Chereads / Menikah dengan Mantan / Chapter 22 - Bab 22

Chapter 22 - Bab 22

Entah kenapa Kenan bisa seperti ini, ia begitu khawatir dengan keadan Qia. Ia jarang sekali mengendarai mobilnya begitu cepat kecuali ada hal yang mendesak. Biasanya ia butuh waktu sekitar 30 sampai 45 menit jika jalanan macet untuk sampai ke appartementnya. Kali ini hanya butuh waktu 20 menit ia sampai di appartementnya. Ia segera memarkirkan mobilnya di basement appartement dan ia segera keluar dari mobil setelah terparkir rapih. Ia segera berlari ke arah lift yang ada di basement dan menekan tombol lantai appartementnya setelah ia masuk ke lift.

Pintu terbuka, ia pun segera berlari menuju ruang apapartementnya. Ia menekan bel appartement beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Ia segera memasukkan pin appartementnya dan masuk ke dalam. "Ta, Tata!" panggil Kenan yang matanya segera menjelajah ruangan. Ia berlari menuju kamar Qia dan tanpa mengetuk pintu kamarnya ia membuka kamar Qia yang tidak terkunci begitu saja.

Lampu kamar mati dan tempat tidur pun rapih tidak ada tanda-tanda bekas di tempati. Kenan memanggil Qia kemudian ia berjalan ke arah kamar mandi, tidak ada suara apapun. Ia membuka pintu kamar mandi dan tidak ada siapapun di kamar mandi. Kenan mengambil handphonenya dan menelphone nomor Qia, ia mendengar suara telpon Qia dan mencari di mana sumber suaranya. Handphone Qia ternyata ada di atas nakas sebelah tempat tidur.

Tiba-tiba bayangan Qia yang selalu mencoba bunuh diri terlintas dalam benaknya. Dengan cepat Kenan keluar dari appartement dan menuju lantai bawah. Sampai di lobi, ia bisa melihat sosok tubuh kecil dengan kaos kebesarannya dan celana pendek yang tertutup kaosnya. Kenan menghembuskan napasnya lega bisa menemukan Qia.

Ia berjalan menghampiri Qia dan memanggil namanya membuat Qia menoleh ke arah Kenan. Senyuman mengembang yang begitu manis yang ia tampilkan. "Kenapa di sini?" tanya Kenan yang sudah berdiri di hadapan Qia.

"Kakak enggak pulang-pulang, aku takut kakak kenapa-napa, jadi aku tunggu kakak."

"Dari jam berapa kamu disini?" tanyanya begitu lembut.

"Aku enggak tahu, tetapi enggak lama bi Munah ijin pulang aku keluar nungguin kakak."

"Berdiri seperti ini?" tanya Kenan dengan wajah kembali khawatir.

"Enggak, kadang-kadang duduk," jawab Qia seraya tersenyum manis.

"Kamu ini, kalau hari ini aku enggak pulang dan menginap di rumah Kakek bagaimana?" tanya Kenan dengan wajah seriusnya.

"Ya, aku bakalan masuk," jawab Qia masih tersenyum.

"Kamu ini!" kesal Kenan dengan jawaban santai Qia. Sikap Qia yang seperti ini tidak berubah sama sekali, saat jaman sekolah Qia akan menunggunya sampai ia datang.

"Kita masuk, " ajak Kenan sambil merangkul pundak Qia.

"Hum," jawab Qia hanya begumam tetapi, senyumannya sama sekali tidak luntur. Mereka pun masuk kedalam dan kembali ke kamar appartement.

Sudah satu minggu berlalu semenjak Qia yang menunggunya datang, hari ini Qia meminta izin untuk pergi ke supermarket bersama bi Munah. Kenan tidak mengizinkannya karena takut ada apa-apa dengan Qia. Apalagi ini naik mobil angkutan umum, entah apa yang akan terjadi nantinya. Namun, yang namanya Ananta Putri Sidqia adalah orang yang keras kepala. Ia yang merasa bosan pun tetap ikut bersama Bi Munah. Ia membujuk Bi Munah dengan wajah yang dibuat sedih dan air matanya akhirnya ia dapat meluluhkan hati Bi Munah. Bi Munah pun di peringati Qia agar tidak memberi tahukan jika ia pergi bersama dirinya pada Kenan.

Sekitar 45 menit, kini mereka sudah sampai di supermarket dan mereka pun segera ke stan tempat barang-barang yang mereka butuhkan. Senyuman di wajah Qia tidak luntur sama sekali. Dering ponsel mengalihkan padangan Qia dan ia pun mengambil handphone di saku celananya. Panggilan vcall dari Kenan membuatnya membulatkan matanya. Qia mengangkat telponnya dan tersenyum menatap layar telpon. "Hallo, kak," ucapnya seraya tersenyum.

"Dimana kamu?" tanya Kenan memicingkan matanya saat ia melihat latar belakang dan juga suara orang lain di sambungan Vcall-nya.

"Hehehe... aku bosen kak," ucapnya seraya tersenyum.

Kenan memejamkan matanya dan menghembuskan napasnya. "Kalau gitu aku jemput sekarang," ucap Kenan dan ia sudah berdiri dari duduknya.

"Enggak perlu kak, aku bisa pulang naik angkutan umum."

"Kamu yakin?" tanya Kenen memicingkan matanya.

"Iya, udah kakak lanjut aja kuliahnya. Jangan bolos, kak!" peringat Qia dengan wajah pura-pura marahnya.

"Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati."

