"Masukkan dia kedalam sel!" Pria di sampingku berbicara pada orang yang sepertinya menjaga pintu lantai bawah.
Segera pria dengan tampang seram itu menggiringku ke lantai bawah. Berjalan melewati beberapa sel.
Rumah ini ternyata punya penjara pribadi, lucu sekali.
"Lepaskan aku! Aku ingin keluar dari sini!" Aku memberontak dan sempat mendorongnya walau sia-sia. Tenaganya lebih kuat dibanding ku.
Alhasil, aku dilempar ke dalam sel. Aku meringis kesakitan.
Oh tidak, tanganku kananku. Tepatnya dari ujung jari sampai pergelangan rasanya sakit sekali.
"Panggilkan dokter yang mengobati tanganku"
"Saya tak dapat menunaikan perintah anda, nona Sia"
"Uh, yg benar saja. Kalau begitu, katakan pada Inho untuk mencarikan dokter."
Penjaga itu pergi. Entah dia tidak peduli atau melaksanakan perintahku.
Aku membuka tangan kiri yang sedari tadi mengepal. Aku berhasil mengambil kunci saat memberontak tadi tanpa ketahuan. Aku memang punya sedikit keahlian dalam hal ini.
"Kau cerdik Se Na" Seseorang bicara kepadaku. Arahnya dari depan. Sel yang berada di seberang. Karena terlalu gelap, aku tak dapat melihat orang itu. Tapi suaranya familiar di telingaku. Aku mengenalnya, dia cukup dekat denganku dulunya.
"Mr. Dwayne?" Aku mengernyit.
"Sedang apa kau disini?" Suara seraknya mengisi keheningan.
"Kau sendiri?"
Ia mendesah "Sebagai pancingan agar Rae Won kesini"
"Ku kira kau sudah ma..."
"Syukurlah, dengan begitu kalian tak mengkhawatirkan ku."
"Kita harus keluar. Aku akan mengeluarkan mu dari sini." Aku mulai membuka gembok.
"Apa Inho masih marah?"
Klek... Terbuka.
"Ya" aku membuka pintu sel.
"Kenapa Rae Won harus melakukan ini. Dia ceroboh sekali." Pria berambut pirang dan bermata biru itu tampak frustasi.
"Kenapa paman membunuh ayahnya Inho?" Aku belum minat keluar dari sel. Aku ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang menghantuiku.
"Dahulu... Ayahmu, Rae Won dan Hee Kyung adalah teman baik. Tapi suatu hari, ayahmu terbunuh. Salah satu musuh Hee Kyung membunuhnya. Aura kesedihan mulai terpancar dari Hee Kyung dan Rae Won. Tapi Rae Won, dia mulai mengubah cara pandangnya terhadap Hee Kyung. Dia merasa keluarganya akan terancam jika masih berteman baik dengan mafia seperti Hee Kyung yang mempunyai musuh di mana-mana. Ia juga menganggap kematian kakaknya itu adalah ulah Baek Hee Kyung."
"Sedangkan Hee Kyung dia sangat mempercayai sahabatnya itu tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun. Rae Won semakin menjadi-jadi saat tahu dokumen kepemilikan perusahaan Vixer-Light Group berada di tangan Hee Kyung. Dia berpikir perusahaan pangan yang didirikan ayahmu itu diberikan kepada Hee kyung. Dia marah dan menjebak Hee Kyung."
"Aku tak tahu pasti bagaimana Rae Won menjebak Hee Kyung. Dari yang ku dengar dari Jiho, Rae Won membujuk klien yang ingin membeli senjata ilegal pada Hee Kyung. Dia juga berkata bahwa barang yg di jual Hee Kyung adalah palsu. "
"Kelicikan Rae Won membuahkan hasil. Hee Kyung terbunuh saat negoisasi berlangsung. Sang klien juga terbunuh. Mengetahui itu, Rae Won segera pindah ke perbatasan Newhylen't."
