Tidak, perempuan ini bukan ibu. Apa yang baru saja kukatakan?ujar Hemlock dalam hati. Ibu sedang di penjara. Dan aku? Apa yang ku lakukan? Mengapa aku kabur? Bukankah kemarahan raja akan semakin besar jika ia tahu aku menghilang? Bagaimana jika ibu dibunuh karena aku sudah tak berguna lagi baginya? Atau jangan-jangan ia menahan ibu sebagai jaminan dan berharap aku kembali padanya?
"Maaf? Apa Anda baik-baik saja?"ujar Opal dengan khawatir. Hemlock tersadar dari lamunannya. Ia melihat Opal yang tengah memandangnya dengan penuh perhatian. "Ya, em, kau hanya mengingatkanku dengan seseorang."ujar Hemlock. "Rindu dengan keluarga Anda?"tanya Opal lagi. "Ehm, hm."ujar Hemlock sembari mengangguk.
"Tak apa, itu wajar,"ujarnya dengan tersenyum. "Semua yang ada di sini juga merasakan hal yang sama."ujar Opal lagi. "Maksud Anda?"tanya Hemlock. "Kau tak pernah mendengar tentang Kelompok Gagak Putih sebelumnya?" Hemlock menggeleng. "Kami, yang ada di sini, adalah orang-orang yang kehilangan keluarga kami akibat kerajaan."ujar Opal. "Suami, ayah, anak, dan bahkan kakek kami diambil secara paksa untuk dijadikan peneliti Manchineel."
"Kerajaan menjanjikan mereka akan pulang sebulan sekali, namun janji itu hanya omong kosong belaka." Tangan Opal mengepal erat namun ia tetap tersenyum. "Pada akhirnya, mereka tak pernah kembali pada kami."ujarnya dengan suara bergetar.
"Aku turut menyesal,"ujar Hemlock. "Tidak apa, itu sudah terjadi."ujar Opal. Ia mengarahkan tangannya ke atas kepala Hemlock, seolah ingin mengusapnya...
Tok! Tok! Tok! Kret. Opal menarik tangannya. Pintu terbuka dan Calla berdiri dengan pakaian hitamnya. "Nyonya Opal, tolong berikan dia pakaian untuk menyusup dan kau, temui aku sepuluh menit lagi, kita akan pergi ke suatu tempat."ujar Calla. "Kemana?"tanya Hemlock. "Kau akan tahu nanti,"ujar Calla tanpa menengok sedikitpun. "Aku tidak akan pergi sebelum kau memberitahuku kemana kita akan pergi."ujar Hemlock dengan tegas. Calla berjalan ke arah Hemlock dengan cepat, menarik kerah bajunya dan berbisik, "Jika kau ingin ayahmu hidup, ikuti aku dan tutup mulutmu."
Hemlock terdiam. Ia marah terhadap ayahnya. Ia ingin membencinya, namun tak bisa. Sebesar apapun kesalahannya, ia tetap ayahnya, ia tahu itu. Tapi, ia tidak mau bertemu dengan ayahnya. Setidaknya, tidak saat ini.
"Aku tak peduli,"ujar Hemlock. "Dia tak berarti bagiku."ujarnya lagi. "Kau yakin?"tanya Calla. Hemlock menatapnya dengan ragu. "Kau tak ingin melihat semua ini dari sisi ayahmu? Mengapa ia melakukan semua ini padamu?"tanyanya lagi.
"Kau tak ingin mengetahui mengapa ayahmu membiarkanmu terkunci di dalam sana? Meski ia tahu jutaan orang akan tersiksa? Dan kau akan menderita karena perasaan bersalah yang teramat besar?"
"Jangan mengambil keputusan yang akan kau sesali, Hemlock."ujar Calla dengan tegas. Hemlock tetap diam, tak bergerak. "Aku akan menunggu di depan pintu penginapan,"ujar Calla sembari berbalik dan pergi.
Opal menepuk pelan pundak Hemlock. "Panglima Oleander adalah orang yang baik. Ia takkan melakukan sesuatu tanpa alasan."ujar Opal dengan lembut. "Aku tak tahu apa yang telah terjadi, tapi tak ada kata terlambat untuk sebuah penjelasan."ujarnya lagi.
Ayah, aku bahkan tak tahu lagi siapa dia. Ia tak bergerak sedikitpun saat melihatku dibawa pergi. Ia tak peduli sedikitpun saat melihat ibu dicambuk di depan matanya sendiri. Bahkan, ia tak melakukan apapun saat melihatku dibawa ke dalam 'ruangan' itu.
Benar, aku tak punya alasan apapun untuk menyelamatkannya. Tidak sedikitpun. Jadi, untuk apa aku pergi?
Jangan mengambil keputusan yang akan kau sesali, Hemlock. Kata-kata Calla terdengar dalam benaknya. Ia takkan melakukan sesuatu tanpa alasan. Diam! Kenyataannya dia melakukan semua ini padaku!
