Baju bernuansa putih dengan lengan panjang sudah melekat di tubuhku. Polesan yang ku berikan tak menghilangkan mata panda namun sedikit memudar. Rambut ku biarkan terurai.

Tunggu, untuk apa semua ini? Aku berpakaian rapi tapi ingin kemana? Inho bahkan tak memanggil ku untuk sarapan bersama. Hah! Aku sungguh tak berharap sarapan bersama dengannya bahkan kalau diminta pun aku pasti menolak.
Berpakaian rapi untuk melarikan diri. Tepat sekali.
Aku menjelajah kamar yang ku tempati. Tak ada tempat untuk melarikan diri. Kecuali... Balkonnya. Ada dinding kecil yang menempel di tembok rumah ini dari luar. Jika berjalan terus dengan mengandalkan dinding itu, aku bisa sampai pada balkon kamar sebelah yang tak jauh dari balkon kamarku.
Tapi sepertinya itu ide yang buruk. Aku berada di lantai 2 rumah ini dan kalau aku terjatuh, tulang ku bisa remuk ditambah tanpa pengaman apapun, sungguh beresiko.
Tapi aku ingin pergi dari sini. Aku tak tahu hal buruk apalagi yang akan menimpaku selanjutnya.
Berpikirlah, aku sering melihat orang membuat tali menggunakan kain yang diikat satu dengan yang lain. benar cara itu dapat membuat ku turun ke bawah. Ternyata menonton drama bermanfaat disaat seperti ini.
Tunggu dulu aku tak mungkin turun ke bawah dengan hanya mengandalkan satu tangan. Aku tak bisa bergelantungan dengan satu tangan. Terlalu beresiko.
Aish, Aku mengacak-acak rambutku frustasi.
Braakk...
Aku menendang pintu cukup kuat. Menyelesaikan masalah dengan emosi takkan membuahkan hasil apapun.
Aku punya rencana sederhana.
~✧✿✿✧~
Klek,
"Nona Sia! Saya membawakan makan siang." Pelayan yang tadi pagi datang tampak bingung mencari ku. "Apakah anda di kamar mandi?" Tanya sang pelayan itu lalu beranjak ke kamar mandi.
Segera aku keluar dari balik pintu dan berlari keluar yang pintunya kebetulan tak ditutup oleh si pelayan.
Menghidupkan air di kamar mandi berhasil mengalihkan perhatian pelayan bodoh itu.
Syukurlah tak ada seorang pun yang ku temui sepanjang jalan. Namun saat aku keluar menuju taman, seorang pelayan pria sepertinya menyadari keberadaan ku. Secepatnya aku berlari tapi pria itu semakin mendekat
Tanpa kusadari aku sudah berada di taman belakang. Sebuah pintu besi terlihat terbuka, ini kesempatanku. Dan tanpa pikir panjang, aku berlari ke sana dan akhirnya aku bisa keluar dari rumah itu tapi masalah lain datang. Ini... Hutan!
.
.
.
Dari arah belakang, penjaga, pelayan, dan beberapa orang berlari ke arahku. Lebih tepatnya mengejar ku.
Yang benar saja, aku harus berlari masuk ke hutan. Tapi aku tak punya pilihan lain.
Aku berlari menerobos masuk ke hutan dan berlari tanpa arah , hanya mengandalkan insting.
Pohon yang tumbuh acak, besar dan tua. Bukan tanah yang ku pijak, melainkan daun-daun yang berguguran. Angin sepoi meniup ke arahku. Pandanganku tetap ke depan tanpa menoleh ke belakang.
Aku tiba-tiba berhenti berlari.
Tempat ini... Aku tahu tempat ini. Ingatanku 14 tahun yang lalu kembali terbersit. Aku pertama kali bertemu Inho di sini.
"Itu dia! Jangan sampai lolos!" Suara berat seorang pria membuatku menoleh.
Aku pun melanjutkan lari ku. Kini ku tahu kemana aku harus berlari. Aku mulai mempercepat lari ku.
_____
Sampai! Aku Sampai di rumah. Pintu belakang rumah tak bisa ku buka. Lalu aku berlari ke depan rumah.
Aku terengah saat sampai di depan pintu. Aku tak sanggup berlari lagi, kakiku mati rasa.
