Chereads / JERITAN HATI SANG KUNTILANAK / Chapter 8 - 8. Masa Silam Sang Kuntilanak

Chapter 8 - 8. Masa Silam Sang Kuntilanak

Aku terjaga ketika mendengar kokok ayam jantan. Mataku memicing ketika bersentuhan dengan cahaya yang menembus tadir rumah. Harum bau masakan lambat-laun memenuhi ruang hidung.

"Di mana ini?" Aku bertanya dengan suara antara terdengar dan tidak. Kesadaranku belum pulih sempurna. Kepalaku terasa sakit.

Setelah mataku meyesuaikan diri dengan suasana dalam ruang yang merupakan sebuah kamar ini, aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

"Cilukbaaaaa ....!"

Aku berteriak keras ketika Rarashati mengejutkanku dengan wajah setannya.

"RARASHATIIII!!!"

Dia segera mengembalikan muka cantiknya dan tertawa terkikik-kikik. "Kamu lucu sekali," lanjutnya sambil guling-guling di lantai.

"Apanya yang lucu? Kamu hampir saja membuat jantungku berhenti berdenyut." Aku mengumpat sambil turun dari dipan kayu. Terdengar suara berderit ketika tubuhku meninggalkan ranjang tersebut.

"Ealaah, segitu aja kamu sudah semaput. Lemah. Loyo!"

Rara mengacungkan jempolnya ke bawah.

"Eh, aku kasih tahu, ya? Yang namanya manusia normal pasti takutlah melihat penampakan kuntilanak. Apalagi dengan wajah hancur kayak mukamu itu!" Aku mendengkus sambil menepuk-nepuk bahuku yang terasa pegal.

"Oh, gitu!" Rarashati berdiri dan mendekat ke arahku, "jadi sekarang kamu main fisik, gitu? Dengar, ya, Astrea Bulan yang lahir di bumi! Apa yang kamu sampaikan itu melukai hati perasaanku. Tidak ada satu pun perempuan di alam raya ini yang suka dikatakan jelek dan buruk rupa. Kamu telah mengatakan hal yang tidak baik tentangku. Body shaming! Not good at all! Fu*k youuuu!"

Aku hanya membalas ucapannya itu dengan memutar bola mata. Ada-ada saja. Setan pun mengenal body shaming. Emang kenyataan, kan kalau dia memiliki rupa yang mengerikan bin menakutkan?

"Terus kamu mau apa? Mau bunuh aku? Mencekik leherku? Mematahkan kudukku? Atau mau mencabut jantungku? Ayok, lakukan kalau berani!" Aku mengambil ancang-ancang seperti atlet kungfu. Melihat gayaku, kali ini Rara yang memutar biji mata.

"Malas ngomong sama cowok yang enggak punya hati dan perasaan. Kamu sadar, 'nggak, kita ada di mana? Nyerocos mulu' perasaan." Rara mengibaskan tangannya ke udara. Saat itu juga baju yang dia kenakan berganti warna menjadi putih bersih. Rambutnya yang panjang semakin berkilau dan harum bunga rampai kian pekat. Wajahnya pun terlihat semakin GLOWING mirip artis Korea.

"Emang kita di mana? Pantas saja aku merasa beda gimana gitu." Mataku menjelajah setiap dinding dalam kamar   ini. Dinding yang terbuat dari papan dan sebuah ranjang plus lemari yang berukuran sedang. Bahkan lantai yang kuinjak juga terbuat dari papan.

"Kita ada di rumahku. Maksudku, sekarang kita berada di waktu aku masih berusia 17 tahun. Kamu akan melihat bagaimana kehidupanku di masa-masa remajaku yang bisa dikatakan penuh luka dan air mata." Rara berjalan mendekati jendela dan membuka pintunya pelan. Cahaya matahari pagi langsung menerobos masuk.

Apa yang dia sampaikan tentu saja membuatku terkesiap alias terkejut. "APAAAA?"

Rara memutar mata malas. "Telat banget kagetnya. Sudahlah. Yang jelas, aku telah menggunakan ilmu membalik waktu. Pesanku hanya satu padamu. Apa pun yang kamu lihat, kamu dengar dan kamu saksikan jangan sampai membuatmu ikut campur. Diam adalah emas. Jika kamu langgar, aku tidak bisa membuatmu kembali ke masa depan. Do you hear me, Dude?"

Otakku yang kelewat pintar ini berusaha mencerna apa yang perempuan setan itu katakan. Walau tidak bisa diterima akal sehat, tapi apa yang kulihat sekarang benar-benar tidak bisa dipercaya.

Mengabaikan ucapan Rara aku melompat keluar melalui jendela. Mataku melotot begitu berada di luar.

Rumah tua yang ditumbuhi semak belukar itu sekarang berdiri dengan indahnya. Walau tidak besar dan luas, tapi terlihat terawat. Bunga-bunga cantik tumbuh subur di halaman rumah. Pohon beringin yang kulihat tumbuh angker sekarang terlihat masih muda dan sedang berdaun rimbun.

Yang paling membuatku sedikit terperangah, di bawah pohon beringin, tepatnya di sebelah kanan ada sebuah sungai kecil yang mengalir jernih. Dan terlihat seorang perempuan muda sedang mencuci pakaian di tepi sungai tersebut.

Wajahnya persis sekali mirip Rarashati. Ketika aku hendak mendekat, tiba-tiba tubuhku seperti dibetot paksa dari belakang. Tak kuasa kumenolak ketika tubuhku melayang dan bergedebuk kembali ke dalam kamar di mana Kuntilanak Merah berada.

"Keras kepala! Bukankah sudah kubilang kamu untuk diam dan tidak melakukan apa-apa? Kamu mau mencari mati?"

Rara mencekik leherku dan mengangkat tubuhku ke atas. Wajah cantiknya telah berganti dengan paras mengerikan. Belatung hidup terlihat bergerak-gerak dalam lubang luka di pipinya. Matanya melotot marah.

Aku gemetar ketakutan. "Maafkan aku ...." Hanya itu yang bisa kukatakan ketika Rara membanting tubuhku ke lantai. Aku tidak bisa berteriak, walau rasa sakit menjalari sekujur badanku. Lidahku seperti dibuhul.

"Kuingatkan sekali lagi, Bul! Jangan perlihatkan batang hidungmu! Karena jika sampai orang-orang di alam ini melihatmu, maka kamu akan tinggal di sini selamanya! Fahimtum?"

"Fahimna!"

"Ahlan wa Sahlan!"

"Assalamualaikum."

"Bersambung"