"Siap kakak!" jawab Qia dengan semangat.

"Mas Kenan ya, Neng?" tanya Bi Munah yang sudah berdiri di samping Qia.

"Iya, Bi. Kak Ken yang telpon."

"Marah enggak Neng, Mas Kenannya?"

"Enggak bi," jawab Qia seraya tersenyum.

"Udah semua belum, Bi?" tanya Qia sambil melihat keranjang belanjaan.

"Tinggal bumbu-bumbu saja, Neng."

"Oh, ya udah, ayo kita ke bagian bumbu-bumbu," ucap Qia semangat.

Selesai berbelanja Qia dan Bi Munah pun pulang. Mereka pergi ke halte bus untuk pulang ke appartement. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang mengalami kecelakaan hingga suara klakson nyaring itu memekakkan telinga. Qia terdiam di tempatnya sambil menatap ke arah mobil yang mengalami kecelakaan, suara orang berteriak itu menggaung di telinganya. Qia seperti di tarik kekejadian beberapa tahun lalu yang menewaskan keluarganya.

"Pa, Ma, kak Nathan," ucap Qia sambil melangkah maju ke arah kerumunan orang-orang yang berusaha menolong pengemudi.

"Neng, Tata," panggil Bi Munah tetapi, tidak di respon sama sekali oleh Qia. Qia terus berjalan maju mendekati orang-orang yang mengerumuni mobilnya.

Bi Munah segera berjalan mendekati Qia yang sepertinya terhipnotis dengan kejadian kecelakan ini. Dengan susah payah ia memegang pergelangan tangan Qia. "Neng Tata, sadar Neng," ucap Bi Munah yang terlihat khawatir.

Qia melepaskan tangan Bi Munah dan berjalan mendekati mobil itu. Saat ia sampai didekat mobil ia bisa melihat orang yang wajahnya berlumuran darah tergeletak di sana. Tidak lama setelahnya Qia pun malah terjatuh pingsan. Beberapa orang terlihat terkejut, Bi Munah pun memekik kaget dan segera menghampiri Qia tanpa menunggu jawaban dari panggilan yang sedang ia lakukan pada Kenan.

Di hanphone Bi Munah sambungan masih terhubung, Kenan memanggil nama Bi Munah ketika tidak ada jawaban dari sebrang telephone. Namun, dari suara ramai yang ia dengar itu, Kenan bisa menangkap suara Bi Munah yang sedang berusaha membangunkan Qia. Kenan membulatkan matanya, ia pun segera berdiri dari duduknya mengambil dompet dan kunci mobilnya. Baru saja ia membuka pintunya, di depan ruangannya sudah ada Mamanya dan juga Chika.

Tanpa mempedulikan Mamanya yang tersenyum padanya dan Chika yang tersenyum malu-malu sambil menunduk, Kenan segera melewati dua wanita beda generasi itu dan berjalan cepat menuju lift. "Kenan, kamu mau kemana?" tanya Carla meninggikan suaranya.

"Kenan buru-buru, ma," jawab Kenan yang memencet terus tombol liftnya. Lift terbuka dan Kenan segera masuk ke dalam.

Carla mendengkus kesal, "Sudah tante, Kenan mungkin sedang ada urusan," hibur Chika sambil mengusap punggung Carla.

"Urusan apa? Sebentar lagi waktunya makan siang! Dia tidak mungkin melewatkan makan siangnya!" kesal Carla sambil menatap pintu lift yang dinaiki Kenan sudah tertutup.

Di dalam lift Kenan kembali menghubungi Bi Munah yang untungnya langsung mengangkat. "Bibi di mana? Dan bagaiman Tata?"

"Saya sedang berada di rumah sakot terdeket pak, rumah sakit xxx," jawab bi Munah.

"Saya segera kesana, bibi tolong jagain Tata jangan sampai ia melukai dirinya."

"Baik, pak. Neng Taya juga masih di tangani dokter," jawab Bi Munah.

Setelah mendapat jawaban dari Bi Munah, Kenan menutup telponnya. Saat ini wajahnya begitu khawatir, ia berharap Qia tidak akan melakukan hal nekat. Pintu terbuka, saat ia akan melangkah keluar Kenan di buat terkejut dengan orang yang ada di depan lift. "Raka!" ucapnya terkejut dan matanya membulat.

Raka mengernyitkan dahinya melihat raut terkejut Kenan yang menurutnya seperti orang ketahuan melakukan sesuatu hal buruk. "Kamu mau kemana?" tanya Raka curiga.

"Ah, iya. Aku sedang ada urusan yang harus segera di selesaikan. Maaf, aku tinggal, ya?" tanya Kenan seraya tersenyum.

"Biar aku temani," ucap Raka menawarkan diri.

"Enggak, perlu!" jawab cepat Kenan.

"Kamu sedang terburu-buru, kan? Sudah biar aku temani, kamu mau ... "

"Enggak perlu, Ka! aku bisa sendiri!" potong Kenan dengan suaranya yang meninggi membuat beberapa karyawati yang lewat terdiam seketika.

Kenan memajamkan matanya, ia begitu khawatir dengan Qia, tetapi Raka malah membuatnya pusing. Ia sadar apa yang ia lakukan salah karena meneriaki Raka di depan karyawatinya.

"Tolong, Ka, aku ... "

"Ikut gua!" tegas Raka memotong ucapan Kenan. Ia membalikkan tubuhnya untuk melangkah terlebih dahulu dan Kenan hanya menghela napasnya kemudian ia melangkah mengikuti Raka.