Dia tahu namaku. Nama asliku!
Dia menatapku berbeda. Tatapannya mengerikan seperti dia ingin membunuhku sekarang juga.
Siapa pria ini? Apa dia musuhnya appa?
"Sudah ku duga itu kau" Dia melukiskan senyum mengerikan di wajahnya. "Kau ingin pergi dari sini bukan? Maka jawab pertanyaan ku. Dimana Rae Won"
Ternyata dia musuhnya paman bukan appa. Tapi kan musuh ya tetap musuh.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Aku memintamu menjawab pertanyaan ku bukannya mengajukan pertanyaan!" Pria ini benar-benar marah. Ia bahkan mengebrak meja.
Aku menunduk takut. Aku tahu dia sedang menatap tajam mataku sambil berdiri.
"Aku... Aku tidak tahu" Seketika aku gemetaran.
Sekarang apa yang akan dilakukannya? Ia memegang rahang ku dan mencengkeramnya. Mata kami pun saling bertemu.
"Jangan bohong. Dimana Rae Won?!" Ia menaikkan nada bicaranya.
"Kau... Kau menyakitiku." Aku mengaduh kesakitan saat ia mencengkram rahang ku dg kuat.
"Katakan dimana Rae Won sekarang!" Suaranya terdengar menggelegar.
Mataku mulai berkaca-kaca akibat bentakannya itu. "Aku... Sungguh tak tahu dia dimana"
Syukurlah pria itu melepas cengkeraman nya. Nafasku tersengal. Aku ingin pergi dari sini, secepatnya. Aku sangat takut akan apa yang menimpaku selanjutnya.
Ia mendorong rambutnya ke belakang dengan tangannya. "Kurung dia di kamarnya"
Dengan sigap pria tua yang sedari tadi berdiri terpaku di belakang, kini datang dan menarik lenganku. Untung saja bukan pergelangan tangan kananku.
"Keluarkan aku dari sini!" Teriakku padanya.
"Setelah kau memberitahu di mana kediaman Rae Won"
"Sudah ku katakan, aku tak tahu" Aku mengernyit sesaat. "Siapa kau sebenarnya?"
"Aku... Aku adalah orang yang pernah kau tolong di awal musim gugur"
"Apa maksudmu?"
Dia tak menjawab pertanyaan ku dan malah kembali duduk dan menyeruput kopinya.
Segera aku dibawa masuk ke kamar yang semula ku tiduri. Tak lupa, si pria beruban itu menutup dan mengunci pintu dari luar.
"Siapa sih dia?" Aku duduk di lantai dan berpikir sejenak.
Aku... Aku adalah orang yang pernah kau tolong di awal musim gugur
Apa maksudnya itu? Apa susahnya sih mengatakan nama. Kenapa harus menggunakan teka-teki yang sulit ku pahami
Awal musim gugur katanya? Pernah ku tolong? Tunggu dulu, dia...
"Baek Inho!"
~✧✿✿✧~
"Keluarkan aku dari sini! Baek Inho! Kau akan menyesalinya! Paman Rae Won akan membunuhmu! Tunggu ... saja"
Percuma aku terus berteriak, tak ada yang akan membukakan pintu untukku. Sudah 3 jam dan kerongkongan ku kering. Aku menendang pintu untuk terakhir kali dan duduk di atas tempat tidur sekedar melepas penat.
Klek,
Pintu terbuka dan seorang pelayan yang tak asing lagi membawakan ku makanan. Setelah makanan itu berada tepat di depanku, tak butuh waktu lama bagiku menghabiskan semua makanannya.
Aku kekenyangan. Sebenarnya makan sebanyak ini dilarang oleh manajer Yeong. Tapi mengingat si pemarah itu tak ada di dekatku, aku bisa melakukan hal yang tak ia perboleh. Misalnya, seperti... Tidur siang!
Aku mulai merebahkan diri di atas tempat tidur empuk nan nyaman. Aku hanya perlu tidur singkat. Dan setelah bangun, otakku bisa berpikir lebih baik dan waktunya membuat rencana melarikan diri.
Ku pejamkan mata dan tidur sebentar. Hanya sebentar...
.
.
.
"Se Na!"
Aku menatapnya dari kejauhan. Cahaya matahari yang menerobos masuk diantara pepohonan menyinari wajahnya. Angin yang berembus ikut menyapu rambut hitam indahnya. Tangan kanannya melambai padaku dan sebuah senyuman tersungging. Anak itu memiliki kesempurnaan yang tak ku sadari.