Plak! Opal memukul kedua pipi Hemlock dengan keras. "Aww, apa yang Anda," Opal menatapnya lekat-lekat, "Dengar, apa yang Nona Calla lakukan, bukan semata-mata hanya untuk menyelamatkan ayahmu. Kau harus pergi dan melihat semuanya dengan mata kepalamu sendiri."
"Apa maksud," Bruk. Opal melemparkan satu set pakaian padanya. "Sekarang, pakai ini dan temui Nona Calla, segera, sebelum semuanya terlambat."ujar Opal sembari menarik tangan Hemlock. Opal membawa Hemlock melewati kerumunan demi kerumunan yang mengantar kepergian Calla dengan cepat.
"Memutuskan untuk pergi, huh? Baiklah, kita berangkat."ujar Calla sembari memasuki kereta kuda. Hemlock mengikutinya dan mereka pun berangkat di tengah kegelapan malam.
"Hentikan kereta!"ujar Calla. "Kita akan melanjutkan dengan berjalan kaki."ujar Calla sembari menuruni kereta. "Maaf, apa?"tanya Hemlock tak mengerti. "Kau mendengarku dengan jelas, kita akan melanjutkan dengan berjalan kaki."ujarnya lagi. "Tapi, itu akan memakan waktu yang lama!"ujar Hemlock lagi. "Jadi, kau ternyata peduli dengan ayahmu."ujar Calla sembari tersenyum kecil. "Ti...tidak!"
Hemlock dan Calla berlari di tengah kegelapan malam. Terang bulan membantu mereka dalam perjalanan. "Sebenarnya, apa yang akan kita lakukan?"teriak Hemlock. "Ssh! Sebentar lagi, dia lewat!"jawab Calla sembari menutup mulut Hemlock.
Klotak! Klotak! Klotak! Sebuah wagon datang dari kejauhan. "Itu dia,"ujar Calla. Wagon tersebut menepi di dekat sebuah pohon. Calla mengendap-ngendap, memasukkan alas kakinya ke dalam tasnya dan memasuki wagon tersebut. "Cepat naik!"bisik Calla. Hemlock melepas alas kakinya, memasukkannya ke dalam tasnya dan memasuki wagon.
Duk! "Apa ini?"tanya Hemlock sembari memandang sekitarnya. "Reruntuhan kerajaan Magnus. Kereta kuda ini selalu lewat dua hari sekali semenjak kau ditahan di istana."
"Apa itu," Calla menutup mulut Hemlock. "Tanyakan yang kau ingin tanyakan nanti, sekarang, mendekat kemari."ujar Calla. "Hah?"tanya Hemlock tak mengerti. Srak. Srak. "Cepat!"ujar Calla sembari menarik tangan Hemlock. Ia mengambil selembar kain dengan corak aneh untuk menutupi mereka berdua.
"Kau yakin kita tidak akan ketahuan?"tanya Hemlock. "Kereta ini tak pernah diperiksa penjaga."ujar Calla. "Jadi, ini cara yang kau lakukan saat menculikku?"tanya Hemlock lagi. "Tentu saja!"ujar Calla sembari tersenyum.
"Kereta dari Magnus? Silahkan lewat."ujar seorang penjaga. "Saatnya kita pergi,"ujar Calla. Hemlock mengangguk. Ia mengikuti Calla menyelinap, melewati para penjaga, hingga melewati ruangan tempat Hemlock dikurung, hingga langkah mereka terhenti oleh tembok.
"Jalan buntu?"tanya Hemlock. "Tidak, jalan rahasia."ujar Calla sembari menekan sebuah bata. Pintu terbuka dan mereka masuk. Calla memastikan keadaan sekitar sebelum akhirnya menutup pintu kembali.
Trak! Trak! Trak! Bwoosh! Semua obor menyala satu demi satu, menerangi jalan mereka. "Mekanisme yang hebat!"ujar Hemlock dengan kagum.
Tap. Tap. Tap. Calla menarik Hemlock dan bersembunyi di balik sebuah tiang. "Anda yakin, Yang Mulia?"ujar seseorang. "Ada baiknya menjadikan Oleander sebagai jaminan agar Hemlock kembali pada Anda."ujar seseorang itu lagi. "Ditambah lagi, proses yang sebelumnya juga belum selesai, masih banyak peneliti yang tersedia."
"Diam dan lakukan perintahku. Atau kau yang besok kutemui dalam barisan itu," Suara ini, suara raja sial itu! "Baik, Yang Mulia." Tap. Tap. Tap. Langkah kaki mereka terdengar menjauh.
"Fyuh." Hemlock dan Calla sama sama menarik napas lega. "Tetap diam dan ikuti aku."bisik Calla. Hemlock mengikutinya hingga cahaya yang lebih terang lagi terlihat.
"Apa... ini?"