"Apa kau Lee Sia?"
Apa orang ini mengenalku?
"Aigoo... Itu benar-benar dirimu. Aku adalah penggemar beratmu." Pria asing itu mengeluarkan ponselnya. "Bolehkah aku berfoto denganmu?"
Ia mendekat ke sebelahku.
"Pergilah" Usir Inho pada pria itu.
"Siapa kau? Jangan memerintahku"
Inho mulai menarik kerah pria itu. Jangan lakukan itu, kau malah menarik perhatian orang-orang.
"Pria ini... Dia mencoba memukulku" lapor pria asing itu pada orang sekitar.
Inho mendorong pria itu kasar lalu menggenggam tanganku." Ayo pergi"
Di mobil kami saling terdiam. Apa dia kesal? Apa aku harus menanyainya? Ide buruk. Kenapa harus repot-repot peduli.
Tentang kejadian tadi, aku khawatir ada orang yang memotret ku apalagi aku bersama Inho. Bisa saja tersebar isu yang tak jelas.
Mobil berhenti kami sampai. Tak terasa hari mulai gelap, aku harus membersihkan diri dan beristirahat sejenak.
Ku baringkan diri di atas ranjang.
Kenapa aku merasa nyaman saat di dekat Inho? Jangan-jangan... Aku tak boleh memiliki perasaan padanya.
Jantungku memompa lebih cepat sekarang. Bisa-bisanya Baek Inho membuatku... Jatuh hati (?)
Tidak tidak. Pikiran dan perasaan itu tak boleh terbersit di benakku.
Dia Baek Inho, putra Baek He Kyung. Bagaimana bisa aku melupakan bahwa mereka itu mafia. Mereka melakukan pembunuhan, jual beli barang ilegal, bisnis prostitusi, perampokan, dan hal buruk lainnya. Emmm... Benarkah itu? Atau aku hanya melebih-lebihkan?
Pokoknya aku harus tetap fokus untuk melarikan diri dari sini sebelum paman datang dan hal yang tak ku inginkan terjadi.
Seorang pelayan masuk, dia tak terlihat membawa makan malam.
"Nona anda diminta untuk makan malam dengan Tn.Inho"
Deg..
Makan malam bersama? apa itu seperti yang kubayangkan? Makan malam romantis di pinggir kolam renang di terangi cahaya di lilin. Inho menarik kursi agar aku bisa duduk dan kami mulai ber... Tunggu! apa aku baru saja berpikir seperti itu? lelucon yang sangat lucu. Ingatlah Sia, dia itu musuh paman yang berarti juga musuhmu. Dia juga telah melukai mu. Baiklah aku takkan pergi.
"Aku kelelahan dengan perjalanan tadi. Jadi, katakan padanya aku akan makan malam di kamar"
"Emm... Baiklah" jawab pelayan itu ragu.
Aku membaringkan lagi tubuh di ranjang. bagaimana jika dia yang ke kamarku? ah, semoga saja tidak.
Aku memejamkan mata sekedar mencoba untuk berfikir jernih tapi otakku berdenyut dan ini benar-benar tak nyaman.
Tak berselang lama, pelayan tadi masuk sambil membawa makan malamku. Apa Inho bersamanya? syukurlah tidak.
"Apa anda butuh sesuatu sebelum saya pergi?"
Aku yang sudah siap untuk makan lalu angkat bicara. "Bawakan aku sebotol Soju"
"Baik" kini tak ada raut ragu dari si pelayan.
Aku selesai menghabiskan makanan di piring. Sebotol Soju pun datang. Aku segera meneguknya setelah menuangkan di dalam gelas kecil.
"Kesetiaan pada keluarga adalah prioritas utama. Mr. Dwayne berkata seperti itu" Aku menatap pelayan yang membawakanku minuman.
"Bukankah kau ingin pergi?"
"Aku hanya khawatir jika anda..."
"Baiklah! temeni aku di sini, kebetulan aku sedang frustasi" Aku menuangkan lagi soju ke dalam gelas, lagi dan lagi.
"Di mana Mr. Dwayne sekarang? sepertinya dia berhasil lolos. Baguslah kalau begitu" Aku meneguk lagi soju
Aku menatap botol soju yang kosong. "Bawakan aku satu botol lagi"
"Nona nanti anda..."
"Cepat bawakan!" Emosiku tak stabil lagi.
Tak berselang lama, sebotol soju sudah ada di depanku. Aku mulai menuangkannya lagi ke dalam gelas.
Belum setengah botol aku sudah tepar di atas ranjang. aku menutup mataku sejenak.
.
.
.
.
.
Aku terbangun dalam keadaan kepala berdenyut keras.
Mengapa? yah, aku baru ingat semalam aku minum terlalu banyak.
"Nona, anda sudah bangun?" suara pelayan itu mengagetkanku.
"Ya, Aish! kepalaku tak mau berhenti berdenyut" keluhku.
Tiba-tiba sebuah ingatan tersirat di benakku. Aku... keluar dari kamar ini?
"Apa yang terjadi semalam?"
"Anda... Pergi ke kamar Tn. Inho"
"Apa?!"