Pintu rumah terbuka lebar. Aku geram dibuatnya. Bagaimana tidak, saat mereka membawaku keluar, mereka membiarkan pintunya terbuka. Bagaimana kalau ada orang uang berniat mencuri? Rumah ini kan masih mempunyai perabotan rumah yang masih bagus.
Aku masuk ke dalam. Mengurung diri di dalam kamar adalah ide yang bagus. Benarkah itu? Mereka pasti tahu keberadaan ku. Mereka bisa membaca tujuanku. Dan feeling ku benar. Mereka tak jauh dari pekarangan rumah.
Aku menutup pintu, dan dimana kuncinya? Aku harus mengunci pintu agar mereka tak masuk. Lalu ku putuskan menjanggalnya dengan sofa.
Secepat kilat aku menuju tangga, namun langkahku terhenti. Ya! Aku menemukan ponselku.
Aku menelpon manajer Yeong namun teleponnya sibuk. Aku mencoba lagi namun tetap sama.
"Dia di dalam! Cepat dobrak pintunya!" Setelah kalimat itu dilontarkan, pintu masuk benar-benar dobrak. Percobaan pertama tak berhasil tapi apa aku harus menunggu percobaan kedua? Tidak, aku harus bersembunyi.
Aku mengurung niat untuk bersembunyi di lantai atas. Aku memutuskan bersembunyi di ruang kerja paman yang tak jauh dari tangga.
Setelah mengunci dari dalam, aku masuk ke bawah meja kerja kayu besar yang ada disana.
Braakk!
Sepertinya mereka berhasil menghancurkan pintunya.
"Cepat cari dia!"
Jantungku berdetak tak karuan. Gemetaran dan rasa takut berhasil menguasai seluruh tubuhku.
"Fokuslah Sia!" Aku menyakinkan diri.
Aku mencari kontak paman Rae Won walau tanganku tak berhenti bergetar saat memegang ponsel.
"Paman..." Aku berhasil menghubungi paman Rae Won. Seketika air mata yang sedari tadi terbendung mengalir di pipiku.
"Se Na?! Gwenchana?" Sahutan terdengar dari sana.
Aku mengangguk walau jawaban yang ku berikan tak membuat paman tahu.
"Se Na..." Terdengar lagi suara dari arah sana.
Aku terpaku. Sebuah kalender jatuh dari atas meja. Tulisan dengan tinta merah berhasil membuatku penasaran.
Aku meletakkan ponsel di lantai dan mengambil kalender itu.
Entah apa yang ku pikirkan saat ini. Mengapa sebuah kalender duduk tahun 2008 menarik perhatianku?
Apa ini sebuah schedule? Tanggal 6 pada bulan 25 paman membulatkan angka itu dan menuliskan kata aneh di atasnya 'aku menjebaknya'
Ku coba membuka halaman lain untuk mengecek bulan lainnya. Tanggal 6 bulan 7 'aku berhasil membunuh Baek Hee Kyung'
Tanggal 11 bulan 7 'aku akan meninggalkan rumah'
Dari ketiga schedule itu, hanya satu yang ku mengerti. Tanggal 9 bulan 7 aku pergi ke Newhylen't dan 2 hari setelahnya, paman pun pindah. Apakah paman sengaja mengirim ku ke bibi Ahn agar aku tak tahu dia akan pindah? Tapi mengapa? Kenapa dia tak ingin aku tinggal bersamanya?
"Se Na! Apa kau mendengar ku?" Suara dari ponsel tak ku pedulikan.
Aku berpikir keras. Apa yang sebenarnya tak ku ketahui? Apa yang selama ini di sembunyikan?
"Dia di dalam. Cepat dobrak pintunya!" Suara pria itu lagi. Ia tahu keberadaan ku.
Aku tak bisa berpikir jernih di saat seperti ini. Namun pertanyaan demi pertanyaan terus menimpa kepalaku. Kepalaku jadi berdenyut.
Siapa yang paman Rae Won jebak? Siapa Hee Kyung? Mengapa paman membunuhnya?
"Katakan dimana Rae Won sekarang!" Suara Inho terdengar di benakku. Dan dapat disimpulkan bahwa paman membunuh orang terdekat Inho.
Baek Inho... Baek Hee Kyung... Apa-apaan itu? Apa itu sebuah kebetulan? Atau dia itu... Memang ayahnya Inho?!
Braakk...