"Sebulan berlalu. Ji Woon menangkap ku. Sepertinya dia sadar kematian ayahnya adalah sebuah jebakan. Ia menggunakan ku sebagai pancingan agar Rae Won datang dan menyelamatkanku. Tapi sayangnya, Rae Won tak pernah datang." Mr. Dwayne mengakhiri ceritanya.
"Apa kau memberitahukan pada Inho kediaman Rae Won?" Tanyaku serius.
"Anni"
Jadi, selama 13 tahun dia di sekap di dalam jeruji besi ini? Aku saja tak sanggup bertahan lebih dari 2 jam di tempat lembab ini. Dia sangat setia kepada paman. Pantas saja dia menjadi tangan kanan paman.
"Se Na, kesetiaan pada keluarga adalah prioritas utama"
Aku memasang raut bingung
"Dee" Ucapku.
Tap... Tap... Tap...
Seseorang mendekat. Aku harus keluar dari sini.
Aku keluar dari dalam sel dan tepat di ujung lorong seorang penjaga sedang berjalan ke arahku. Segera aku membukakan gembok pintu sel Mr. Dwayne.
Sial, dia menyadari aku di luar sel dan mulai mengejarku. Dan aku masih mencari kunci yang pas untuk membuka gembok.
Klek, berhasil!
Lengan ku di tarik oleh si penjaga. Aku meronta dan sebuah pukulan melayang ke arah penjaga itu. Ia terjatuh dan meringis kesakitan. Aku tahu Mr. Dwayne menyelamatkan ku.
"Gotcha!" Pria setengah abad itu menarikku keluar dari rumah itu. Sesampainya di halaman kami berjalan mengendap-endap. Untunglah sudah malam, penerangan jadi minim di beberapa tempat.
"Naiklah ke tanganku lalu ke bahu" Mr. Dwayne mengadah tangannya.
"Mwe?" Aku bingung.
"Itu mereka!" Sial, kami ketahuan.
"Ppali!" Mr. Dwayne menaikkan volume suaranya.
Aku segera naik ke tangannya lalu ke bahunya lalu ke atas tembok. Mr. Dwayne naik ke atas pohon terdekat lalu melompat ke tembok dan yey! Dia berhasil meraihnya. Ia naik ke atas tembok dan turun ke jalan.
"Apa yang kau tunggu? Cepat turun!"
Turun ke bawah sana? terlalu tinggi tapi aku harus mencoba.
Aku pun turun dan terjatuh.
"Di sana!" Ada penjaga yang mengetahui keberadaan kami.
Saatnya berlari lagi. Semoga kakiku masih kuat. Mr. Dwayne menarik pergelangan tanganku dan berlari. Terima kasih, tapi jangan pergelangan tangan kananku!
Aku berusaha menyamai langkah kaki Mr. Dwayne yang lebar dan menahan rasa sakit pada tangan kananku. Di belakang, selusin penjaga berlari mengejar.
Aku kelelahan. Lalu ku lambatkan lari ku tapi Mr. Dwayne malah mempercepat larinya
"Mr. Dwayne! Aku sudah tak sanggup berlari" ujar ku terengah-engah.
Setelah memasuki kota, Mr. Dwayne memasuki lorong yang ada di antara dua bangunan tinggi.
Di belakang bangunan tinggi dan toko-toko, kami masuk ke sebuah pintu dan didalamnya terdapat kardus-kardus. Kami pasti didalam gudang penyimpanan barang.
Aku terduduk, mengatur nafas.
"Kita tak bisa berlari bersama. Jadi, aku akan keluar lebih dulu, setelah itu kau keluar. Aratji?"
"Anni! Kau tak bisa meninggalkan ku." Rengek ku.
"Mengertilah Se Na. Kau tak sanggup berlari cepat lagi. Biar aku memancing mereka dan kau larilah ke pasar yang ada di sisi barat. Keramaian bisa membuatmu bersembunyi."
Sungguh aku ingin menolak, tapi jika kami berlari bersama, kemungkinan besar kami bisa tertangkap.
"Agasimnida" aku menyanggupi.