih baik daripada Frauwt. Tembok yang kokoh, fasilitas yang lengkap, Brug tidak bercanda rupanya ketika ia menceritakan ini padaku dulu.

"Silahkan masuk,"kata sang peneliti setelah membukakan pintu. "Kau akan berbagi meja dengan Pitohui dari Widzt." Seorang lelaki berkulit gelap, bermata kuning dengan rambut ikal pendek kehitaman melambai kepadanya. Bagus, seorang dengan aura jingga seperti Brug, aura yang menyebalkan.

"Salam kenal, namaku Pitohui!"ujarnya sembari mengulurkan tangan. "Hemlock, salam kenal."balasnya singkat. "Kalau aku tak salah dengar, kau dari Frauwt?"tanyanya lagi. "Benar,"jawab Hemlock singkat. Pitohui memandangnya dengan mata berkilau, "Aku selalu ingin ke sana! Frauwt penuh dengan hal-hal baru! Tak seperti Widzt."ujarnya.

Widzt, huh?pikir Hemlock. Salah satu dari lima kota besar Eleanor. Penghasil utama berlian, emas dan batu bara. Dan juga, pusat pengembangan infanteri Eleanor. Namun, hal itu tidak diketahui orang banyak. Bila dibandingkan dengan Widzt, Frauwt seumpama kandang ayam.

"Sebentar lagi, ujian akan dimulai, bagi para peserta, silahkan mengambil bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan. Para pengawas akan memasang bilik-bilik untuk menghindari kecurangan."

Hemlock, Pitohui dan dua orang peneliti lainnya berjalan menuju rak-rak penyimpanan. "Apa yang akan kau buat, Hemlock?"tanya Pitohui. "Sebuah lelucon,"jawabnya sembari tersenyum. Pitohui melihat bawaannya, "Ammonia?" Hemlock tersenyum, mengangguk, dan berjalan menuju meja kerjanya.

"Baiklah, ujian dimulai!"

Hemlock mulai melepaskan bagian merah korek api dan memasukkannya ke dalam sebuah wadah. Ia memasukkan beberapa sendok ammonia dan sejumput bubuk Emit, bubuk yang digunakan untuk mempercepat waktu. Menutup wadahnya dan selesai.

"Aku selesai,"katanya sembari mengangkat tangannya. "Letakkan hasil kerjamu di meja, kau diperbolehkan keluar ruangan."kata peneliti yang bertindak sebagai juri. "Baik,"ujarnya sembari berjalan keluar. "Wow, cepat sekali! Apa yang kau buat?" Hemlock tersenyum, "Sudah kubilang, sebuah lelucon." Ia berbalik, melangkah keluar ruangan setelah mengucapkan terimakasih pada pengawas.

"Baiklah, waktu habis," Pitohui dan dua orang peneliti mengangkat tangannya. "Kalian diperbolehkan keluar,"kata sang peneliti pengawas. Ketiganya berjalan keluar ruangan. Pitohui menunduk, mengucapkan terimakasih pada sang pengawas.

"Baiklah, ujian yang tadi adalah ujian terakhir."ujar sang pengawas begitu laboratorium kosong. "Junior!" Seseorang yang berjaga di depan pintu memasuki ruangan. "Hadir!"ujarnya dengan semangat. "Bawa semua hasil itu, letakkan dalam wadah khusus yang sudah disediakan."

"Baik!"jawabnya. "Kau sangat bersemangat, ya."kata sang pengawas. "Ahahaha! Tentu saja, senior! Karna aku memegang tugas yang penting, bukan?"katanya sembari tersenyum. "Benar, baiklah aku duluan."ujar sang pengawas sembari berjalan ke luar ruangan. "Benar, pergilah dulu selagi aku menyelesaikan pekerjaanku disini,"

"Hemlock! Hei Hemlock!" Hemlock memandang sekelilingnya, mencari sumber suara. Pitohui, dia lagi? Menyebalkan. "Hei, aku penasaran! Apa yang kau buat tadi?"tanyanya. "Sudah kubilang kan? Sebuah lelucon."kata Hemlock sembari memakan rotinya. "Kau tidak mau mengatakannya, ya?"tanyanya dengan nada sedih. "Tentu saja, jika aku mengatakannya dan peneliti lain mendengarnya, aku akan dianggap melanggar peraturan."jawabnya dengan santai. "Benar juga,"kata Pitohui menimpali.