"Ppali"
"De!" Ucapku riang sambil berlari ke arahnya.
Ia mengambil daun yang ada di rambutku. Ia lalu mengusap lembut kepalaku. Manis sekali.
"Mwe? Kenapa tiba-tiba cemberut?" Ucapnya serius.
"Aku harus pindah ke Newhylen't dan tak bisa bertemu kau lagi."
"Jin-jja? Mengapa tiba-tiba?"
"Paman menyuruhku sekolah di sana dan menemani bibi Ahn yang tinggal sendirian. Aku senang karena aku sangat ingin pergi ke sana. Tapi di sisi lain aku akan kehilanganmu."
"Aku tak bisa mencegahmu" Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Tapi, aku akan sering-sering berkunjung"
"Janji?"
"Janji!"
.
.
.
Aku terbangun. Gelap sekali di sini. Ku coba menghidupkan lampu dan mataku langsung terarah pada jam dinding yang berada di atas pintu.
"Jam 1 pagi?! Yang benar saja. Aku melewatkan makan malam."
Aku segera menuju pintu dan pintunya masih terkunci.
"Siapapun. Aku belum makan malam. Tolong bawakan aku makanan"
Tak ada respons. Pasti semua orang sudah tertidur. Tapi aku sangat lapar. Baiklah, tinggal 6 jam lagi menuju waktu sarapan. Dan saat itu tiba, aku akan makan semua makanan yang tersaji. Semuanya, bahkan aku akan minta nambah.
Mataku menatap lurus pada jam dinding. Mengapa waktu berjalan begitu lambat?
Aku mengubah posisi duduk dengan duduk bersila.
Apa jam itu berhenti? Aku sangat lapar. Mengapa si pelayan itu tak membangunkan ku? Dia tega sekali.
Mungkin tidur adalah cara terbaik menunggu pagi.
Apa-apaan ini?! Aku tak bisa tidur sama sekali. Sudah beberapa kali membalikkan posisi tidur namun aku masih tak bisa tidur. Apa karena aku tidur terlalu lama tadinya? Mungkin itu penyebabnya. Pelayan itu benar-benar kejam, dia gak membangunkan ku untuk makan malam.
Perutku yang malang, tahan sebentar lagi ya...
~✧✿✿✧~
Pukul 7 tepat. Akhirnya...
Pelayan itu masuk dan membawa makanan.
"Omo!" Dia terkejut melihatku duduk menunggu makan. Bukan, sepertinya bukan karena itu ia terkejut. Apapun itu, aku sangat lapar dan... Sangat mengantuk. Ya, mataku berat sekali rasanya.
"Berikan aku makanan"
"Ada apa dengan wajah anda?"
"Kenapa wajahku?"
Pelayan itu menarik lenganku pelan menuju cermin meja rias.
Dan wow! Mata merah, mata panda dan muka kelelahan. Efek tak tidur.
Aku menatap pelayan itu. Apa-apaan dia? Dia tak merasa bersalah. Bukankah dia yang mengurus makanku? Tapi aku malah melewatkannya.
"Mengapa kau tak membangunkan ku semalam?"
Dia menunduk. "Saya gak ingin menganggu tidur pulas anda"
Akhirnya kau sadar juga. Dasar kau tak becus.
"Jika saja kau bekerja untukku, aku pasti sudah memecatmu" Aku mengatur pernapasan agar tetap tenang dan tak emosi pagi-pagi.
"Kau lihat ulahmu? Wajahku jadi rusak. Wajahku adalah sumber penghasilanku. Dan bagaimana jika orang-orang melihat wajah ini?" Aku menunjuk wajahku dan pelayan itu tampak memerhatikan. "Karirku bisa rusak. Pesaingku pasti akan menertawakan ku" Aku berusaha menasehatinya dengan hati dingin.
"Saya punya krim untuk itu"
"Keluar!" Kesabaranmu sudah habis.
Setelah pelayan itu pergi, kemarahan ku semakin memuncak. Berani sekali dia berbicara seperti itu. Jika saja dia adalah asisten ku... Jika saja! Aku akan mencabik-cabik nya. Huh, menyebalkan sekali.
Ku tatap sarapan dia atas meja dorong, pemandangan yang indah. Tapi tiba-tiba saja selera makanku hilang.