"Sudah, makan saja makananmu dan tunggu saja hasilnya." Pitohui memandangnya, "Kau yakin kau menang?" Hemlock tersenyum, "Sebaliknya, tidak." Pitohui kembali memandangnya dengan wajah kebingungan. "Kau tak ingin menang?" Hemlock menggeleng dengan santai. "Kenapa?"tanyanya lagi.

"Kenapa?" Hemlock meletakkan sendok dan garpunya. "Kau tanya kenapa?" Pitohui mengangguk dengan tatapan bingung. "Kau pikir berapa banyak orang yang akan mati karena kita? Perang biologis, ha! Konyol! Perang ini hanyalah kebodohan! Perang ini hanyalah lelucon yang akan mengambil nyawa ribuan orang yang tak bersalah!"

"Dan mereka menjanjikan kita harta? Harta sebanyak apapun tak bisa menggantikan nyawa! Meskipun kau mendapatkan segalanya, rasa bersalah akan menggerogotimu dari dalam! Membuatmu terjaga dan waspada setiap malam!"

Hemlock memandang sekitarnya, menyadari dirinya menjadi pusat perhatian. "Sudahlah, aku akan makan di tempat lain,"ujarnya sembari membawa nampannya. "Hemlock,"ujar Pitohui dengan setengah berbisik. "Kau tak tahu apa yang akan terjadi kalau kita gagal?" Hemlock mengangguk. "Kedamaian abadi, tentunya."katanya sembari terus berjalan. Ia tak menyadari wajah beberapa orang yang berubah ketika mendengar pertanyaan Pitohui. Suasana di ruang makan berubah menjadi diam, tak seorang pun yang mengangkat sendok dan garpunya untuk mulai makan. Pitohui menyadari kesalahannya, ia mengangkat nampannya dan pergi ke arah yang lain.

"Pengumuman pemenang, jam 4 sore. Masih ada 3 jam lagi." Apa yang harus ku lakukan? Mata Hemlock menangkap papan penunjuk arah. "Bazaar? Menarik,"ujarnya sembari berjalan ke arah yang ditunjukkan.

"Mari! Mari! Silahkan dibeli! Semua produk unggulan Frauwt ada di sini!" Hemlock berjalan mendekat, melihat barang-barang yang ada di atas meja. "Anda menemukan sesuatu yang menarik, tuan muda?"tanya sang penjual. Ini, ujar Hemlock dalam hati.

"Berapa hargamu untuk ini?"katanya sembari menunjuk sebuah tanaman di atas meja. "Wisteria Cinnamon? 10.000 naele,"kata sang penjual. "Kau punya bibitnya?"tanya Hemlock lagi. "Aku punya 20 kantong seharga 1000 naele."jawabnya. "Aku beli semuanya,"ujar Hemlock.

Wisteria Cinnamon, tanaman obat yang terkenal mahal. Perawatannya yang sulit membuat harganya naik. Aku tak pernah berhenti menanamnya sejak ayah pertama kali mengajarkanku cara menanamnya waktu kecil. "Terimakasih,"ujar Hemlock sembari mengambil kantung benih dari tangan sang penjual. "Sama-sama, Hemlock"

Hemlock tersentak, matanya memandang wajah sang penjual yang bertudung. "Kuharap kau tidak mengecewakanku dan ayahmu,"ujarnya sembari menatap tajam Hemlock. Hemlock melangkah mundur. Brug! Sedang apa dia di sini? Hemlock berlari dan terus berlari. Pikirannya kacau. Ia berlari tanpa memikirkan arah dan tujuan hingga...

BRUK! "Aw!" Hemlock membuka matanya dan mendapati bahwa ia telah menabrak Pitohui. "Kemana saja kau? Semua peserta sudah berkumpul di lapangan utama!"kata Pitohui. "Apa? Tapi, pengumuman pemenang seharusnya 3 jam lagi!"ujarnya. "Mereka sudah menentukan pemenangnya. Yang Mulia turun tangan dalam pemilihan ini."ujar Pitohui. "Lalu, siapa pemenangnya?" Pitohui menatapnya dengan ragu-ragu.

"Kau,"